Menuju konten utama

BPTJ akan Menata 17 Stasiun di Jabodetabek

Salah satu tujuan penataan stasiun adalah mengatur tempat tunggu ojek online dan ojek pangkalan sehingga jalur distribusi di sekitar stasiun lebih teratur.

BPTJ akan Menata 17 Stasiun di Jabodetabek
(Ilustrasi) Kereta rel listrik berhenti untuk mengangkut penumpang di Stasiun Cibitung, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (12/10/2017). ANTARA FOTO/Risky Andrianto

tirto.id - Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) menyatakan ada 17 titik stasiun yang akan ditata agar terintegrasi dengan moda transportasi lainnya (Transit Oriented Development/TOD).

Ke-17 stasiun itu adalah Stasiun Jatinegara, Sudirman, Juanda, Tanah Abang, Depok Baru, Pasar Minggu, Cawang, Manggarai, Kebayoran, Cikini, Jakarta Kota, Palmerah, Duren Kalibata, Grogol, Tebet, Klender, dan Karet.

Kepala Sub Direktorat Perencanaan Program Badan Pengelola Transportasi Jabotabek (BPTJ), Tonny Agus Setiono mengatakan setelah masing-masing stasiun dipetakan, pihaknya akan menyelesaikan konsep penataannya dalam tahun ini.

Tonny mengatakan, salah satu konsep tersebut adalah mengatur tempat tunggu ojek online dan ojek pangkalan sehingga jalur distribusi di sekitar stasiun lebih teratur.

"Permasalahan apa nanti kita benahi. Apa yang menjadi kendalanya, contohnya tempat kendaraan umum berhentinya masih sembarangan, nanti kita tata. Ojol (ojek online), opang (ojek pangkalan) nanti juga mau ditata," ujar Tonny di Jakarta pada Kamis (15/2/2018).

Tonny menyatakan, saat ini sudah ada beberapa stasiun yang telah terintegrasi dengan moda transportasi lain. Contohnya, di Tanah Abang dan Palmerah. Sehingga, menurutnya, tidak terlalu sulit untuk merealisasikan konsep integrasi itu.

8 Target untuk Atasi Persoalan Transportasi di Jabodetabek

Kepala Sub Direktorat Perencanaan Program BPTJ, Tonny Agus Setiono menyatakan pihaknya membuat 8 target yang harus tercapai untuk mengatasi persoalan transportasi Jabodetabek.

Pertama, penumpang angkutan umum di tahun 2029 harus naik menjadi 60 persen karena saat ini baru ada 40 persen penumpang.

"Salah satu kontribusinya dengan menaikkan jumlah penumpang kereta api, yang ditargetkan 1,2 juta penumpang di 2019. Saat ini baru sekitar 1 juta," kata Tonny.

Ia menjelaskan, dalam kurun waktu kurang lebih 5 tahun (2013-2017), pengguna kereta api meningkat sebanyak 100,3 persen, yakni dari 157.638.362 penumpang menjadi 315.811.846 penumpang. Jumlah rata-rata harian KRL, tercatat meningkat 130,1 persen dari 431.886 pengguna menjadi 993.992 pengguna.

Kedua, BPTJ menargetkan, waktu tempuh perjalanan dari tempat asal ke tujuan maksimal hanya ditempuh selama 1,5 jam pada jam puncak.

Ketiga, kecepatan rata-rata minimal kendaraan di jalan raya harus berada dikecepatan 30 km/jam pada jam puncak.

Keempat, jangkauan pelayanan transportasi di perkotaan harus meningkat sebanyak 80 persen. Kelima, akses untuk pejalan kaki menuju ke tempat angkutan umum maksimal harus tiga ribu meter.

"Kita menginginkan antara moda kereta api dan jalan berada di satu lokasi. Kami siapkan konsep untuk menyatukan itu dengan menyiapkan pedestrian bridge antarkawasan di stasiun," paparnya.

Keenam, setiap daerah wajib memiliki feeder yang diintegrasikan melalui satu simpul transportasi, yakni integrasi antara kereta dan bus rapid transit (BRT). "Mungkin nanti kereta jadi feeder, atau sebaliknya," sebutnya.

Ketujuh, simpul itu harus menyediakan fasilitas untuk pejalan kaki dan park and ride, dengan jarak perpindahan antar moda maksimal 500 meter. Kedelapan, maksimal perpindahan moda transportasi hanya tiga kali.

"Kalau ada kemudahan, orang akan gunakan angkutan umum, tapi kalau tidak terhubung susah. Jalan lagi jauh dan repot akhirnya mereka memilih gunakan transportasi online. Pesan langsung diantar ke tujuan," ungkapnya.

Baca juga artikel terkait STASIUN atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto