Menuju konten utama

BPS Klaim Indonesia Belum Terima Dampak Buruk Perang Dagang AS-Cina

BPS mengklaim perang dagang AS-Cina belum memberikan dampak buruk kepada Indonesia.

BPS Klaim Indonesia Belum Terima Dampak Buruk Perang Dagang AS-Cina
Sebuah truk melintas di kawasan Terminal Peti Kemas Otomatis Xiamen di Provinsi Fujian, Cina, Rabu (2/5/2018). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana.

tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data yang menunjukkan angka ekspor Indonesia ke Cina dan Amerika Serikat (AS) mengalami pertumbuhan pada periode Januari-Mei 2018.

Kepala BPS Suhariyanto menilai data itu menyimpulkan bahwa Indonesia belum menerima dampak buruk yang signifikan akibat perang dagang antara dua negara raksasa ekonomi dunia tersebut.

BPS mencatat, selama Mei 2018, ekspor Indonesia ke Cina mencapai 2,093 miliar dolar AS. Angka itu tumbuh 15,37 persen dibandingkan nilai ekspor pada April 2018, yakni 1,814 miliar dolar AS.

Sedangkan, data ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada Mei 2018 tercatat sebesar 1,574 miliar dolar AS. Nilai ekspor itu naik 10,03 persen dari bulan sebelumnya, yakni 1,430 miliar dolar AS.

Sementara berdasar data periode Januari-Mei 2018, ekspor Indonesia ke Cina tercatat senilai 10,245 miliar dolar AS. Jumlah itu naik 31,35 persen dibanding data pada periode yang sama tahun 2017, yaitu 7,799 miliar dolar AS.

Adapun data ekspor Indonesia ke Amerika Serikat pada periode Januari-Mei 2018 mencapai 7,43 miliar dolar AS. Angka ekspor itu naik tipis 3,53 persen dibanding data periode Januari-Mei tahun 2017, yaitu sebesar 7,17 miliar dolar AS.

"Jadi, ini menunjukkan bahwa meskipun ada perang dagang, ekspor Indonesia ke Cina dan AS tetap tumbuh, terutama ke Cina," kata Suhariyanto di Kantor BPS, Jakarta pada Senin (25/6/2018).

Impor Indonesia dari Cina Melonjak, Neraca Perdagangan Defisit

Meskipun ekspor tumbuh, data BPS menyebut bahwa angka impor Indonesia dari Amerika Serikat dan Cina melonjak signifikan pada periode Januari-Mei 2018.

Impor dari Cina, pada periode Januari-Mei 2018, tercatat sebesar 18,363 miliar dolar AS. Jumlah itu tumbuh 34,41 persen dibanding data periode yang sama tahun 2017, yakni 13,672 miliar dolar AS .

Sedangkan impor dari Amerika Serikat mencapai 3,865 miliar dolar AS, pada Januari-Mei 2018. Angka itu naik 22,37 persen dari impor senilai 3,159 miliar dolar AS pada Januari-Mei tahun 2017.

Dengan demikian, pada Januari-Mei 2018, neraca perdagangan Indonesia dengan Cina mengalami defisit 8,118 miliar dolar AS. Sedangkan neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat surplus 3,56 miliar dolar AS.

Perlu diketahui, perang dagang antara AS dengan Cina memungkinkan Indonesia menjadi negara tujuan market dan dumping. Artinya Indonesia akan dibanjiri barang impor. Dumping adalah praktik menjual barang di pasar luar negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga di pasar dalam negeri, yang dapat memicu defisit neraca perdagangan negara tujuan dagang tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengakui Indonesia mewaspadai risiko dampak dumping dari perang dagang AS-Cina. Sebab potensi pasar Indonesia besar. "Itu (antidumping) tentu saja pertama-pertama kalau terjadi dumping barang, yang pertama harus dilakukan. Jangan dumping, kalau enggak kita akan kenakan antidumping," ujar Darmin pada Kamis (21/6/2018).

Pada 18 Juni lalu, Presiden AS, Donald Trump mengatakan telah meminta US Trade Representative (USTR) untuk mengidentifikasi produk-produk Cina yang bakal dikenai tarif impor baru sebesar 10 persen untuk barang-barang bernilai 200 miliar dolar AS.

Hal itu merespons keputusan Cina yang berencana mengenakan tarif tambahan sebesar 25 persen terhadap 659 produk impor asal Amerika Serikat yang nilainya 50 miliar dolar AS. Salah satunya untuk kacang kedelai, yang merupakan produk impor dengan nilai terbesar dari Negeri Paman Sam. Tarif produk pertanian akan diterapkan mulai 6 Juli 2018, sedangkan sisanya bakal diumumkan kemudian.

Kenaikan tarif juga diberlakukan Cina untuk produk impor otomotif, minyak mentah, gas alam, batu bara, dan beberapa produk turunan minyak asal Amerika Serikat.

Perang dagang berlanjut usai pembicaraan kedua negara gagal menyelesaikan keluhan AS tentang kebijakan Cina, termasuk soal hak kekayaan intelektual dan tertutupnya akses pasar di Negeri Tirai Bambu. AS mengklaim mengalami defisit neraca dagang dengan Cina hingga 375 miliar dolar AS.

Baca juga artikel terkait PERANG DAGANG atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom