Menuju konten utama
24 Desember 2000

Bom Natal 2000: Sejarah Kelam di Malam Kudus

Pada malam Natal 2000, ledakan bom secara serentak menyerang sejumlah gereja di beberapa wilayah di Indonesia.

Bom Natal 2000: Sejarah Kelam di Malam Kudus
Ilustrasi tragedi bom Natal 2000. tirto.id/Deadnauval

tirto.id - Dua hari menjelang Lebaran 1421 Hijriyah, bom meledak serentak di sejumlah gereja di Indonesia saat bersamaan berlangsung Misa Natal pada Minggu, 24 Desember 2000, tepat hari ini 18 tahun lalu. Ledakan terjadi di Medan, Pematang Siantar, Batam, Pekanbaru, Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Bandung, Pangandaran, Kudus, Mojokerto, dan Mataram.

Di Batam, ledakan terjadi di Gereja Katolik Beato Damian Bengkong, Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Sungai Panas, Gereja Bethany Lantai II Gedung My Mart Batam Center, dan Gereja Pantekosta di Indonesia Pelita, Jalan Teuku Umar. Di Pekanbaru, bom meledak di Gereja HKBP Pekanbaru di Jalan Hang Tuah dan Gereja di Jalan Sidomulyo.

Sementara di Jakarta, bom menghajar empat gereja dan satu sekolah, yaitu Gereja Katedral, Gereja Matraman, Gereja Koinonia Jatinegara, dan Gereja Oikumene Halim, dan Sekolah Kanisius Menteng Raya.

Bom juga meledak di Sukabumi, tepatnya di Gereja Pantekosta Sidang Kristus di Jalan Masjid 20 Alun-alun Utara dan Gereja di Jalan Otto Iskandardinata.

Di Kudus, ledakan terjadi di Gereja Santo Yohanes Evangelis di Jalan Sunan Muria 6. Di Bandung, bom meledak di Pertokoan Jalan Cicadas dan di Jalan Terusan Jakarta 43.

Mojokerto diserang empat ledakan, yaitu Gereja Allah Baik di Jalan Tjokroaminoto, Gereja Santo Yosef di Jalan Pemuda, Gereja Bethany, dan Gereja Eben Haezer di Jalan Kartini.

Di Mataram, serangan bom terjadi di Gereja Protestan Barat Imanuel di Jalan Bung Karno, Gereja Betlehem Pantekosta Pusat Surabaya (GBPPS), dan Pekuburan Kristen Kapitan Ampenan.

Banser Jadi Juru Selamat

Rudi Sanusi Wijaya, Pendeta Gereja Eben Haezer, Mojokerto, mengisahkan saat-saat menjelang bom meledak dan menewaskan Riyanto, anggota barisan Ansor Serba Guna (Banser) yang sedang bertugas penjagaan gereja.

Pada 24 Desember 2000, Misa Natal berjalan lancar. Namun tiba-tiba jemaat dikagetkan dengan penemuan sebuah tas kecil di bawah salah satu bangku jemaat.

“Saat itu Misa Natal sudah selesai, para jemaat mulai meninggalkan gereja. Saya buka tas tersebut untuk mencari identitas pemiliknya. Ternyata tidak ada apa-apa selain bungkusan kado,” terangnya.

Namun, karena curiga, ia segera meminta pengurus gereja untuk menyerahkan bungkusan kado tersebut ke petugas keamanan. Namun sebelum bungkusan kado diberikan kepada petugas, bom lain yang terletak di luar gereja meledak.

Mulanya, bom pertama yang meledak ditemukan polisi di bawah telepon umum, di seberang jalan depan gereja. Saat diperiksa polisi, isinya rangkaian kabel. Oleh Riyanto, bom tersebut dimasukkan ke dalam saluran air.

“Dipikirnya bom itu seperti mercon jika dimasukkan ke dalam lubang saluran air dengan harapan supaya tidak meledak. Namun, bom itu meledak di dalam saluran air,” tambahnya.

Akibat ledakan tersebut, Riyanto terlempar sejauh 30 meter. Tubuhnya melayang melewati Gereja Eben Haezer dan mendarat di belakang rumah warga. Jenazahnya sulit dikenali.

Setelah ledakan itu, jemaat baru teringat bahwa di dalam gereja masih ada satu bungkusan lagi yang dicurigai sebagai bom. Bungkusan tersebut kemudian dibawa ke tengah jalan dan meledak.

Para Pelaku

Salah satu pelaku serangan Bom Natal tahun 2000, Umar Patek, mengisahkan persiapan menjelang peledakan bom di sejumlah gereja di Jakarta. Dulmatin, kawan Patek, mengajaknya ke Jakarta untuk bekerja.

“Kalau sudah tertata, kamu ikut saya ke Jakarta,” ujar Dulmatin kepadanya.

Beberapa hari kemudian ia mendapat kabar untuk segera menyusul Dulmatin. Di Jakarta, ia bertemu dengan Imam Samudera dan Mukhlas, dua orang terdakwa kasus Bom Bali.

Kepada Umar Patek, Imam Samudera menyampaikan bahwa dirinya hendak membalas dendam atas kejadian yang menimpa umat Muslim di Ambon dan Poso dengan meledakkan gereja-gereja di Jakarta.

Ia pun membantu Dulmatin mempersiapkan sejumlah bom yang akan diledakkan pada malam Natal tahun 2000. Menurutnya, kemampuan Dulmatin merangkai bom berasal dari Afghanistan.

“Semua personel yang pernah ke Afghanistan, pasti bisa meramu peledak,” ujarnya.

Beberapa hari menjelang rencana peledakan, Dulmatin terus meramu dan merangkai bom. Pada sore 24 Desember 2000, sejumlah bom siap diledakkan. Bersama Edi Setiono yang menyupiri mobil, Dulmatin dan Umar Patek lalu meluncur ke beberapa tempat sasaran. Selama perjalanan, Dulmatin mengatur jam peledakan.

“Semua diset jam 00.00, pake jam alarm, kayak yang dijual di pinggir jalan. Tinggal dipencet pas jam 9 katanya,” ujar Umar Patek.

Beberapa jam kemudian, bom-bom itu pun meledak di sejumlah gereja di Jakarta.

Infografik Mozaik Terorisme Jihad

Infografik Mozaik Terorisme Jihad

Sementara pelaku lain, Abdul Jabar, seperti dilansir Tempo, mengetahui beberapa tempat dan pelaku lain dari rangkaian bom Natal tahun 2000. Menurutnya, ia mengikuti rapat dengan para pelaku lain pada Oktober sampai November 2000 di Jalan Anggrek No. 4, Klender, Jakarta Timur.

Ia menambahkan bahwa rapat itu dihadiri juga oleh Husaib, Dulmatin, dan Musa alias Zulkili Marzuki, Hambali, dan Imam Samudera. Abdul Jabar bertugas membeli 10 detonator untuk meledakkan bom pada malam Natal atas Perintah Imam Samudera.

Dua tahun kemudian, Imam Samudera beserta jaringannya meledakkan bom dahsyat di Sari Club dan Paddy's Club, dua klab malam yang terletak di Legian, Denpasar, Bali. Sebanyak 202 nyawa melayang dan lebih dari 200 pengunjung luka-luka.

==========

Artikel ini pertama kali ditayangkan pada 14 Mei 2018 dengan judul "Mengenang Tragedi Bom Natal 2000". Kami melakukan penyuntingan ulang dan menerbitkannya kembali untuk rubrik Mozaik.

Baca juga artikel terkait TERORISME atau tulisan lainnya dari Irfan Teguh

tirto.id - Politik
Penulis: Irfan Teguh
Editor: Ivan Aulia Ahsan & Windu Jusuf