Menuju konten utama
Andika Surachman

Bos First Travel: Saya Sudah Diincar untuk Dihancurkan Sejak 2015

Andika bicara blak-blakan kepada reporter Tirto dalam empat kali wawancara di Rutan Depok. Ia merasa banyak orang telah menipunya.

Bos First Travel: Saya Sudah Diincar untuk Dihancurkan Sejak 2015
Ilustrasi Andika Surachman. tirtoi.id/Sabit

tirto.id - Pertengahan Juni 2018, kami mendatangi Andika Surachman-Anniesa Hasibuan, pasangan suami istri bos First Travel yang terlibat kasus penipuan jemaah umrah, di Rumah Tahanan Negara kelas II B Cilodong, Depok. Suasananya ramai. Setelah melewati dua kali pintu pemeriksaan, ada sebuah aula kecil tempat para pembesuk bisa duduk di alas karpet bersama napi.

Di ruang besuk itulah saya bertemu dengan pasutri tersebut. Andika mengenakan seragam napi kuning berlengan hitam. Lain dengan Anniesa yang memakai setelan serba hitam dibalut kerudung hitam dan jaket putih bergambar harimau.

Andika terlihat lebih langsing dibandingkan sebelum mendekam di Rutan Depok. Ia berkeluh kesah atas kasus yang menimpanya bersama sang istri dan adik iparnya, Kiki Hasibuan. Andika berkata ia merasa "dizalimi."

"Seolah-olah hanya kami yang menikmati uang dari hasil First Travel, padahal banyak yang terlibat tapi tak ditangkap," klaimnya.

“Pada masa persidangan, semua sudah dikondisikan. Saya merasakan itu. Dari kejaksaan, penyidik, pengadilan, dan pengacara saya. Pada saat eksepsi, pengacara saya enggak ada. Pada saat vonis, pengacara saya enggak hadir. Maka saya sempat enggak percaya sama pengacara,” tambah Andika.

Andika benar. Reporter Tirto yang mengikuti proses persidangan, menyaksikan saat vonis memang pengacara lama Andika tidak hadir, digantikan pengacara baru. Sejak Andika menjalani BAP di Bareskrim Polri pada Agustus 2017 sampai dengan vonis di PN Depok pada Mei 2018, Andika-Anniesa gonta-ganti pengacara dari 5 kantor hukum yang berbeda.

Pada saat wawancara dengan kami, Anniesa ikut menyela dengan mengungkapkan soal baju fashion show di Amerika Serikat senilai Rp250 juta. "Tetapi enggak tahu barangnya ke mana," katanya.

Ketika kami menyinggung proses mereka dipidana, Andika terlihat meneteskan air mata karena mengingat ia harus berpisah dengan anaknya, terutama bayi yang baru lahir dari rahim Anniesa.

Dalam wawancara ini, kami mengunjungi Andika empat kali demi mendapatkan cerita besar dari kasus First Travel yang menurut tuduhan Andika melibatkan "banyak pihak." Berikut petikan wawancaranya:

Bagaimana cara polisi menyita uang kepada kepala cabang First Travel, person in charge (PIC), serta agen di daerah?

Saya diberitahu oleh kepala cabang bahwa aset First Travel yang belum disetor dimintai Rp600 juta oleh Bareskrim. Jika tidak nama dia akan menjadi tersangka. Akhirnya, ia memberikan uang tersebut, bahkan gaji karyawan yang sudah diberikan diminta dikembalikan oleh penyidik.

Sedangkan PIC ada 70 orang. Mereka diminta kembali uangnya oleh penyidik. Dari total PIC, 30 di antaranya menyerang saya karena belum menyetor uang jemaah ke rekening First Travel. Uang tersebut masih di PIC tapi yang kena tetap saya karena saya sebagai pemilik First Travel. Padahal, ada PIC dan agen yang nakal.

Untuk di Bali, kepala cabangnya diminta kembalikan mobil Toyota Hiace oleh penyidik karena dianggap aset sitaan. Mobil tersebut sudah dibawa penyidik. Meski sudah diambil penyidik, kepala cabang Bali harus membayar [cicilan] bulanan sampai sekarang (Juni2018). Jika tidak dibayar, akan didatangi pihak leasing dan anggota Polda Bali ke rumahnya. Bayarnya Rp9 juta per bulan. Sekarang dia enggak sanggup bayar lagi karena udah enggak ada kerjaan lagi.

Mobil itu aset First Travel atau pribadi?

Mobil itu untuk operasional First Travel di Bali tetapi pembeliannya atas nama pribadi. Maka, dia sudah sembilan bulan bayar, tetapi sekarang sudah enggak sanggup lagi. Ia minta solusi juga.

Soal baju-baju branded Anniesa, ada yang namanya Dewi Muchtar, asistennya Anniesa. Benar?

Dewi Muchtar awalnya pengacara jemaah, bukan asisten Anniesa. Kami awalnya percaya sama dia karena pengacara jemaah PKPU (gugatan pailit). Dia meyakinkan kami untuk menyelesaikan kasus ini dengan damai. Ia yang masukkan kasus First Travel ke PKPU. Dia menyuruh saya untuk membuat imbauan kepada jemaah agar yang daftar PKPU harus membayar Rp200 ribu kepada Dewi. Nantinya Rp100 ribu untuk biaya Dewi, sisanya Rp100 ribu untuk saya karena pada saat itu saya tidak ada uang sama sekali.

Semua saya turutin. Saking percayanya, saya sempat meminta tolong menjual aset baju, tas branded dll kepada Dewi. Nantinya, uang itu dibagi dua. Tapi, sampai putusan vonis, ia tak pernah menepati janjinya. Dari situ saya mulai sadar bahwa aset saya dibancak oleh Dewi.

Aset butik di Kemang, kantor First Travel di Grogol dan Bandung, diambil oleh dia. Malah ada tas Hermes asli yang dipakai sekarang, harganya di atas Rp50 juta. Begitu pula sepatu milik Anniesa, dia gunakan sekarang. Terakhir, saya ketemu sebelum P21 (sebelum 7 Desember 2017). Setelah itu, enggak pernah ketemu lagi.

Ternyata dia jual barang kami. Ini sebagian jadi bukti, sebagian lagi dijual kepada orang. Uangnya juga enggak tahu ke mana. Malah uang daftar PKPU Rp200 ribu dikali 7 ribu sama dengan Rp1,4 miliar buat daftar PKPU ... dia makan sendiri. Tapi, saya berkeyakinan lebih dari itu 7.000 yang mendaftar kepadanya.

[Sanggahan Dewi kepada Tirto: Ia berkata ia tak mengetahui soal aset-aset yang dituduhkan Andika, berkali-kali berkata “nggak tahu” dan “enggak ada”. “Saya enggak tahu sama sekali. Tolong jangan telepon lagi ke saya,” kata Dewi. “Tolong jangan ganggu lagi.” Dewi juga menambahkan selama proses PKPU, ia tak pernah bertemu dengan Andika dan Anniesa—klaim yang terbantahkan karena pada 13 April 2018, pukul 09.46, Dewi bersama sembilan jemaah umrah First Travel terlihat mengunjungi Andika dan Anniesa di Rutan Depok.]

Soal aset di London, restoran Nusa Dua ... Bagaimana cerita versi Anda?

Pada saat kasus P-21 (7 Desember 2017), saya didatangi [jaksa] Heri Jerman dan Kombes Dwi Irianto. Heri Jerman secara blak-blakan meminta aset di London tersebut kepada saya. "Ya udah, ambil saja," saya bilang.

"Terus kasus saya gimana?"

"Aman," kata mereka.

Lalu saya disodorkan dua surat. Pertama, surat dari Kedubes RI di UK soal restoran di London. Surat kedua berisi surat pernyataan tanpa ada kop kejaksaan maupun Bareskrim. Isi surat itu adalah aset restoran di London milik saya dialihkan, dikelola, keuntungannya diberikan kepada Heri Jerman dan Kombes Dwi Irianto. Nama mereka tercantum dalam surat pernyataan itu. Tapi, surat itu hanya ada sama mereka tanpa arsip kepada saya.

Anehnya, aset ini baru dikasih ke PN Depok pada akhir-akhir persidangan. Kami enggak tahu sebelum pemberian alat bukti ke persidangan, asetnya diapain dulu? Bisa saja dikotak-katik dulu asetnya di sana atau dikecilkan nilainya.

[Sanggahan ketua Tim JPU Jaksa Heri Jerman yang dikirim via WhatsApp kepada Tirto: Jangan percaya omongan Andika. Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan:

1. Andika ganti lawyer lima kali. Ini ada apa? Beberapa lawyer yang saya tanyakan Karena lawyer tidak percaya sama omongan Andika; 2. Mana ada saat P-21 jaksa bisa ketemu terdakwa? Dari penelitian berkas sampai P-21, jaksa hanya ketemu penyidik karena terdakwa masih status tahanan penyidik. Mustahil jaksa bisa ketemu dengan terdakwa.

3. Saya ketemu Andika hanya saat penyerahan tahap 2 (dari penyidik ke JPU) di Kejari Depok .. dan itu WAJIB ada karena PENYERAHAN TERSANGKA DAN BARANG BUKTI dari penyidik untuk dibuat Berita Acara Penyerahan … diteliti identitasnya jangan sampai salah orang .. Lalu apa yang dimaksud bertemu? Bertemu dengan terdakwa, sekali lagi itu wajib.

4. Saya masih bisa jaga integritas saya dalam menangani FT; 5. Mohon wartawan berpikir obyektif. Karena Andika seringkali mengeluarkan isu-isu yang kadangkala merugikan jaksa; 6. Andika mungkin saja merasa kecewa sama jaksa karena jaksa telah menuntut MAKSIMUM dan diputus maksimum. Dan itu seharusnya wartawan mengambil kesimpulan bahwa kita tidak main-main dalam menangani FT.

Soal tuduhan Andika mengapa barang bukti Nusa Dua baru diserahkan ke pengadilan, Heri Jerman: Itu kan saya harus ajukan ke hakim. Masak mau seenaknya saya sendiri? Saya ajukan saat saksi dari London datang ke sidang (Usya Soemiarti datang ke PN Depok pada 2 April 2018). Lihat dan baca pasal 81 UU No.10/2010 tentang TPPU (Isi pasal ini: Dalam hal diperoleh bukti yang cukup bahwa masih ada kekayaan yang belum disita, hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk melakukan penyitaan harta kekayaan tersebut.)

Jangan buat saya emosi gara-gara ocehan Andika. Amit-amit saya mau menyembunyikan barang bukti.]

Soal aset London ini, kepemilikan sahamnya seperti apa?

Aset di London itu 100% punya saya. Tapi karena dia (Usya) yang kelola, maka saya bagi: 60% saham untuk saya dan 40% untuk dia. Sekarang orangnya sulit dihubungi ... ketakutan dia.

[Jawaban Usya saat bertemu dengan Tim Indepth Tirto di London: "Saya menyesal pernah bertemu Andika dan Anniesa. Saya tidak mau membahas. Semuanya sudah saya ceritakan di pengadilan."]

Usya bilang aset restoran di London udah ditukar guling dengan apartemennya di Jakarta seharga Rp2 miliar. Apakah benar?

Itu siasat aja waktu itu agar aman.

Maksudnya "aman" bagaimana?

Apartemen dikasih ke saya sebenarnya karena dari awal investasi [ke restoran Nusa Dua] tidak ada keuntungan ke saya dan tidak ada laporan. Selalu rugi, katanya. Ketika ditangkap, saya langsung bilang ke Usya agar seolah tukar guling. Harga apartemen itu cuma Rp2 miliar.

Udah saya jagain di Bareskrim dengan seolah-olah tukar guling. Saya juga enggak dapat apa-apa, padahal sampai sekarang itu resto masih buka.

[Tambahan redaksi: Investasi Andika untuk restoran Nusa Dua senilai Rp12 miliar dari Rp24 miliar yang dia kirim ke Usya untuk keperluan lain, termasuk untuk biaya peragaan busana Anniesa dan biaya liburan ke London.]

Apartemen di mana?

The Aspen Peak Residence, Fatmawati, Jakarta Selatan.

Berarti restoran di London sebenarnya tetap milik Anda?

Benar.

Sejak tahun berapa Usya tidak melaporkan pendapatan dan pengeluaran restoran di London?

Dari awal.

Malah ada peralihan pengelola restoran Nusa Dua pada awal 2018. Ditipu dong?

Kurang-lebih, gitu. Ditipu umar, ditipu London juga.

Dengan Umar Bakadam bagaimana?

Jadi, saat saya serahkan jaminan sertifikat rumah Sentul dan kantor First Travel di Radar Auri ke Umar Bakadam, karena dia janji akan keluarkan 5.000 tiket, ternyata enggak dikasih ke saya. Kemudian, dia bilang harus dibalik nama ke anaknya Umar—(Halid Umar Bakadam)—untuk diagunkan ke bank karena nama dia bagus di perbankan.

Sampai saya ditangkap, dia ulur-ulur aja dan enggak ada hasil. Ketika saya di Polda, dia sodorkan ke saya beberapa kuitansi kosong untuk ditandatangani karena saya waktu itu stres tertekan, maka saya tandatangan. Ternyata, dia gunakan untuk kuitansi jual beli mobil yang semestinya hanya saya jaminkan ke dia.

Kemudian, saat Umar datang ke rumah tahanan Depok, dia menjanjikan untuk membantu mengurus di Kejaksaan, tapi syaratnya saya jangan menyerang dan membuka busuk dia pengadilan. Saya ikuti semua permintaan dia, tapi nyatanya sampai tuntutan 20 tahun, saya baru sadar kena akal-akalan Umar lagi.

Kuitansi itu di atas materai?

Ya.

Masih ingat, berapa kuitansi yang disodorkan?

Kayaknya sesuai jumlah mobil.

Tapi soal utang tiket dengan Umar, benar mencapai Rp90 miliar?

Itu belum pernah dicek bersama. Baru klaim sepihak. Biasanya mereka selalu naikkan harga tiket tiba-tiba.

Bukankah pada saat pembelian tiket, dikasih tahu dulu harganya?

Betul. Harga tahu di awal.

[Tanggapan Umar Bakadam melalui kuasa hukumnya Husni Farid Abdat: Kalau anggapan dia (Andika) gitu, sudah memberikan jaminan tapi kami enggak beri tiket, kok mau dia menyerahkan jaminan itu sebagai alat pembayaran? Berarti dia tahu utang segitu besar (kepada kami) karena kami sudah memberikan tiketnya.]

Anda bilang ada orang yang menghilangkan aset Anda, siapa?

Ada oknum yang menghilangkan dan mengurangi aset saya dari kejaksaan dan polisi.

Apakah Anda sadar menjadi target untuk dihancurkan?

Ia saya sadar itu. Sejak 2013 saya sudah diberi peringatan oleh orang. Mulai ada travel wisata umrah yang mengampanyekan biaya umrah 1.700 dolar lebih. Kalau di bawah itu disebut penipuan. Salah satu PIC (Person in Charge) First Travel juga mendapatkan peringatan. Pada 2015, dia diingatin untuk berhenti menjadi PIC First Travel alasannya mau dihancurkan dua tahun lagi. Benar: 2017 mulailah kasus FT.

[Sebagai pengingat: 28 Maret 2017, jemaah umrah terlantar berjam-jam di Bandara Soekarno-Hatta; 18 April 2017: Andika memberikan surat klarifikasi di Kementerian Agama (Kemenag); 22 Mei 2017: Kemenag mengundang pihak First Travel untuk mediasi dengan jemaah; 24 Mei 2017: Kemenag memanggil kembali First Travel tapi absen; 10 Juli 2017: Kemenag mengultimatum selama 7 hari untuk memberikan jumlah jemaah dan refund tapi tak direspons; 21 Juli 2017: Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan menghentikan penjualan paket umrah murah First Travel; 1 Agustus 2017: Kemenag mencabut izin First Travel; 8 Agustus 2017: Bareskrim mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Andika dan Anniesa.]

Pada saat Anda di persidangan, apa saja yang terjadi?

Pada masa persidangan, semua sudah dikondisikan. Saya merasakan itu. Dari kejaksaan, penyidik, pengadilan, dan pengacara saya.

Baca juga artikel terkait FIRST TRAVEL atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Indepth
Reporter: Andrian Pratama Taher & Reja Hidayat
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Reja Hidayat