Menuju konten utama

BPK Paparkan Temuan Soal Pengadaan Pangan Dalam Negeri

Rizal Djalil menyampaikan sejumlah poin terkait persoalan pengadaan pangan dalam negeri yang berlarut-larut di kementerian.

BPK Paparkan Temuan Soal Pengadaan Pangan Dalam Negeri
Ilustrasi. Petugas Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyegel gudang pangan di Talumolo, Gorontalo, Gorontalo, Rabu (16/5/2018). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin

tirto.id - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil memaparkan beberapa poin terkait persoalan pangan dalam negeri yang berlarut-larut di kementerian atau lembaga.

Pertama, data konsumsi beras nasional tidak akurat. Data Badan Pusat Statistik (BPS) telah ditetapkan pemerintah sebagai rujukan data satu-satunya, diungkapnya kurang memadai untuk pemerintah dapat mengambil keputusan cepat.

"Kami ingatkan ke BPS, tolong speednya dipercepat, gunakan teknologi canggih, sehingga kebutuhan data yang diperlukan pemerintah bisa tersedia dalam waktu yang cepat. Untuk itu tenaga ditambah, anggaran ditambah, regulasi diperbaiki," kata Rizal di kantor BPK Jakarta pada Senin (21/5/2018).

Kedua, sistem pelaporan produktivitas padi masih tidak akuntabel, karena penggunaan teknologi yang terlambat. "Kenya saja sudah menggunakan satelit. Alhamdulillah sekarang kita juga sudah menggunakan satelit. Sekarang ada metode kerangka sampling area, mudah-mudahan hasilnya lebih baik," ujarnya.

Ketiga, data luas lahan tidak akurat. Terutama di Karawang dikatakannya alih fungsi lahannya luar biasa. "Dan ini harus kita antisipasi semua, bagaimana mencegah alih fungsi lahan ini," ucapnya.

Keempat, angka cadangan pangan ideal pemerintah belum pernah ditetapkan. Padahal sudah diatur dalam UU 18 tahun 2012 tentang Pangan.

Kemudian, ia mengatakan banyak jumlah alokasi impor yang ditetapkan dalam persetujuan impor tidak mempertimbangkan jumlah data kebutuhan pangan.

"Penetapan angka impor tidak sepenuhnya pruden dan akuntabel. Angka ini tidak dipertimbangkan sepenuhnya, yaitu kebutuhan, produksi nasional, selisih antara kebutuhan dan produksi nasional, dan alokasi impor berdasarkan persetujuan impor," ungkapnya.

Mengenai impor, ia mengatakan itu sah saja dilakukan, jika memang dibutuhkan di saat ketersediaan rendah, harga tinggi, dan produksi tidak ada. Namun, impor selama ini dilakukan hampir berdekatan dengan masa panen raya.

Ia pun menghimbau kepada kementerian atau lembaga terkait dalam melakukan importasi harus memperhatikan musim panen agar tidak merugikan petani.

"Tolong perhatikan juga, kalau pada saat panen raya tapi terus kita lakukan impor 1 juta. Lakukan impor dengan cara yang benar. Kami berharap dengan Kepala Bulog yang baru, masalah ini bisa terselesaikan dengan baik," terangnya.

Baca juga artikel terkait PASOKAN PANGAN atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Yandri Daniel Damaledo