Menuju konten utama

Biografi Cut Nyak Dhien: Sejarah Singkat Pahlawan Wanita dari Aceh

Berikut ini biografi Cut Nyak Dhien dan kisah singkat perjuangan Cut Nyak Dien, seorang perempuan Aceh dalam mempertahankan Indonesia dari tangan penjajah.

Biografi Cut Nyak Dhien: Sejarah Singkat Pahlawan Wanita dari Aceh
Foto cut nyak dien. wikimedia commons/publik domain

tirto.id - Biografi Cut Nyak Dhien adalah riwayat seorang tokoh perempuan Indonesia yang tak kenal menyerah. Cut Nyak Dhien dijuluki "Ratu Aceh" lantaran tekadnya yang kuat dalam melawan kolonial Belanda di Aceh.

Perjuangan Cut Nyak Dhien semasa hidupnya adalah dengan terus melakukan pertempuran. Semua itu ia lakukan demi menggapai cita-cita bangsa, yakni terbebas dari kekuasaan penjajah.

Berikut akan diceritakan secara singkat biodata Cut Nyak Dien dan sejarah Cut Nyak Dien, serta penjelasan tentang mengapa Cut Nyak Dhien dianggap sebagai pahlawan.

Kelahiran dan Biodata Cut Nya Dhien

Pahlawan Cut Nyak Dhien adalah keturunan bangsawan Aceh yang lahir pada 1848 di kampung Lam Padang Peukan Bada, wilayah VI Mukim, Aceh Besar.

Saat menginjak usia 12 tahun, ia dijodohkan dengan Teuku Ibrahim Lamnga, putra Teuku Po Amat, Uleebalang Lam Nga XIII. Suaminya seorang pemuda berwawasan luas dan taat kepada agama. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki.

Dalam riwayat sejarah Aceh, Teuku Ibrahim berjuang melawan kolonial Belanda. Atas alasan itu, Teuku Ibrahim seringkali meninggalkan Cut Nyak Dhien dan anaknya.

Setelah berbulan-bulan meninggalkan Lam Padang, Teuku Ibrahim datang untuk menyerukan perintah mengungsi dan mencari perlindungan di tempat yang aman. Cut Nyak Dhien bersama penduduk lainnya kemudian meninggalkan Lam Padang pada 29 Desember 1975.

Pada 29 Juni 1878, Teuku Ibrahim wafat. Kematian sang suami membuat Cut Nyak Dhien terpuruk. Namun, kejadian itu tak membuatnya putus asa, sebaliknya menjadi alasan kuat Cut Nyak Dhien berjuang menggantikan sosok suaminya.

Cut Nyak Dhien Bersama Teuku Umar

Selepas kematian suaminya, Cut Nyak Dhien menikah lagi dengan Teuku Umar, cucu dari kakek Cut Nyak Dhien. Tidak hanya diikatkan dengan tali pernikahan, tetapi keduanya bersatu untuk memerangi penjajah.

Bukan karena semata-mata ingin mendapatkan sosok kepala rumah tangga di dekatnya, tetapi Cut Nyak Dhien beralasan ingin berjuang bersama dengan laki-laki yang mengizinkannya terjun ke medan perang untuk melawan Belanda.

Cut Nyak Dhien bersama Teuku Umar menguatkan barisan para pejuang untuk kembali mengusir kape Belanda dari bumi Aceh. Keduanya melakukan pertempuran dengan semangat juang membara.

Salah satu peran Cut Nyak Dhien dan Teuku Umar salah satunya berhasil merebut kembali kampung halaman Cut Nyak Dhien.

Teukur umar juga berpura-pura tunduk kepada Belanda demi mendapatkan pasokan persenjataan yang kemudian mereka gunakan untuk kembali menyerang penjajah.

Berjuang Sampai Pengasingan

Belakangan, Teuku Umar gugur dalam medan laga di Meulaboh. Suami keduanya itu gugur karena itikad penyerangannya telah diketahui Belanda sejak awal.

Meskipun orang-orang terkasihnya telah meninggalkannya, Cut Nyak Dhien terus melangsungkan pertempurannya selama enam tahun.

Ia bergerilya dari satu wilayah ke wilayah lainnya. Selama itu, ia bersama rakyat dan pejuang lainnya, dihadapkan pada penderitaan, kehabisan makanan, uang, dan pasokan senjata.

Cut Nyak Dhien dengan keadaan fisiknya yang mulai renta terus berupaya melarikan diri dari Belanda. Meskipun pada saat itu, pasukan tempurnya melemah karena ancaman Belanda.

Sayangnya, panglima pasukannya, Pang Laot berkhianat. Ia bersama-sama Belanda mencari keberadaan Cut Nyak Dhien. Mereka berhasil menemukan persembunyian Cut Nyak Dhien dan kemudian membawanya ke Kutaradja.

Atas permintaan Pang Laot kepada Belanda, Cut Nyak Dhien mendapat perlakuan baik oleh Belanda.

Gubernur Belanda di Kutaradja, Van Daalen, tidak menyenangi hal tersebut sehingga Cut Nyak Dhien diasingkan ke pulau Jawa, tepatnya Sumedang pada 1907.

Setahun, masa pengasingannya, yakni 6 November 1908, Cut Nyak Dhien mengembuskan napas terakhirnya. Makam Cut Nyak Dhien berada di Komplek Pemakaman Gunung Puyuh, Sumedang. Ia menjadi salah satu sosok wanita Indonesia yang patut dicontoh keberaniannya.

Sejak tanggal 2 Mei 1964, Cut Nyak Dhien dianugerahi sebagai pahlawan nasional, demikian seperti dilansir situs resmi Pemerintah Provinsi Aceh.

Baca juga artikel terkait CUT NYAK DHIEN atau tulisan lainnya dari Rizka Alifa Rahmadhani

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Rizka Alifa Rahmadhani
Penulis: Rizka Alifa Rahmadhani
Editor: Agung DH
Penyelaras: Dhita Koesno