Menuju konten utama

BPH Migas Siapkan Sub-Penyalur untuk Gantikan Pertamini

Sampai saat ini sudah ada sub-penyalur yang beroperasi di 16 lokasi.

BPH Migas Siapkan Sub-Penyalur untuk Gantikan Pertamini
Pedagang Bahan Bakar Minyak (BBM) eceran melayani pembeli menggunakan pompa bensin mini (Pom Mini) di Suwawa, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, Selasa (10/10/2017). ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin

tirto.id - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) berencana untuk menerapkan konsep sub-penyalur di daerah yang belum terjangkau SPBU. Langkah tersebut diambil sebagai solusi untuk menggantikan peran Pertamini (pengecer BBM) yang notabene ilegal.

“Tadinya itu kan banyak Pertamini ilegal. Dengan dibuat sub-penyalur, kita atur jarak, prosedur operasi standar, dan aturan keselamatannya,” kata Kepala BPH Migas Fanshurullah Asa di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa (28/8/2018).

Meskipun peralatan yang digunakan mirip dengan yang dipunyai PT Pertamina (Persero), namun Pertamini tidak memiliki standar takaran maupun pengamanan. Keberadaannya pun sebetulnya dapat melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Fanshurullah sendiri berharap konsep sub-penyalur tersebut dapat menghilangkan penjualan BBM bersubsidi dengan harga yang lebih tinggi. Pemerintah sendiri akan turun tangan untuk mengatur sub-penyalur, sehingga dapat menjamin masyarakat untuk mendapatkan BBM secara pasti.

Selain itu, diharapkan pemerintah juga memperoleh informasi yang akurat terkait konsumsi BBM masyarakat dari para sub-penyalur. “Kita akan koordinasi dengan Pertamina dan pemerintah daerah untuk menetapkan lokasi bagi sub-penyalur. Untuk sub-penyalur ini [distribusinya] kita buat tertutup,” ujar Fansurullah.

Setidaknya sampai dengan saat ini sudah ada sub-penyalur yang beroperasi di 16 lokasi. Secara keseluruhan, Fanshurullah menyebutkan ada 314 lokasi yang telah mengajukan diri untuk menjadi sub-penyalur ke BPH Migas.

“Kami telah memetakan rasio untuk penyalur di Indonesia, begitu juga dengan rasio jumlah penduduk. Apabila dipaksa menjadi penyalur, maka tidak akan terbangun. Butuh investasi besar, belum lagi untuk lahan,” jelas Fanshurullah.

Masih dalam kesempatan yang sama, Direktur Pemasaran Pertamina Mas’ud Khamid mengakui bahwa tidak adanya aturan terkait jarak antar penyalur membuat stok di lembaga penyalur jadi cepat habis. Oleh karena itu, ia pun berkeinginan untuk menerapkan standar jarak bagi sub-penyalur guna menjaga stok BBM yang dijual.

Berdasarkan data yang dihimpun Pertamina, setidaknya sudah ada 3 sub-penyalur yang siap beroperasi. Sementara itu, ada 14 lokasi sub-penyalur yang sedang dibangun. “Pengadaan sub-penyalur juga perlu diresmikan lembaga yang menyatakan bahwa sub-penyalur itu sudah memenuhi syarat,” ungkap Mas’ud.

Baca juga artikel terkait BBM atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto