Menuju konten utama

Bocah India Diperkosa & Dibunuh, Konflik Agama yang Justru Memanas

Korban Muslim, pelaku Hindu. Ada yang minta tersangka dilepas. Ada juga yang menghalangi penyelidikan polisi. Tensinya jadi sektarian.

Bocah India Diperkosa & Dibunuh, Konflik Agama yang Justru Memanas
Kasus perkosaan dan pembunuhan Asifa Mohammad Yusuf yang baru berusia 8 tahun menyebabkan aksi protes di berbagai kota di India. AP/Aijaz Rahi

tirto.id - Pada 10 Januari lalu Asifa Bano bikin cemas keluarga. Kuda-kuda yang digembalakannya memang kembali ke rumah, tapi Bano tidak. Rupanya ada seorang laki-laki yang merayunya agar mau masuk ke dalam hutan. Bano, gadis polos usia delapan tahun asal Desa Kathua yang berjarak sekitar 70 km timur Kota Jammu, India, menuruti ajakan tersebut.

Sementara itu, mengutip BBC News, ibu Bano Naseema memberi tahu suaminya, Muhammad Yusuf Pujwala, bahwa Bano tak pulang-pulang. Malam harinya Naseema dan Pujwala masuk ke dalam hutan bersama warga desa lain, berbekal senter, lentera, dan kapak. Hasilnya nihil.

Dua hari berselang keduanya berangkat ke kantor polisi untuk melaporkan kejadian yang menimpa putri kesayangannya. Namun, kata Pujwala, pihak kepolisian tidak kooperatif. Salah satu petugas bahkan dengan enteng bilang Bano pasti kawin lari dengan bocah lelaki.

Kemarahan Pujwala makin menumpuk, dan tertumpah di sebuah demonstrasi yang ia selenggarakan bersama komunitas Muslim penggembala kambing dan kerbau di lembah Himalaya yang kerap disebut Gujjar. Jalan utama ditutup paksa sehingga membuat polisi menugaskan dua petugas untuk menyelidiki kasus hilangnya Bano.

Pagi hari tanggal 17 Januari, Pujwala sedang duduk-duduk di depan rumah saat seorang tetangga menghampiri dan memberi kabar: mayat Bano telah ditemukan. Lokasinya di hutan, mengenakan baju warna ungu yang terakhir ia pakai, tetapi dalam kondisi berlumuran darah.

“Ia telah disiksa. Kakinya patah. Kuku-kukunya menghitam, dan ada bekas biru memar juga tanda merah di lengan dan jari-jarinya,” ungkap Naseema.

Laporan Jeffrey Gettleman dari New York Times mengutip pernyataan kepolisian setempat bahwa Bano disekap, dicekik, lalu dipaksa minum obat tidur. Beberapa laki-laki lain datang, membantu pelaku menyeret tubuh mungil Bano ke sebuah kuil dan menguncinya di sana.

Selama tiga hari ke depan, siksaan bak sedang di neraka menghampiri Bano: ada kurang lebih tiga orang yang memperkosanya, berulang kali. Bano tak berdaya. Ia hanya bisa menangis, menggigil, kelaparan, dan ketakutan setengah mati. Ujung-ujungnya, ia dicekik sampai mati—usai salah satu pelaku diduga bersikeras memperkosa sekali lagi untuk terakhir kali.

Dugaan mengapa polisi terkesan malas menangani kasus hilangnya Bano terungkap dari pernyataan penyelidik. Delapan orang yang diamankan antara lain Sam Ram (60) pensiunan pegawai pemerintah yang dituduh merencanakan kejahatan, dibantu petugas kepolisian Surender Verma, Anand Duta, Tilak Raj, dan Deepak Khajuria.

Sisanya adalah anak Sam Ram, Visal, keponakannya, dan temannya Parvesh Kumar. Seluruhnya tertuduh memperkosa dan menbunuh Bano. Beberapa di antaranya sudah ada yang mengaku, sementara proses penyelidikan lanjuta masih berjalan. Semuanya beragama Hindu.

Sam Ram adalah penjaga kuil tempat Bano diperkosa dan dibunuh. Warga Kathua menganggap Ram sebagai pemimpin geng orang-orang Hindu fanatik yang mencoba merepresi komunitas Muslim. Reputasi ini sudah terbangun sejak lama. Sejak dahulu Ram dikenal punya sikap yang buruk terhadap perempuan-perempuan Muslim di Kathua.

Pemerkosaan di India terjadi terlalu sering hingga muncul sindiran “sapi di India lebih aman dari perempuan”. Khusus untuk kasus Bano yang memancing tuntutan keadilan dengan turun ke jalan dari publik seantero India, lapisan tabir mengenai akar permasalahan yang sebenarnya mulai sedikit demi sedikit terkuak.

Motif di balik kasus Bano, jika mengutip versi penyelidik, adalah teror terhadap warga Gujjar agar meninggalkan Kota Jammu. Para penggembala menggunakan lahan dan hutan publik untuk menggembala dan dianggap ancaman oleh sejumlah warga Hindu. Talib Hussain, aktivis HAM dan pengacara yang memimpin protes dukungan untuk keluarga Bano, menyebut kasus ini soal konflik lahan.

Pengacara yang membela tersangka, Ankur Sharma, tidak secara eksplisit membenarkan. Namun, ia memberikan pernyataan menarik tentang komunitas Muslim yang diklaim mencoba mendominasi Kota Jamu dengan cara memperbanyak keturunan dan unggul secara demografik. Penggembala yang hidup nomaden ia sebut mengeruk kekayaan hutan dan sumber air secara ilegal.

Sejak mayat Bano ditemukan dan tersangka diamankan, desas-desus di antara warga segera menghembuskan angin ke bara perseteruan klasik antara Muslim dan Hindu di India. Mula-mula terlihat di sepinya pemberitaan di Jammu, yang mayoritas Hindu. Di Srinagar, dekat lembah Khasmir yang mayoritas Muslim, kasus Bano di-blow up oleh media lokal dengan menempati tajuk utama.

Segerombolan nasionalis Hindu juga mengadakan demonstrasi. Bukan untuk menangisi Bano, tetapi menuntut dibebaskannya beberapa tersangka. Mereka menyatakan tak percaya pada polisi yang menjadi penyidik kasus, dan mengklaim penangkapan tersangka dilakukan secara acak belaka.

Kepolisian menyanggahnya dengan mengatakan mereka punya bukti fisik dan hasil tes DNA yang terkait dengan para tersangka pembunuh Asifa. Mereka juga telah mewawancarai lebih dari 130 saksi yang “benar-benar menguatkan fakta-fakta yang muncul ke permukaan.”

Demonstran nasionalis Hindu tetap tidak puas. Protes dan protes tandingan menyebar ke banyak tempat di India. Isunya jadi berskala nasional dengan debat yang memanas di media sosial. Protes pro-tersangka hadir di Kathua, termasuk diikuti oleh para perempuan Hindu yang membantu menutup jalan raya hingga menggelar aksi mogok makan.

Jika para tersangka tidak dibebaskan, “kami akan bakar diri,” kata salah seorang pengunjuk rasa, Bimla Devi, sebagaimana dikutip New York Times.

Elite politik, terutama dari Partai Bharatiya Janata, turut melibatkan diri. Pada awal Maret, misalnya, dua menteri pemerintahan Presiden Narendra Modi dari partai tersebut menghadiri protes melawan penahanan para tersangka kasus Bano, demikian yang dikabarkan Indian Express.

Dua elite tersebut adalah Menteri Kehutanan Chowdary Lal Singh dan Menteri Perdagangan dan Industri Chander Prakash Ganga. Keduanya mendorong agar kasus ini dilepaskan oleh kepolisian negara bagian. Mereka menambahkan bahwa Biro Penyelidikan Pusat India akan mampu menanganinya dengan lebih baik, plus bersikap lebih netral.

Namun permintaan ini juga dicurigai sebagai usaha untuk menghindarkan para tersangka dari hukuman yang sepatutnya. Biro Penyelidikan Pusat dianggap kepanjangan tangan rezim penguasa India, yang tak lain dari Partai Bharatiya Janata.

Protes ini diselenggarakan oleh Hindu Ekta Manch, sayap nasionalis Hindu yang setia menuntut pembebasan salah satu tersangka, yakni Khajuria yang berstatus sebagai petugas kepolisian khusus. Beberapa kali mereka menegaskan ingin pelaku pemerkosaan dan pembunuhan Bano untuk dihukum, akan tetapi ada pihak yang dinilai patut dilepas status tersangkanya.

Militansi orang-orang ini turut membuat proses penyelidikan terhambat. Dua minggu lalu, NDTV melaporkan bahwa seorang pengacara yang seperjuangan dengan Hindu Ekta Manch mencoba menghalangi petugas kepolisian memasuki pengadilan agar tidak bisa mengajukan surat tuntutan kepada tujuh dari delapan orang tersangka.

Maraknya kasus pemerkosaan masih menggerogoti nama India di dunia internasional. Korban anak-anak membuat situasinya kian keruh dan memancing kemarahan tak hanya warga Tanah Hindustan, tetapi juga di berbagai negara lainnya.

India tergolong sebagai salah satu negara yang paling tak aman untuk anak (perempuan), demikian menurut IBTimes UK. Menurut laporan Asian Centre of Human Right, ada lebih dari 48.000 kasus perkosaan anak sepanjang tahun 2001-2011. Angkanya meningkat 336 persen dari 2.113 kasus di tahun 2001 menjadi 7.112 kasus di tahun 2011.

Infografik India negara tak ramah anak

Menurut Biro Catatan Kejahatan Nasional yang dikutip Indian Express, total pemerkosaan di India tahun 2015 mencapai 34.651 kasus. Sebanyak 95 persen atau 33.098 kasus di antaranya dilakukan oleh pelaku yang dikenal korban. Bisa kerabat dekat, kerabat jauh, tetangga, dan lain sebagainya.

Khusus untuk kasus permerkosaan anak, totalnya mencapai 8.800 kasus. Kombinasi kekerasan seksual, penculikan, dan penyekapan menyumbang 81 persen dari total kasus kejahatan kepada anak. Totalnya ada 94.172 kasus, atau naik sebesar 5,3 persen dibanding tahun 2014 dengan 89.423 kasus.

Perjuangan keluarga Asifa Bano masih berlanjut, meski suara-suara sumbang juga terus menghampiri. Para simpatisan Bano di India tak kalah banyak, termasuk beberapa pesohor industri hiburan Bollywood. Dukungan datang baik menunjukkan sikap di media sosial maupun ikut turun ke jalan.

Mereka berharap keadilan dan penegakan hukum setegas-tegasnya. Agar Bano bisa jadi korban terakhir, dan kematiannya tak berujung jadi angka statistik belaka.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN SEKSUAL KEPADA ANAK atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Hukum
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Windu Jusuf