Menuju konten utama

Bisnis Jual-Beli Lahan di Proyek Kereta Cepat

PT Kereta Cepat Indonesia Cina (KCIC) menutupi-nutupi informasi apa pun tentang PT Arjuna sebagai perantara jual-beli lahan proyek kereta cepat.

Bisnis Jual-Beli Lahan di Proyek Kereta Cepat
Pekerja menggali tanah dengan cangkul untuk membuat saluran air di lokasi proyek kereta cepat di Desa Mandalasari, Cimahi, Jawa Barat. Tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Saat Presiden Joko Widodo meresmikan peletakan batu pertama proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, 21 Januari 2016, segera saja PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pengembang proyek menunjuk pihak ketiga buat membereskan pengadaan lahan.

Lahan-lahan sawah warga, industri, dan Perhutani, akan dipakai buat lokasi transit (Transit Oriented Development) serta trase alias sumbu jalan kereta cepat sepanjang 142,3 kilometer. Lahan-lahan ini meliputi 9 kota dan kabupaten: Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Bandung Barat, Cimahi, dan Kota Bandung.

Pengembang memilih PT Arjuna untuk berperan dalam “pembebasan dan ganti-rugi” lahan. Itu lantas ditegaskan dalam satu pengumuman di akun resmi Facebook PT KCIC pada 3 Desember 2016. Belakangan, KCIC mengklaim telah menghentikan kontrak kerja sama dengan PT Arjuna dan sejak 20 Juli 2017 sudah memakai UU Nomor 2 Tahun 2012, Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Alasannya, menurut Humas Korporat KCIC Febrianto Arif Wibowo, pendekatan proyek sudah berubah, dari semula bisnis ke bisnis menjadi proyek untuk “kepentingan umum.”

“Saat ini sudah enggak. Dulu betul, kemarin betul,” kata Febrianto lewat telepon, Senin kemarin.

Di lapangan, pola ganti-rugi lahan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mengalami hambatan.

Kami mendatangi lokasi yang jadi areal groundbreaking di Desa Mandalasari, Bandung Barat. Dudi Hubaidi, seorang warga di sana, mengatakan tawaran harga PT Arjuna tergolong murah untuk membeli lahan sawah keluarga besarnya seluas 1,6 hektare. Per meter, katanya, PT Arjuna menawarinya hanya Rp180 ribu.

Padahal, kata Dudi, harga tanah di lokasi yang jauh dari jalan Cikalongwetan saja sekitar Rp200 ribu/meter.

Pada Desember 2016, kepala desa mengadakan pertemuan antara warga dan wakil PT Arjuna. Namun, pertemuan ini buntu. Dudi mau mengizinkan lahannya dibeli asalkan dihargai Rp2 juta/meter.

“Yang membeli tanah itu PT Arjuna. Nanti dijual lagi ke KCIC,” kata Dudi, pertengahan Juli lalu.

Menurut Adey, Kepala Desa Mandalasari, selain Dudi ada satu warga di desanya yang menolak tawaran harga tanah dari PT Arjuna.

“Kedua orang tersebut memiliki lahan sebesar 4 hektare,” katanya, menambahkan warga di sejumlah desa lain termasuk di Desa Rende dan Desa Cikalong juga masih kekeh mempertahankan tanah mereka.

Menurut Adey, semula pihak PT KCIC yang mau turun ke lapangan untuk pembebasan lahan. Tapi, karena masyarakat minta pembayaran tunai, proses kompensasi didelegasikan ke PT Arjuna.

Kebanyakan warga, ujar Adey, telah menerima kompensasi lahan. Ada 33 kepala keluarga di Cikuda dan 24 KK di Pangleseran yang rampung proses pembayarannya oleh PT Arjuna. Harga tanahnya berkisar antara Rp180 ribu sampai Rp250 ribu.

“PT Arjuna yang menalangi,” kata Adey.

Biaya Proyek Membengkak, Ganti Rugi Lahan Tersendat

Pola penalangan kompensasi lewat pihak ketiga menjadi opsi KCIC di tengah terhambatnya pembiayaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung oleh Bank Pembangunan China. Berdasarkan laporan keterbukaan informasi PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), 75 persen pembiayaan total proyek akan ditanggung oleh dana perbankan, sisanya kas internal masing-masing konsorsium PT KCIC.

Selain itu, modal tahap kedua dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) belum juga terwujud. PSBI adalah konsorsium yang ada dalam PT KCIC mencakup empat BUMN: PT WIKA, PT Kereta Api Indonesia (persero), PT Perkebunan Nusantara VIII, dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk.

Problem taksiran total dana proyek pun dievaluasi. Semula 5,12 miliar dolar AS tapi belakangan membengkak 5,99 miliar dolar AS. Artinya, ada kenaikan hampir 800 juta dolar AS atau setara Rp10,6 triliun.

Baru-baru ini Presiden Jokowi bahkan minta porsi konsorsium BUMN dan perusahaan Cina di KCIC diubah: semula 60 persen dan 40 persen, berubah menjadi 10 persen dan 90 persen, untuk PT PSBI dan China Railway Corporation.

Pembiayaan proyek yang tersendat tentu berpengaruh pada proses jual-beli lahan warga, yang seringkali memicu konflik-konflik agraria.

Baca:

Itu terjadi misalnya pada warga di Perumahan Lembah Teratai, Bandung Barat. Tak ada kejelasan dari pihak KCIC untuk mengatasi problem ganti rugi lahan di kompleks perumahan tersebut selama setengah tahun terakhir.

Yulianto Raharjo, ketua rukun tetangga sekaligus ketua perwakilan warga Perumahan Lembah Teratai, yang lahannya bakal kena gusur, mengatakan pada Januari 2017 ada pertemuan di balai desa antara warga dan kepala desa serta perwakilan PT KCIC. Namun, yang datang bukan perwakilan KCIC, melainkan tentara dari Bintara Pembina Desa (Babinsa) dan Badan Pembina Masyarakat (Babinmas).

Namun setelah pertemuan itu tak ada kejelasan, termasuk soal harga ganti rugi lahan. Pihak KCIC bahkan memberi “banyak alasan” saat warga menuntut kejelasan dari ganti-rugi tersebut. Apalagi menurut Yulianto, pihak KCIC pernah berjanji akan menghargai tanah warga 10 kali dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

“Warga bukan berharap dikasih ganti rugi, ganti untung, dan sebagainya. Kita butuh kepastian aja dari KCIC, jangan digantung begini,” ujar Yulianto.

Akhirnya, setelah warga mengirim surat resmi kepada KCIC melalui WIKA, barulah ada respons. Namun, pada pertemuan berikutnya, orang dari PT KCIC mengajukan tawaran harga tanah yang tidak masuk akal.

“Mereka menawarkan Rp380 juta untuk tipe rumah standar dengan luas 73 meter persegi. Padahal, harga pasaran rumah standar di sini sudah Rp400 juta,” ujar Yulianto, sembari membandingkan bahkan harga rumah di kawasan terdekat sudah mencapai Rp600 juta untuk rumah standar.

“Jadi harga yang ditawarkan mereka tidak pantas lagi,” tambahnya.

Yulianto makin kecewa lagi, saat ada beberapa orang yang datang ke rumahnya mengaku sebagai perwakilan KCIC tapi tanpa kejelasan indentitas. Di sisi lain, orang-orang itu ingin mengorek informasi harga tanah yang diinginkan warga, sehingga memunculkan kecurigaannya.

"Ada perwakilan yang datang, tapi tidak bisa membuktikan bahwa dia perwakilan dari KCIC," katanya.

Infografik HL Indepth Kereta Cepat

Perusahaan 'Siluman'

Di sejumlah media, nama perusahaan yang menyediakan jasa pengadaan lahan buat proyek kereta cepat kerap ditulis sebagai PT Arjuna Anugrah Berkah.

Febrianto Arif Wibowo, humas korporat KCIC, membenarkan nama lengkap perusahaan tersebut. Ia bilang ada “banyak faktor” dan “menghitung matang” mengapa PT KCIC menunjuk PT Arjuna sebagai pihak yang membebaskan lahan, tapi enggan menjelaskan lebih rinci.

“Biar Dirut saja yang jawab,” kata Febrianto.

Reporter Tirto menemui direktur utama PT KCIC Hanggoro Budi Wiryawan untuk menjelaskan alasan memilih PT Arjuna. Hanggoro memilih bungkam dengan alasan “belum boleh buat pernyataan apa pun” dan “harus menghormati perintah atasan.”

Komisaris PT KCIC Sahala Lumban Gaol pun sama. Wajahnya berubah kaget saat ditanya soal PT Arjuna. “Gue enggak ngerti itu. Pokoknya enggak ngerti itu,” ujar Sahala, yang justru minta reporter Tirto untuk bertanya kepada direksi PT KCIC.

Entri semua perusahaan yang terdaftar di Indonesia bisa dilihat di situsweb Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) Kementerian Hukum dan HAM. Namun, tak ada satu pun nama “PT Arjuna” maupun “PT Arjuna Anugrah Berkah” dari penelusuran lema perusahaan.

Menurut Rian Arvin, kepala sub bagian Humas Kemenkum dan HAM, perseroan terbatas yang terdaftar resmi pasti ada dalam direktori data di Ditjen AHU.

“Cek di sini paling valid (basis data Ditjen AHU). Kalau enggak ada (terdaftar), itu bodong,” ujarnya lewat telepon, 21 Juli lalu, seraya menambahkan Ditjen AHU rutin memperbarui daftar perseroan terbatas.

Baca juga artikel terkait PROYEK KERETA CEPAT atau tulisan lainnya dari Reja Hidayat

tirto.id - Politik
Reporter: Reja Hidayat, Suhendra & Fahri Salam
Penulis: Reja Hidayat