Menuju konten utama

Bisa Baca Alquran Bukan Parameter Kapabilitas Pimpin Negara

Capres-cawapres ditantang baca Alquran oleh ulama Aceh. Ini tak ada kaitan dengan kemampuan mereka dalam memimpin. Calon Ketua PSSI pun, misalnya, tak dites menendang atau menggiring bola.

Bisa Baca Alquran Bukan Parameter Kapabilitas Pimpin Negara
Calon Presiden Joko Widodo (kanan) dan Prabowo Subianto (kiri) berjabat tangan usai pengundian nomor urut Pemilu Presiden 2019 di Jakarta, Jumat (21/9). Pasangan calon Presiden dan Wapres Joko Widodo-Ma'ruf Amin mendapatkan nomor urut 01, dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendapat nomor urut 02. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/kye/18

tirto.id - Tak ada kaitan sama sekali antara kesalehan individu, misalnya kemampuan membaca Alquran, dengan kemampuan memimpin seseorang. Seorang yang bisa baca Alquran belum tentu cakap, pun sebaliknya. Meski memang, kadang ada juga orang saleh yang cakap memimpin, tapi itu langka.

"Tentu saja [bisa baca Alquran] tidak menjadi parameter atau indikator layak tidaknya seseorang jadi pemimpin pemerintahan. Bukan hanya presiden," kata Sekretaris Jendral Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta kepada reporter Tirto, Senin (31/12/2018).

Pernyataan Kaka merespons Ikatan Dewan Ikatan Dai Aceh yang meminta pasangan calon presiden-wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tes baca Alquran, kitab suci agama Islam. Mereka mengundang dua pasangan itu pada 15 Januari 2019.

Selain tak ada kaitannya dengan kemampuan memimpin, Kaka mengatakan tak ada satu pun aturan yang mengatakan syarat capres-cawapres itu bisa baca kitab suci.

"Saya pikir sudah jelas perintah konstitusi, UU 7/2017 tentang Pemilu, dan seterusnya, bahwa tidak ada itu [tes baca Alquran atau baca kitab suci lain]," ujar Kaka.

Dalam Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2014, ada 18 syarat seorang capres-cawapres. Satu poin yang paling dekat dengan kesalehan adalah syarat bahwa mereka harus bertakwa kepada Tuhan. Dan 'syarat', seperti kita tahu, berbeda dengan 'kapabilitas'. Syarat soal ketakwaan cenderung lebih terkait dengan perkara administratif.

Syarat lain capres-cawapres di antaranya adalah mampu jasmani dan rohani, telah melaporkan harta kekayaannya, serta tidak terlibat dalam peristiwa G30S 1965.

Permintaan yang diusulkan Dewan Ikatan Dai Aceh ini juga berbahaya karena tak menutup kemungkinan daerah lain akan meminta hal serupa. Jika sudah begitu, maka yang repot adalah paslon itu sendiri.

"Karena kita bangsa majemuk, nanti ada lagi dari Papua minta hal yg berbeda, ini kan harus seimbang juga. Kemajemukannya harus menghormati konstitusi," terangnya.

Ketum PSSI-pun Tak Diminta Giring Bola

Keberatan serupa juga disampaikan juru debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Sodik Mudjahid. Ia menganalogikan dengan tes Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI). Selama ini, katanya, kandidat Ketum PSSI tidak pernah dites cara menendang atau menggiring bola.

Apa yang akan dilihat dari calon Ketum PSSI adalah visi, misi, dan programnya untuk bisa memajukan sepak bola Indonesia.

"Yang lebih penting adalah pemahaman terhadap isinya dan bagaimana mengamalkannya secara demokratis dan konstitusional di NKRI yang berdasar Pancasila dan UUD 1945," ujar Sodik kepada reporter Tirto.

BPN memang memastikan Prabowo-Sandi tak akan mengikuti tes itu. Juru bicara BPN Andre Rosiade mengatakan dua jagoan mereka tak mungkin menghadiri undangan karena kesibukan masing-masing. Prabowo dan Sandi, kata Andre, sudah punya jadwal tetap pada tanggal tersebut.

Selain itu, pada tanggal itu Prabowo-Sandi juga tengah sibuk-sibuknya mempersiapkan diri untuk mengikuti debat pertama Pilpres yang rencananya diselenggarakan pada 17 Januari.

"Tanggal 17 ada acara debat. Tanggal 15 ya persiapan untuk debat. Kemungkinan pak Prabowo dan Sandi tidak bisa hadir karena untuk persiapan," kata Andre.

Sementara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf setuju dengan usul Dewan Ikatan Dai Aceh. Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Abdul Kadir Karding mengatakan tidak masalah bagi jagoan mereka untuk mengikuti uji baca Alquran. Ia berharap respons serupa juga diberikan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

"Pasangan Prabowo-Sandi baiknya mengamini permintaan masyarakat dan ulama Aceh sebab selama ini mereka mengklaim sebagai capres-cawapres hasil keputusan ulama dan selalu mendengungkan pemilih untuk patuh pada ulama," kata Karding, Senin (31/1/2018).

Politikus PKB ini menilai uji baca Alquran yang diajukan ulama dan masyarakat Aceh kepada para kandidat capres-cawapres bukanlah politik identitas karena ia datang dari keinginan masyarakat sendiri dan tidak bertendensi menegasikan kelompok agama lain.

"Uji baca Alquran bukan politik identitas karena keempat capres cawapres beragama Islam dan tidak bertendensi untuk meminggirkan kelompok agama lain," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Politik
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino