tirto.id - Pelaksanaan ibadah puasa Ramadan telah disyariatkan secara jelas dalam agama Islam, mulai dari hukum, syarat wajib, hingga keadaan tertentu yang membatalkan puasa. Lantas, bagaimana dengan kondisi perempuan yang baru saja selesai haid? Bolehkah sahur dulu baru mandi wajib haid dan bagaimana niatnya?
Salah satu keadaan yang mengakibatkan seseorang tidak diperbolehkan melaksanakan puasa adalah haid. Wanita haid dilarang berpuasa hingga ia suci dari menstruasi.
Jika sudah bersih dari haid lalu melaksanakan mandi besar atau mandi janabah, wanita harus melanjutkan puasanya pada hari lain.
Hari-hari puasa yang ditinggalkan sebelumnya harus dibayar pada hari yang lain atau biasa disebut dengan qadha. Hal yang sama juga berlaku bagi wanita yang dalam masa nifas (setelah melahirkan).
Wanita yang sudah selesai dari haid harus segera melaksanakan mandi wajib atau disebut juga dengan mandi junub. Namun, terkadang para wanita tidak bisa bersegera melaksanakan mandi junub. Dengan asumsi tersebut, bolehkah dia tetap berpuasa, dan mandi wajib di waktu setelah sahur?
Melansir dari laman resmi Kemenag Bali, menurut para ulama, orang yang junub pada malam hari di bulan Ramadan diperbolehkan mandi wajib setelah fajar atau setelah waktu subuh tiba.
Itu artinya tidak masalah bagi seseorang jika melaksanakan mandi junub atau mandi haid setelah subuh. Puasanya tetap dinilai sah. Kendati demikian, hal yang utama diamalkan adalah bersegera mandi junub sebelum waktu subuh supaya bisa memulai puasa dalam kondisi suci dari hadas besar.
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut:
“Barangsiapa di waktu subuh masih junub atau perempuan haid yang sudah suci sebelum fajar, kemudian keduanya tidak mandi kecuali setelah fajar, maka puasa pada hari itu sudah mencukupi bagi keduanya.”
Hal mendasar terkait pelaksanaan mandi junub setelah subuh ditunjukkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah;
"Nabi Muhammad SAW pernah berpagi hari dalam kondisi junub karena jimak, kemudian beliau mandi dan terus berpuasa,” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain dari Ummu Salamah RA, ia menyebutkan: “Rasulullah SAW tidak mengqadha [puasanya],” (H.R. Muslim).
Hadis tersebut menjadi dasar kebolehan melaksanakan mandi junub setelah subuh. Dengan demikian, seorang wanita diperbolehkan melaksanakan sahur terlebih dahulu baru kemudian mandi junub saat akan salat subuh.
Lantas bagaimana niat pelaksanaan puasa bagi kondisi wanita yang belum mandi junub? Sebuah hadis menunjukkan betapa pentingnya peran niat dalam pelaksanaan ibadah. Hadis berikut menunjukkan gambaran terkait pentingnya niat.
Dalam hadis Nabi saw disebutkan: “Dari Umar ra. [diriwayatkan] bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya semua perbuatan ibadah harus dengan niat, dan setiap orang tergantung kepada niatnya …” (Ditakhrijkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Iman).
Hadis lain menjelaskan bahwa: “Dari Hafshah Ummul Mu’minin ra. [diriwayatkan bahwa] Nabi saw bersabda: Barangsiapa tidak berniat puasa di malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” (Ditakhrijkan oleh al-Khamsah, lihat ash-Shan‘aniy, II, 153).
Hukum pelaksanaan puasa bagi wanita haid dan nifas adalah haram. Menurut Wahbah Zuhaili, bahasan soal haid dan nifas sudah menjadi konsensus ulama (ijma’), yakni wanita haid dan nifas tidak sah puasanya.
Puasa dalam keadaan haid dan nifas bukan saja tidak sah, tetapi juga haram. Himpunan Putusan Tarjih menyebutkan bahwa perempuan yang sedang haid wajib mengganti puasa di luar bulan Ramadan. Dengan demikian, hukum pelaksanaan puasa bagi wanita haid dan nifas bukan opsional melainkan obligasional.
Dalil dari hukum pelaksanaan puasa bagi wanita haid terdapat dalam sebuah pertanyaan Mu'adzah kepada Aisyah ra.: "Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha puasa dan tidak mengqadha salat?"
Kemudian Aisyah menjawab, 'Apakah kamu dari golongan Haruriyah? Aku [Mu'adzah] menjawab, 'Aku bukan Haruriyah, namun aku hanya bertanya.' Aisyah menjawab, 'Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha salat,'" (H.R. Muslim).
Salah satu keadaan yang mengakibatkan seseorang tidak diperbolehkan melaksanakan puasa adalah haid. Wanita haid dilarang berpuasa hingga ia suci dari menstruasi.
Jika sudah bersih dari haid lalu melaksanakan mandi besar atau mandi janabah, wanita harus melanjutkan puasanya pada hari lain.
Hari-hari puasa yang ditinggalkan sebelumnya harus dibayar pada hari yang lain atau biasa disebut dengan qadha. Hal yang sama juga berlaku bagi wanita yang dalam masa nifas (setelah melahirkan).
Baca juga:
Bolehkah Sahur Dulu Baru Mandi Wajib Haid?
Wanita yang sudah selesai dari haid harus segera melaksanakan mandi wajib atau disebut juga dengan mandi junub. Namun, terkadang para wanita tidak bisa bersegera melaksanakan mandi junub. Dengan asumsi tersebut, bolehkah dia tetap berpuasa, dan mandi wajib di waktu setelah sahur?
Melansir dari laman resmi Kemenag Bali, menurut para ulama, orang yang junub pada malam hari di bulan Ramadan diperbolehkan mandi wajib setelah fajar atau setelah waktu subuh tiba.
Itu artinya tidak masalah bagi seseorang jika melaksanakan mandi junub atau mandi haid setelah subuh. Puasanya tetap dinilai sah. Kendati demikian, hal yang utama diamalkan adalah bersegera mandi junub sebelum waktu subuh supaya bisa memulai puasa dalam kondisi suci dari hadas besar.
Sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu berikut:
“Barangsiapa di waktu subuh masih junub atau perempuan haid yang sudah suci sebelum fajar, kemudian keduanya tidak mandi kecuali setelah fajar, maka puasa pada hari itu sudah mencukupi bagi keduanya.”
Hal mendasar terkait pelaksanaan mandi junub setelah subuh ditunjukkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Sayyidah Aisyah dan Ummu Salamah;
"Nabi Muhammad SAW pernah berpagi hari dalam kondisi junub karena jimak, kemudian beliau mandi dan terus berpuasa,” (H.R. Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain dari Ummu Salamah RA, ia menyebutkan: “Rasulullah SAW tidak mengqadha [puasanya],” (H.R. Muslim).
Hadis tersebut menjadi dasar kebolehan melaksanakan mandi junub setelah subuh. Dengan demikian, seorang wanita diperbolehkan melaksanakan sahur terlebih dahulu baru kemudian mandi junub saat akan salat subuh.
Niat Puasa Bagi Wanita yang Baru Selesai Haid tetapi Belum Mandi Wajib
Lantas bagaimana niat pelaksanaan puasa bagi kondisi wanita yang belum mandi junub? Sebuah hadis menunjukkan betapa pentingnya peran niat dalam pelaksanaan ibadah. Hadis berikut menunjukkan gambaran terkait pentingnya niat.
Dalam hadis Nabi saw disebutkan: “Dari Umar ra. [diriwayatkan] bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya semua perbuatan ibadah harus dengan niat, dan setiap orang tergantung kepada niatnya …” (Ditakhrijkan oleh al-Bukhari, Kitab al-Iman).
Hadis lain menjelaskan bahwa: “Dari Hafshah Ummul Mu’minin ra. [diriwayatkan bahwa] Nabi saw bersabda: Barangsiapa tidak berniat puasa di malam hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” (Ditakhrijkan oleh al-Khamsah, lihat ash-Shan‘aniy, II, 153).
Hukum Pelaksanaan Puasa bagi Wanita Haid
Hukum pelaksanaan puasa bagi wanita haid dan nifas adalah haram. Menurut Wahbah Zuhaili, bahasan soal haid dan nifas sudah menjadi konsensus ulama (ijma’), yakni wanita haid dan nifas tidak sah puasanya.
Puasa dalam keadaan haid dan nifas bukan saja tidak sah, tetapi juga haram. Himpunan Putusan Tarjih menyebutkan bahwa perempuan yang sedang haid wajib mengganti puasa di luar bulan Ramadan. Dengan demikian, hukum pelaksanaan puasa bagi wanita haid dan nifas bukan opsional melainkan obligasional.
Dalil dari hukum pelaksanaan puasa bagi wanita haid terdapat dalam sebuah pertanyaan Mu'adzah kepada Aisyah ra.: "Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha puasa dan tidak mengqadha salat?"
Kemudian Aisyah menjawab, 'Apakah kamu dari golongan Haruriyah? Aku [Mu'adzah] menjawab, 'Aku bukan Haruriyah, namun aku hanya bertanya.' Aisyah menjawab, 'Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha salat,'" (H.R. Muslim).
(tirto.id - Sosial Budaya)
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Muhammad Fadli Nasrudin Alkof
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Muhammad Fadli Nasrudin Alkof