Menuju konten utama

Bisnis Mayora Group, dari Roma sampai Le Minerale

Bermula dari produk biskuit, Mayora Group merambah ke bisnis wafer, cokelat, permen, kopi saset, makanan instan, hingga air minum kemasan. Total aset perusahaan dengan 30.000 karyawan ini pada 2016 sebesar Rp12,9 triliun.

Bisnis Mayora Group, dari Roma sampai Le Minerale
Kantor Mayora Group di Daan Mogot, Jakarta Barat. Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - PT Mayora Indah Tbk (MYOR) tak pernah berhenti berinovasi mengeluarkan produk baru. Tiap kali menampilkan iklan di televisi, slogan “Satu Lagi dari Mayora” selalu muncul di akhir iklan. Slogan pemasaran ini mengisyaratkan selalu ada produk baru dari salah satu pemain dalam industri makanan dan minuman di Indonesia itu.

Mayora sudah berkiprah di Indonesia sejak 1977. Nama Mayora berkibar menyusul produk andalannya, biskuit kelapa Roma sejuta umat, meledak di pasaran pada akhir 1970-an. Roma segera jadi pesaing biskuit Khong Guan yang lebih dulu merajai pasaran. Berdasarkan survei TOP Brand tahun 2014-2016, Roma selalu menempati posisi teratas dalam TOP Brand Index, yang terus menguat persentasenya, di atas Khong Guan dan Biskuat.

Ekspansi bisnis Mayora tak hanya dalam produk biskuit. Pada akhir 1980-an, ia menggarap pasar kembang gula, mengenalkan permen rasa kopi pertama di Indonesia dengan produk Kopiko. Sama seperti Roma, Kopiko merajai pasaran karena belum ada pesaing permen rasa kopi. Tidak hanya di Indonesia, Kopiko sudah dipasarkan di 50 negara.

Selain biskuit dan kembang gula, Mayora juga mengeluarkan beberapa produk lain yang terkenal enak didengar dan melekat di benak konsumen. Sebut saja wafer Beng-beng, cokelat Choki-choki, dan kopi saset Torabika. Di pasar makanan instan, mereka punya produk andalan Mi Gelas dan sereal Energen. Untuk produk minum kemasan, mereka punya Kopiko 78, Teh Pucuk Harum, dan Le Minerale.

Laris manisnya bisnis Mayora membuat seorang pendirinya, komisaris utama Jogi Hendra Atmaja, lekas melejit menjadi orang terkaya di Indonesia. Pada 2016 Hendra Atmaja menempati peringkat ke-35 orang terkaya di Indonesia, naik dari tahun sebelumnya di peringkat 44, versi Forbes. Total kekayaannya sebesar 850 juta dolar. Sementara, per 31 Desember 2016, total aset perseroan dan anak perusahaan Mayora sebesar Rp12.922 miliar, meningkat dari tahun sebelumnya Rp11.342 miliar.

Ekspansi ke Minuman

Untuk produk minum kemasan, Mayora memang baru bermain belakangan. Teh Pucuk Harum, misalnya, kali pertama dikenalkan pada 2011 dan langsung mencuri pasar Teh Sosro. Mayora menggeber pengeluaran iklan mereka di televisi untuk merebut pangsa pasar ini.

Berdasarkan Adquest Nielsen tahun 2011, Teh Pucuk Harum mengeluarkan anggaran iklan sebesar Rp94,55 miliar di televisi, dua kali dari pengeluaran iklan Teh Sosro (Rp49,97 miliar). Saat Teh Sosro menggelontorkan duit iklan Rp129,26 miliar pada 2012, Teh Pucuk Harum mengucurkan dana iklan Rp131,84 miliar di televisi.

Lewat PT Tirta Fresindo Jaya, Mayora merambah pula ke pasar air minum dalam kemasan dengan merek Le Minerale. Dua pabrik baru dibangun di Cianjur dan Palembang pada akhir 2016, dengan total investasi mencapai Rp1,4 triliun. Ini menambah lima pabrik lain yang sudah berdiri di Ciawi, Sukabumi, Pasuruan, Medan, dan Makassar. Mayora menargetkan produksi hingga 5 juta karton per bulan dari 1 juta karton per bulan demi bersaing dalam pangsa pasar tersebut.

INFOGRAFIK HL Kasus Air Pandeglang

Bisnis Air Minum di Indonesia

Rahmat Hidayat, ketua umum Asosiasi Pengusaha Air Minum dalam Kemasan, mengatakan bahwa peluang bisnis di ceruk pasar ini memang masih besar. Sejak 2015, produksi air minum kemasan terus meningkat, dari 24,7 miliar liter menjadi 26,8 miliar liter pada 2016. Pada 2017, Asosiasi menargetkan peningkatan 9 persen dalam bisnis air di Indonesia.

“Kalau bicara soal kebutuhan pasar air minum … semua orang butuh. Peluangnya masih bagus,” kata Rahmat kepada Tirto.

Meski peluangnya masih besar, pasar bisnis air tetap didominasi pemain lama seperti Aqua (Danone). Le Minerale, sebagai pemain anyar, belum tercatat dalam lima besar penguasa bisnis air minum di Indonesia. Menurut riset Goldman Sachs tahun 2015, Aqua menguasai pasar hingga 46,7%, disusul Club 4% (Indofood), 2 Tang 2,8% (PT Tang Mas), Oasis 1,8% (PT Santa Rosa Indonesia), Super O2 1,7% (Garuda Food), dan Prima 1,4% (Sosro).

Namun, sebagai pemain baru, Le Minerale tampak agresif dalam langkah pemasaran. Baru-baru ini Le Minerale menyomasi Aqua lantaran dugaan ada indikasi persaingan usaha tidak sehat yang melibatkan distributor. Kasus ini belum ada penyelesaian sampai laporan ini dirilis.

Tak cuma itu, PT Tirta Fresindo Jaya juga sudah merencanakan pabrik baru di kawasan perbatasan Serang dan Pandeglang, sejak awal 2014. Izin usaha mereka baru sebatas pembelian areal lokasi pabrik. Mereka juga belum memperbarui dan mengajukan izin yang sudah kedaluwarsa. Kehadiran mereka ditentang warga sekitar yang merasa sumber mata airnya terancam. Aksi penolakan warga berujung pembakaran sebuah beko dan perusakan kantor perusahaan.

Kasus yang terjadi di Pandeglang ini menambah daftar panjang penolakan serupa di pelbagai lokasi pabrik air minum kemasan, tak cuma untuk bisnis Mayora. Bisnis dan perang air di Indonesia menjadi bagian dari ancaman dan krisis ekologi global.

Baca juga artikel terkait MAYORA GROUP atau tulisan lainnya dari Mawa Kresna

tirto.id - Bisnis
Reporter: Mawa Kresna
Penulis: Mawa Kresna
Editor: Fahri Salam