Menuju konten utama

Bisakah Target Pertumbuhan 6,7% di Q2 2021 Tercapai Tanpa Mudik?

Pemerintah mematok target tinggi dalam pertumbuhan ekonomi. Tapi apa itu bisa dicapai saat mudik dilarang?

Bisakah Target Pertumbuhan 6,7% di Q2 2021 Tercapai Tanpa Mudik?
Karyawan melihat telepon selulernya dengan latar belakang gedung bertingkat di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (5/2/2021). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.

tirto.id - Pemerintah mematok target ambisius untuk dikejar pada kuartal II (Q2) 2021 ini: pertumbuhan ekonomi mencapai 6,7% berbekal momentum Lebaran. Angka tersebut mau tak mau harus dicapai sebab jika tidak pemerintah khawatir tak memiliki cukup daya untuk mengerek pertumbuhan ekonomi 2021 kembali ke level pra-COVID-19, yaitu kisaran 5 persen.

Target tumbuh positif 6,7% juga dihitung untuk mengompensasi pertumbuhan Q1 2021 yang diyakini masih di zona minus, tepatnya kontraksi 1% sampai kontraksi 0,1%, menurut prediksi Menteri Keuangan Sri Mulyani, Selasa (22/3/2021).

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, dalam keterangan tertulis, Minggu (11/4/2021), tak menampik bila larangan mudik akan sedikit-banyak berpengaruh pada realisasi pertumbuhan Q2 2021. Namun Susi memastikan pemerintah tidak tinggal diam dan akan tetap berupaya menjaga konsumsi masyarakat. “Dengan berbagai program pada saat hari belanja online nasional (Harbolnas) dan dengan meningkatkan daya beli,” ucap Susi.

Lalu ada percepatan pencairan program perlindungan sosial reguler menjadi sebelum Lebaran. Kemudian bansos beras bagi masyarakat selama masa larangan mudik.

Dunia usaha juga diminta berpartisipasi. Salah satunya dengan imbauan membayar THR tepat waktu dan tanpa dicicil, semua demi Rp215 triliun bisa beredar di pasar.

Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai Lebaran memang memiliki peran yang penting bagi perekonomian Q2 2021. Sebelum pandemi saja, Lebaran tercatat menyumbang tren peningkatan konsumsi pada kuartal berjalan yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi periode itu.

Hal ini bisa diamati dari pola pertumbuhan ekonomi secara kuartal ke kuartal atau qtoq. Setiap kuartal yang memiliki momentum lebaran akan tumbuh lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya, lalu menurun lagi. Misalnya Lebaran yang jatuh di Juni 2018 dan 2019. Momentum itu menyebabkan pertumbuhan Q2 tahun tersebut mencapai 4,21% qtoq dan 4,2% qtoq. Namun, pada Q3, pertumbuhan kembali turun menjadi hanya 3,09% qtoq dan 3,06% qtoq.

Yusuf mengatakan pertumbuhan tahun ini sebenarnya akan tetap positif, terutama setelah sejumlah indikator terus merangkak naik ke zona positif seperti Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur yang mencapai 53,2 poin pada Maret, lalu Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang sudah mencapai 93,4 per Maret. Sayangnya angka-angka ini masih belum cukup menandakan pertumbuhan akan bisa terkerek tinggi.

“Q2 2021 akan mencapai level positif dari tahun lalu, tapi belum tentu setinggi yang diprediksi pemerintah,” ucap Yusuf kepada reporter Tirto, Senin (12/4/2021).

Pertumbuhan Q2 2021 masih sangat bergantung pada seberapa baik pemerintah menjaga konsumsi masyarakat, terutama saat pelaku usaha memberi sinyal membayar THR dicicl karena alasan terdampak COVID-19. Belum lagi sejumlah harga bahan pokok yang akan mengalami kenaikan lebih parah lantaran kendala cuaca dan terhambatnya importasi.

Sejalan dengan Yusuf, ekonom dari UI Ninasapti Triaswati, dalam wawancara Power Lunch, Jumat (9/4/2021), mengaku pesimistis target pemerintah dapat tercapai. Ia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia di Q2 2021 tidak akan jauh-jauh dari kisaran 4 persen, apalagi setelah ada larangan mudik.

Hal ini mengacu pada prediksi sejumlah lembaga dunia. Misalnya OECD yang memprediksi pertumbuhan 2021 RI di kisaran 4,9%, IMF di kisaran 4,3%, serta Bank Dunia yang ada di kisaran 4,4%.

Menurutnya prediksi para lembaga itu akan tercermin pada rata-rata 4 kuartal di 2021. Dengan kata lain, pertumbuhan per kuartalnya diyakini tidak akan terlalu jauh dari kisaran itu sehingga tidak akan mencapai target 6-7%, apalagi 8% yang sempat dicanangkan pemerintah pada Q2 2021.

“Sekitar itu saja. Itu sekitar 4 persenan Q2 kita. 4,5 persen saja sudah bagus sekali,” ucap Nina.

Ia menambahkan, “akhir tahun minus 2,07%, bisa positif (di 2021) saja sudah bagus.”

Meski demikian, Nina meyakini pemerintah masih bisa mengejar pertumbuhan lebih tinggi di Q3 dan Q4 2021. Pasalnya, pemerintah memiliki lebih banyak waktu untuk mengatasi masalah kesehatan yang dapat memberi ketenangan bagi masyarakat untuk beraktivitas dan membelanjakan uangnya kembali.

Ia menyarankan pemerintah memfokuskan diri dalam penanganan COVID-19. Selain menekan kasus baru, menurutnya pemerintah harus mampu meningkatkan vaksinasi yang realisasinya masih tertahan di sekitar 10 juta orang untuk dosis pertama.

“Ketika kita sudah berhasil masalah kesehatan, Q3-Q4 bisa digenjo,” ucap Nina.

Baca juga artikel terkait PERTUMBUHAN EKONOMI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino