Menuju konten utama

Bisakah Diskriminasi di Liga Inggris Dihapus oleh "Rooney Rule"?

Hanya ada 5 orang yang jadi manajer di empat divisi teratas sepakbola Inggris. Hanya 1 yang jadi manajer di Premier League.

Bisakah Diskriminasi di Liga Inggris Dihapus oleh
Auberge du Jeu de Paume, Chantilly, Prancis - 28/6/16 FA chief executive Martin Glenn saat konferensi pers. REUTERS / Lee Smith

tirto.id - Sepanjang sejarah, terdapat lima belas orang pernah (dan masih) mengemban jabatan pelatih kepala tim nasional (laki-laki) Inggris senior. Jumlahnya bertambah menjadi sembilan belas jika empat pelatih kepala yang berstatus sementara (interim) juga disertakan. Dan semuanya orang kulit putih.

Kulit putih mendominasi. Diskriminatif kepada kulit hitam atau kulit kuning dan kelompok minoritas lainnya?

Orang bisa berdebat untuk menjawab pertanyaan itu. Namun setidaknya Football Association, PSSI-nya Inggris, merasa perlu ada perubahan.

Selasa (9/1) lalu, FA mengumumkan telah mengadopsi Rooney Rule dan akan menerapkannya segera. Aturan ini berlaku untuk semua tim nasional sepakbola Inggris, laki-laki maupun perempuan, di semua tingkatan -- dari yunior hingga senior.

Dengan diterapkannya Rooney Rule, FA akan mewawancarai setidaknya satu kandidat kulit hitam, Asia, dan etnis minoritas (BAME – black, Asian and minority ethnic) untuk posisi pelatih kepala atau staf pelatih tim nasional. BAME, di bidang kepelatihan tim nasional sepakbola Inggris, selalu menjadi minoritas. Saat ini saja, hanya ada satu BAME di tim nasional Inggris: Kevin Betsy.

Pria yang pernah bermain untuk Fulham dan Barnsley ini merupakan keturunan warga asal Republic of Seychelles, wilayah yang berada di Samudera Hindia, terletak di antara Maladewa dan Somalia. Sejak April 2016, Kevin ditunjuk oleh FA sebagai pelatih kepala tim nasional laki-laki Inggris U15.

Siapa Sebenarnya Pencetus Rooney Rule?

Dennis Green memiliki catatan yang sangat baik. Sepanjang masa jabatannya sebagai pelatih kepala Minnesota Vikings, Green selalu berhasil membawa timnya meraih winning record (jumlah kemenangan lebih banyak dari jumlah kekalahan dalam satu musim NFL). Pada 2001, catatan Green tak lagi sempurna. Losing record pertama dalam sepuluh tahun (5-11) membuatnya dipecat oleh Vikings.

Tepat di atas Vikings di “tabel klasemen” regular season NFC Central adalah Tampa Bay Buccaneers, yang dilatih oleh Tony Dungy. Dungy dan Buccaneers meraih winning record kala itu (9-7), namun nasib Dungy pada akhirnya sama dengan Green. Untuk kali pertama sepanjang sejarahnya, Buccaneers memecat pelatih dengan winning record.

Green dan Dungy sama-sama dipecat walau performanya tak buruk-buruk amat. Bahwa keduanya sama-sama berkelompok etnis Afrika-Amerika tampak seperti kebetulan, hingga pada 2002 Cyrus Mehri dan Johnnie Cochran – keduanya pengacara ternama yang banyak menangani kasus diskriminasi – melakukan penelitian yang kesimpulannya menunjukkan bahwa pelatih kepala kulit hitam, walau cakap dalam melaksanakan tugas, memiliki peluang diangkat yang lebih kecil dan peluang dipecat yang lebih besar ketimbang pelatih kepala kulit putih.

Pemecatan Green dan Dungy yang diikuti oleh hasil penelitian Mehri dan Cochran menjadi perdebatan publik. Ke dalam perdebatan ini masuklah Daniel Milton Rooney, pemilik Pittsburgh Steelers sekaligus kepala komite keragaman National Football League.

Pria yang lebih dikenal dengan nama Dan Rooney tersebut kemudian memimpin dan pengembangan dan penerapan kebijakan baru untuk mengatasi masalah diskriminasi di NFL. Kemudian tercapai dan diterapkanlah kebijakan baru yang mengharuskan klub-klub NFL, dalam proses pencarian pelatih kepala, mewawancarai setidaknya satu pelamar dari golongan minoritas. Kebijakan ini kemudian dikenal dengan nama Rooney Rule.

Masalah diskriminasi tak serta merta selesai dengan diterapkannya Rooney Rule. Namun kebijakan ini, setidak-tidaknya, “memaksa” para pengambil keputusan untuk berhadapan dengan kandidat yang, tanpa kebijakan ini, normalnya mereka tolak. Dan pada akhirnya, Rooney Rule terbukti meningkatkan keterlibatan pelatih minoritas di NFL. Pada musim 2011, rekor tercipta ketika delapan tim NFL dikepalai pelatih minoritas. Sampai sekarang rekornya belum pecah, namun pada musim 2017 jumlah pelatih kepala minoritas sama banyak dengan 2011.

Rooney Rule kemudian berdampak luas di Amerika Serikat. Rooney Rule tidak hanya memberi kaum minoritas peluang yang lebih besar untuk melatih di NFL, tetapi juga mendorong organisasi-organisasi di luar NFL untuk menerapkan aturan serupa. Beberapa di antaranya adalah Facebook dan Xerox. Begitu juga dengan Pinterest, Intel, dan Amazon.

FA Terlambat Menyadari

Martin Glenn, chief executive FA, saat menyampaikan diberlakukannya Rooney Rule dalam tata kelola sepakbola Inggris, menjamin aturan ini diterapkan di semua tingkatan. Termasuk ketika menentukan pengganti untuk Gareth Southgate, pelatih kepala tim nasional laki-laki Inggris senior. Di antara para pelatih kepala di 28 tim nasional Inggris, posisi Southgate adalah yang paling bergengsi.

Langkah FA terhitung telat. Bukan hanya karena Rooney Rule yang asli sudah berlaku di NFL (Amerika Serikat) sejak 2003, tetapi juga karena English Football League atau EFL (badan yang membawahi klub-klub divisi kedua hingga keempat Inggris) sudah menerapkan aturan sejenis sejak Juni 2016.

Rooney Rule versi EFL bernama Voluntary Recruitment Code, dan awalnya diujicobakan di sepuluh (dari 72) klub EFL. Namun ujicoba itu hanya dilakukan di level yunior. Per hari pertama tahun 2018, aturan tersebut berlaku untuk semua klub anggota EFL dan berlaku di semua tingkatan, termasuk tim utama.

Voluntary Recruitment Code tidak bersifat mengikat. Sebuah klub tetap boleh menunjuk satu orang tertentu untuk mengisi posisi tertentu jika, misalnya, pergerakan cepat dibutuhkan dalam proses perekrutan.

EFL dan FA, walau demikian, melangkah ke arah yang benar. Diskriminasi selalu menjadi penghambat kaum minoritas yang memiliki keinginan untuk berkarier di bidang kepelatihan. Rooney Rule menjanjikan terbukanya pintu untuk mereka.

infografik rooney rule

BAME Masih Minoritas

Sports People’s Think Tank sejak 2014 rutin meneliti minimnya keterlibatan BAME di bidang kepelatihan sepakbola Inggris. Dalam laporan terbarunya, yang dipublikasikan pada November 2017, SPTT menyimpulkan bahwa situasi BAME di bidang kepelatihan belum membaik.

Hanya ada lima manajer BAME di empat divisi tertinggi sepak bola Inggris: Chris Hughton (Brighton & Hove Albion), Jimmy Floyd Hasselbaink (Northampton Town), Keith Curle (Carlisle United), Nuno Espirito Santo (Wolverhampton Wanderers), dan Jack Lester (Chesterfield). Posisi pelatih kepala di empat divisi teratas liga sepakbola Inggris sendiri ada 92.

Di antara kelima nama di atas, hanya Hughton yang menangani klub Premier League, divisi tertinggi liga sepak bola Inggris. Hughton, dengan demikian, adalah satu-satunya manajer BAME di antara dua puluh manajer klub Premier League.

Ini jelas angka yang sangat kecil. Bandingkan dengan jumlah pemain berlatar belakang BAME yang terlibat di Premier League maupun yang dipanggil oleh tim nasional Inggris senior. Sangat biasa pecinta sepakbola menyaksikan pemain berlatar belakang BAME tampil di pertandingan Premier League.

Rooney Rule saja tidak cukup

Gagasan Daniel Rooney, yang pada akhirnya menjadi Rooney Rule, berdampak luas di Amerika Serikat. Rooney Rule tidak hanya memberi kaum minoritas peluang yang lebih besar untuk melatih di National Football League, tetapi juga mendorong organisasi-organisasi di luar NFL untuk menerapkan aturan serupa. Beberapa di antaranya adalah Facebook dan Xerox. Begitu juga dengan Pinterest, Intel, dan Amazon.

Inggris masih tertinggal dalam hal ini, dan mengharapkan satu aturan olah raga bisa menyelesaikan semua permasalahan diskriminasi terhadap kaum minoritas adalah angan-angan yang terlalu tinggi.

Diskriminasi terhadap orang-orang minoritas di dunia kepelatihan membuat hanya sedikit dari BAME yang memilih jalan karier ini. Karenanya sedikit pula jumlah BAME yang cukup kompeten untuk mengisi posisi-posisi tinggi di sepak bola Inggris. Pada akhirnya, walau diskriminasi berhasil dihapuskan, kompetensi pelamar pula yang akan menentukan berhasil atau tidaknya mereka.

Nyatanya, orang-orang kulit putih masih tetap unggul karena mereka sedari awal tidak menghadapi hambatan diskriminasi. Orang-orang BAME, walau Rooney Rule telah diterapkan, masih harus menempuh jalan panjang. Tidak hanya BAME, malah; kaum perempuan juga. Kecuali aturan baru ini bisa membuat kaum minoritas dan perempuan lebih terlibat dan tidak lagi menghadapi diskriminasi, Rooney Rule saja jelas tidak cukup.

Baca juga artikel terkait LIGA INGGRIS atau tulisan lainnya dari Taufiq Nur Shiddiq

tirto.id - Olahraga
Reporter: Taufiq Nur Shiddiq
Penulis: Taufiq Nur Shiddiq
Editor: Zen RS