Menuju konten utama

BPOM: Peredaran Vitamin Ilegal Dipicu Permintaan selama Pandemi

BPOM menyatakan peredaran Vitamin C, D3 dan E ilegal sangat membahayakan kesehatan masyarakat karena keamanan, khasiat, dan mutu produk tidak terjamin.

BPOM: Peredaran Vitamin Ilegal Dipicu Permintaan selama Pandemi
Ilustrasi Obat-obatan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Plt Deputi Bidang Penindakan BPOM RI, Nur Iskandarsyah menyebut kenaikan permintaan masyarakat terhadap multivitamin selama pandemi COVID-19 mendorong produksi dan peredaran produk ilegal.

"Berdasarkan hasil pengawasan BPOM, ditemukan peredaran Vitamin C, Vitamin D3, dan Vitamin E ilegal, terutama yang diedarkan di e-commerce atau media online," kata Nur Iskandarsyah dalam konferensi pers di Gedung BPOM RI, Jakarta, Selasa.

Nur mengatakan peredaran Vitamin C, Vitamin D3, dan Vitamin E ilegal sangat membahayakan kesehatan masyarakat. Hal itu lantaran keamanan, khasiat, dan mutu produk yang tidak terjamin.

Menurut Nur, peredaran vitamin ilegal dapat menimbulkan dampak negatif dari sisi ekonomi karena merugikan pelaku usaha yang patuh terhadap peraturan perundang-undangan.

BPOM telah melakukan intensifikasi melalui kegiatan pengawasan, penindakan, dan pemberdayaan masyarakat terkait peredaran vitamin ilegal tersebut.

“Hasil upaya intervensi yang dilakukan BPOM tersebut mengungkapkan bahwa Vitamin D3 dan Vitamin C merupakan produk yang paling banyak ditemukan, di samping Vitamin E," katanya.

Hasil pengujian laboratorium yang dilakukan BPOM menunjukkan beberapa produk vitamin ilegal tersebut sama sekali tidak mengandung zat aktif vitamin.

BPOM melakukan patroli siber untuk menelusuri dan mencegah peredaran vitamin tanpa izin edar pada ekosistem e-commerce melalui platform marketplace, media sosial, dan website.

“Selama Bulan Oktober 2021 hingga Agustus 2022, BPOM telah menemukan sejumlah 22 item produk vitamin ilegal pada 19.703 tautan yang melakukan penjualan produk vitamin tanpa izin edar dengan total temuan 718.791 produk dan nilai keekonomian sebesar Rp185,2 miliar,” katanya.

Sebagai tindak lanjut pengawasan, BPOM telah memberikan sanksi administratif sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2020 tentang Pengawasan Obat dan Makanan yang Diedarkan secara Daring, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan BPOM Nomor 32 Tahun 2020.

Salah satu tindakan BPOM memberikan rekomendasi kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, serta Asosiasi E-commerce Indonesia (IdEA) untuk melakukan penurunan konten terhadap tautan yang teridentifikasi mempromosikan dan menjual vitamin tanpa izin edar.

BPOM juga melakukan langkah upaya penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana produsen vitamin ilegal.

Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, BPOM akan menindaklanjuti temuan vitamin ilegal berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yaitu sebagai produk tanpa izin edar dan/atau produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat, dan mutu.

Saat ini, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) BPOM sedang menangani dua perkara dengan barang bukti vitamin ilegal di Jakarta dan Batam.

Untuk menjaga ketersediaan vitamin di peredaran selama masa pandemi COVID-19, BPOM memberikan kemudahan dalam proses perizinan produk, baik dalam hal produksi, registrasi, maupun importasi.

Masyarakat diimbau mengonsumsi vitamin yang telah memiliki izin edar dari BPOM. Masyarakat juga diminta agar membeli vitamin pada sarana pelayanan kesehatan resmi agar terhindar dari produk ilegal.

“Sebelum mengonsumsi vitamin, sebaiknya perhatikan kontraindikasi, peringatan, perhatian, dan efek samping yang tercantum pada kemasannya," katanya.

Baca juga artikel terkait PEREDARAN OBAT ILEGAL

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Antara
Editor: Gilang Ramadhan