Menuju konten utama

Brasil Belum Pasti Bebas PMK, Kok Pemerintah Mau Impor Daging Sapi?

Pemerintah memutuskan impor daging sapi dari Brasil sebanyak 50 ribu ton. Masalahnya belum ada keputusan final soal apakah daging dari Brasil bebas penyakit mulut dan kuku (PMK).

Brasil Belum Pasti Bebas PMK, Kok Pemerintah Mau Impor Daging Sapi?
Ilustrasi. Pedagang memotong daging sapi di kiosnya di Pasar Senen, Jakarta Pusat, Jumat (26/4/2019). ANTARA FOTO/Kuntum Khaira Riswan/wsj/nz.

tirto.id - Pemerintah telah membuka keran impor 50 ribu ton daging sapi dari Brasil. Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan keputusan ini diambil dalam rapat koordiansi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Pemerintah, kata Enggar, juga telah menunjuk tiga perusahaan logsitik Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mereka adalah Perum Bulog, PT Berdikari, dan Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).

“Yang pasti di dalam rakor Menko sudah ditetapkan impor kuotanya 50 ribu ton. Dari Brasil 30 ribu ton kepada Bulog, 10 ribu ton PPI, 10 ribu ton Berdikari. Yang tetapkan rakor,” ucap Enggar kepada wartawan saat ditemui di Mall Tangcity, Tangerang, pada Rabu (14/8/2019).

“Kenapa enggak swasta? Karena itu UU. Itu ditetapkan dalam rakor,” tambah Enggar.

Ketika ditanya mengenai keputusan impor ini berkaitan dengan kekalahan Indonesia dengan Brasil di World Trade Organization (WTO), Enggar membantahnya. Namun, ia menyatakan hal ini dilakukan berdasarkan permintaan Brasil sehingga impor daging Indonesia dilakukan pada lebih dari satu pasar.

“Enggak, itu dari awal. Brasil meminta dan bagus saja supaya kita jangan dari satu negara lah [Australia]” kata Enggar.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan memastikan bahwa pemerintah telah melakukan pemeriksaan dulu. Hal ini dilakukan karena sebelumnya sejumlah negara bagian di Brasil dikenal terjangkit penyakit mulut dan kuku (PMK).

Nurwan mengklaim pemerintah melalui Direktur Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Kementerian Pertanian (Kementan) sudah memiliki daftar siapa saja yang aman untuk mengirim dagingnya ke Indonesia.

“Itu Kesmavet ke sana. Jadi akan dipastikan mereka yang bisa itu yang bebas penyakit kuku mulut. Udah selesai kok ada daftarnya. Daftarnya di Kesmavet,” ucap Nurwan kepada wartawan saat ditemui di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Jumat (16/8/2019).

Namun, Direktur Kesmavet Kementan Syamsul Maarif belum menjawab pertanyaan reporter Tirto baik melalui pesan WhatsApp dan telepon.

Pada Kamis (15/8/2019), reporter Tirto juga sempat menghubungi Badan Karantina Pertanian Kementan. Lembaga ini bersama dengan Diskemavet yang berada di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) memang bertugas melakukan pemeriksaan pra-impor bagi produk pertanian yang masuk ke Indonesia.

Kepala Bidang Karantina Produk Hewan, Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementan, Iswan Haryanto mengatakan sudah ada pengecekan bersama antara lembaganya dengan Dirjen PKH. Namun, hingga saat ini belum ada hasil final.

Selain pemeriksaan teknis sebelum importasi, ia mengatakan, Kementan akan melakukan pengecekan lanjutan ketika barang akan datang. Bila impor sudah mulai masuk, akan ada monitoring yang dilakukan Kementan.

“Di saat sebelum importasi, Kementan melakukan penilaian secara teknis. Kalau hasilnya saya belum tahu. Soal hasil perlu dikomunikasikan secara resmi ke seluruh stakeholder karena belum final nampaknya,” ucap Iswan saat dihubungi reporter Tirto, pada Kamis (15/8/2019).

Dosen cum peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan impor daging sapi ini memang tidak bisa sembarang. Ia menyatakan impor harus dilakukan dengan catatan wilayah bahkan negara pengekspor seharusnya masuk dalam daftar bebas PMK.

“Daging sapi perlu bebas PMK karena kalau tidak itu risikonya sangat besar," ucap Dwi saat dihubungi reporter Tirto, pada Jumat (16/8/2019).

“Perlu pastikan Brasil itu wilayah endemic PMK atau tidak. Seperti dari India, kan, belum bebas PMK makanya masalah terus kalau impor daging dari India," tambah Dwi.

Peringatan Dwi ini tampaknya memang tidak sepatutnya diabaikan. Sebab, per tahun 2018, organisasi kesehatan dunia atau World Organisation for Animal Health (OIE) telah merilis daftar negara mana saja yang masuk kategori aman dari wabah PMK atau foot and mouth disease (FMD).

OIE membuat 4 level mengenai seberapa aman sebuah negara dari PMK. Tingkatan pertama yang paling memperoleh prioritas ekspor adalah bebas PMK saat vaksin tidak digunakan. Maksudnya, di dalam negara ini tidak ditemukan PMK dan mereka bersih meski tak menerapkan vaksin. Sekitar 68 negara dunia termasuk Indonesia masuk ke dalam golongan ini.

Golongan kedua adalah bebas PMK dengan vaksin yang diisi oleh Paraguay dan Uruguay.

Golongan ketiga adalah bebas PMK pada zona tertentu, tetapi area itu aman tanpa bergantung pada pemberlakuan vaksin. Pada golongan ini, Brasil hanya memiliki satu wilayah yaitu provinsi Santa Catarina.

Lalu pada golongan keempat, bebas PMK tetapi dengan penggunaan vaksin. Di Brasil terdapat 25 wilayah yang masuk kategori ini. Nama-namanya dapat dilihat dalam tautan berikut ini.

Peneliti pangan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah mengkritik rencana pemerintah. Menurut dia, agak aneh jika keputusan impor dilakukan padahal belum ada kepastian mengenai keamanan dan jaminan bahwa daging yang diimpor memang bebas penyakit.

Malahan, kata dia, pemerintah sudah menunjuk tiga BUMN untuk merealisasikan kuota yang ada. Di satu sisi, Kementan selaku penjaga masuknya daging impor belum bisa memastikan mengenai bahaya PMK.

Rusli justru khawatir kalau pemerintah memang membiarkan adanya masalah dari daging ini. Sebab, ia menduga daya tawar Indonesia dalam perdagangan dengan Brasil cukup lemah.

"Saya kira gini bisa juga dia (pemerintah) teledor karena memang kalaupun dia impor seharusnya ada syarat dari sertifikat bebas PMK. Saya kira di negosiasi yang kurang optimal. Harusnya daya tawar kita tinggi. Kita ada pasar. Kalau Brazil tidak bisa memenuhi requirement ya tidak boleh masuk,” ucap Rusli saat dihubungi reporter Tirto, pada Jumat (6/8/2019).

Rusli pun mendesak pemerintah untuk berhati-hati dalam impor ini. Rusli mengingatkan agar jangan sampai masyarakat terserang penyakit akibat keputusan pemerintah mendatangkan daging impor yang belum terjamin ini.

“Ini kalau tidak hati-hati bisa membuat konsumen daging sapi kita terserang penyakit. Akhirnya menimbulkan biaya kesahatan bagi masyarakat ini yang akan dirugikan pemerintah juga,” ucap Rusli.

Baca juga artikel terkait IMPOR DAGING atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz