Menuju konten utama

Bos Agung Sedayu Grup & Staf Khusus Ahok Diperiksa KPK

Bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan dan staf khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaya memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana suap terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Pantai Utara Jakarta.

Bos Agung Sedayu Grup & Staf Khusus Ahok Diperiksa KPK
chairman agung sedayu group sugianto kusuma alias aguan memasuki mobil usai diperiksa kpk di gedung kpk, jakarta, rabu (13/4). aguan diperiksa sebagai saksi selama kurang lebih 8 jam terkait kasus pembahasan raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil provinsi dki jakarta tahun 2015-2035 dan raperda tentang rencana tata ruang kawasan strategis pantai utara jakarta. tirto/tf subarkah

tirto.id - Bos PT Agung Sedayu Group, Sugiyanto Kusuma alias Aguan dan staf khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaya memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan tindak pidana suap terkait pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) Pantai Utara Jakarta.

Sebelumnya KPK telah menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Arieswan Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro sebagai tersangka pemberi suap sebesar Rp2 miliar kepada Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi terkait pembahasan Raperda Pantai Utara Jakarta.

"Diperiksa untuk Pak Sanusi dan Pak Ariesman," kata Sunny saat datang ke gedung KPK Jakarta, Rabu (13/4/2016).

Sementara itu Aguan juga datang memenuhi panggilan KPK, namun ia tidak berkomentar apapun dan langsung masuk ke ruang steril saksi KPK.

Untuk diketahui, Aguan merupakan pimpinan PT Agung Sedayu yang merupakan induk dari PT Kapuk Naga Indah, salah satu dari dua pengembang yang sudah mendapat izin pelaksanaan Reklamasi Teluk Jakarta. Perusahaan lain yang mendapat izin reklamasi adalah PT Muara Wisesa Samudera, anak perusahaan Agung Podomoro.

PT Kapuk Naga Indah mendapat izin reklamasi lima pulau (pulau A, B, C, D, E) dengan luas 1.329 hektar sementara PT Muara Wisesa Samudera mendapat jatah reklamasi pulau G dengan luas 161 hektar.

PT Kapuk Naga Indah telah mendapat izin pelaksanaan reklamasi dari Gubernur Fauzi Bowo yang diterbitkan pada 2012, sedangkan PT Muara Wisesa Samudera mengantongi izin pelaksanaan yang diterbitkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada Desember 2014.

Sementara Sunny Tanuwidjaja diduga pernah berkomunikasi dengan Aguan untuk membicarakan kewajiban pengembang reklamasi untuk membayar kontribusi 15 persen dalam Raperda tata ruang pantai utara Jakarta agar kontribusinya diturunkan hingga hanya menjadi 5 persen.

Sebelumnya dalam Peraturan Daerah No 8 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta, hanya diatur kewajiban pembuatan fasilitas sosial dan umum serta kontribusi pengembang seluas 5 persen lahan. Namun saat Basuki menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia menambahkan kontribusi 15 persen lahan sehingga pemerintah DKI Jakarta mendapat uang Rp48,8 triliun.

Dalam perkara ini, KPK telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis (31/3/2016). KPK menemukan barang bukti uang senilai Rp1,14 miliar dari total Rp2 miliar yang sudah diberikan Ariesman meski belum diketahui total commitment fee yang diterima Sanusi. Suap kepada Sanusi itu diberikan melalui Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.

KPK juga telah mengirimkan surat cegah terhadap lima orang yaitu sekretaris direktur PT Agung Podomoro Land (APL) Berlian, karyawan PT APL Gerry Prasetya, Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Sunny Tanuwidjaya, Direktur Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma dan petinggi Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan Sugianto.

Namun hingga saat ini belum diketahui apakah Sugianto juga ikut menyuap Sanusi atau anggota baleg DPRD lain karena KPK belum menetapkan tersangka lain.

KPK menjerat Sanusi berdasarkan sangkaan pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang patut diduga menerima hadiah dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Sedangkan kepada Ariesman Widjaja dan Trinanda Prihantoro disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

(ANT)

Baca juga artikel terkait AGUAN atau tulisan lainnya

Reporter: Agung DH