Menuju konten utama

BKN: Ada 430.000 Pejabat Eselon III, IV, V di Seluruh Indonesia

Implikasi pengurangan eselon dari lima menjadi hanya dua sangat banyak.

BKN: Ada 430.000 Pejabat Eselon III, IV, V di Seluruh Indonesia
Wali Kota Aminullah Usman (tengah) mengecek absensi manual kehadiran Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota Banda Aceh pada hari pertama masuk kerja di Banda Aceh, Aceh, Senin (10/6/2019). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/foc.

tirto.id - Dalam pidato pelantikannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan rencananya untuk memangkas jumlah eselon yang tadinya lima menjadi dua.

Terkait rencana tersebut, Kepala Biro Humas Badan Kepegawaian Negara (BKN) Mohammad Ridwan menjelaskan, hingga saat ini ada sekitar 430.000 ASN di level eselon III, IV, dan V.

"Jadi kita harus me-manage orang sebanyak itu," jelasnya kepada Tirto, Selasa (22/10/2019).

Ia merinci untuk jumlah eselon I di Indonesia ada 575 orang atau 0,12 persen. Sedangkan eselon II ada 19.463 orang atau 4,23 persen. Sehingga total eselon I dan eselon II di Indonesia ada sekitar 20.000 atau 4,35 persen. Sedangkan total eselon I sampai eselon V sekarang jumlahnya 460.067 orang.

Ridwan menambahkan, banyak hal yang harus dibahas sebelum kebijakan tersebut diterapkan. Hal ini karena implikasi penghapusan eselon itu cukup banyak. Misalnya untuk pejabat daerah seperti camat dan lurah yang merupakan pejabat eselon IV, tidak bisa dihapus. Jika pejabat tersebut kemudian diganti dari pejabat struktural ke fungsional, maka pelayanan di level daerah dikhawatirkan akan terganggu.

"Harus tepat skemanya. Artinya, kalau camat itu kan eselon, kepala desa itu eselon IV. Kalau kemudian semua jabatan dari eselonisasinya tidak ada, itu nanti siapa yang akan tanggung jawab, misalnya untuk pengurusan tanah. Kemudian administrasi, pendeknya gini," paparnya.

Sebenarnya kata dia, sebelum Presiden Jokowi memberikan penjelasan soal akan dihapusnya jabatan pejabat di level eselon, pemerintah sudah melakukan penyederhanaan jabatan. Misalnya Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang hanya memiliki jabatan-jabatan penting sisanya fungaional.

"Ada lagi di BPKP misalnya di kantor perwakilan BPKP itu hanya ada kepala kantornya baik itu eselon IIA kemudian kabag TU, nah eselon IV itu hanya kasubag-nya, hanya bersifat administratif misalnya di sektor keuangan. Kepegawaian dan umum, yang lain lain itu enggak ada lagi. Secara teknis itu di kantor perwakilan BPKP di seluruh provinsi itu enggak ada lagi eselon III, IV, V," jelasnya.

Pembahasan mengenai strategi untuk mengurangi jabatan eselon perlu dibahas juga dengan Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB).

"Kami akan cari cara pasti dengan kajian dulu. dengan PAN RB dengan teman -teman yang sudah memiliki pengalaman di situ [pengurangan eselon]. Di KPK juga gitu kan hanya ada deputi ada eselon satu kenapa biro eselon II kemudian eselon III dan IV-nya administratif itu kesekjenan tapi di deputi penindakan, direktur itu enggak ada lagi. Adanya pejabat struktural. Misalnya penyidik," jelasnya.

Ia mengatakan, proses yang dilakukan pun harus efektif dan jangan terburu-buru. Proses adaptasi dari penyesuaian pejabat untuk tak lagi ada di struktural pemerintah yaitu dua tahun.

"Kan kata Pak Jokowi jangan grasa-grusu, misalnya KPK jadi pegawai ASN, kan itu dalam waktu 2 tahun. Kita masih harus mendefinisikan skema yang tepat tadi. Kalau untuk pelayanan yang langsung bersinggungan ke masyarakat itu nampaknya eselon III - IV itu masih dibutuhkan," paparnya.

Belum lagi, penyesuaian yang harus disosialisasikan pada pejabat yang kemudian berubah menjadi fungsional. Ridwan mengatakan, ada konsekuensi finansial yang harus diterima oleh mantan pejabat-pejabat yang tadinya eselon III - IV - V tersebut.

"Ada konsekuensi finansial misalnya, tunjangan jabatan struktural eselon 4 berapa ya Rp1,5 juta, kemudian eselon 3 lebih besar lagi. Kemudian mereka jadi orang biasa tak ada tunjangan jabatan kemudian ada tugas dan wewenang khusus, bagi si ASNnya akan resisten. Nah ini yang kita coba, supaya enggak sampai gitu. Skemanya harus bagus dan sebagainya dan jabatan struktural itu harus melekat dari kewenangan plus dan fungsi," paparnya.

Baca juga artikel terkait ASN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Hukum
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti