Menuju konten utama

Biang Bau Pencemaran Limbah PT Rayon Utama Makmur Sukoharjo

PT RUM diduga melanggar izin lingkungan memproduksi gas berbahaya karbon disulfida yang nihil dibahas dalam AMDAL pendirian pabrik.

Biang Bau Pencemaran Limbah PT Rayon Utama Makmur Sukoharjo
Pabrik rayon PT RUM Sukoharjo, Jawa Tengah. tirto.id/Riva

tirto.id - “Setahu saya CS2 (karbon disulfida) itu beracun, berbahaya, menimbulkan gangguan syaraf. Makanya pusing,” ujar Bambang Hesti Wahyudi dalam pertemuan warga dengan jajaran musyarawah pimpinan daerah (Muspida) Kabupaten Sukoharjo dan perwakilan PT Rayon Utama Makmur di Balai Desa Gupit pada 9 Januari 2018.

Pertemuan yang digelar Pemkab Sukoharjo itu menanggapi keluhan warga soal pencemaran limbah udara PT RUM. Bambang, yang ditunjuk mewakili warga, berapi-api menyuarakan ketidakbecusan izin lingkungan PT RUM yang jadi biang protes warga karena bau limbah yang mirip bau tinja dari tangki kotoran manusia.

Menurut Bambang, persoalan bau bersumber dari karbon disulfida yang diproduksi PT RUM. Gas berbahaya itu sama sekali tak dibahas dalam dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) saat PT RUM resmi mendirikan pabrik pada 2012. Padahal, menurut Bambang, produksi karbon disulfida dalam pabrik serat rayon diatur lewat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup 7/2012.

“Sesuai peraturan menteri lingkungan hidup dan kehutanan itu, syarat dasar yang tidak terpisahkan adalah penyediaan continuous emission monitoring systems (CEMS),” kata Bambang merujuk sistem pemantauan emisi limbah udara berbasis komputer.

“Karena itu yang dibangun pabrik rayon, tapi di situ ada pabrik karbon disulfida,” ia menambahkan.

Pernyataan Bambang Hesti Wahyudi benar belaka bila izin pendirian pabrik karbon disulfida tak tercantum dalam AMDAL PT RUM, yang terbit pada Desember 2015. Dalam dokumen AMDAL perubahan yang diperoleh redaksi Tirto, PT RUM tidak secara eksplisit menjelaskan akan memproduksi senyawa karbon disulfida. PT RUM hanya mencantumkan tempat pembuatan karbon disulfida akan berada dalam area pabrik dan berdiri di atas tanah 1,1 hektare di Desa Plesan.

Dalam surat Dinas Lingkungan Kabupaten Sukoharjo ditujukan kepada Menteri Sekretaris Negara pada 2 Mei 2018 mengenai pengaduan masyarakat soal limbah udara PT RUM, tak disebut izin lingkungan pendirian pabrik karbon disulfida. Surat itu hanya mencantumkan legalitas dan perizinan PT RUM sebagai pabrik serat rayon.

Padahal dalam AMDAL, PT RUM memproduksi karbon disulfida di dalam area pabrik. Bahkan gara-gara produksi karbon disulfida ini, PT RUM diganjar sanksi tambahan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Kementerian menilai PT RUM melanggar karena tak memasang sistem EMS dalam cerobong asap. Alat ini menjadi pendeteksi pencemaran udara.

Namun, temuan-temuan pelanggaran ini dibantah oleh Presiden Direktur PT RUM Pramono. Penyebab bau yang jadi keluhan warga bersumber dari hidrogen sulfida, menurutnya.

“Kalau tidak percaya, saya bisa ajak keliling ke belakang pabrik. Selama ini kami tidak sembarangan melepas karbon disulfida. Saat uji lab tidak muncul indikasi CS2 karena kadarnya rendah sekali. Jadi, bau yang muncul bukan karena CS2, tapi H2S atau hidrogen sulfida,” ujar Pramono, seperti dikutip dari Sukoharjonews.com.

Kepada Tirto, Hario Ngadiyono, manajer umum sekaligus pemrakarsa AMDAL PT RUM, berkata izin pendirian pabrik termasuk izin lingkungan "sudah kami lengkapi."

Infografik HL Indepth Rayon Utama Makmur

'Bisa Menyebabkan Penyakit Lebih Serius hingga Kematian'

Meski manajemen PT RUM membantah sumber bau berasal dari karbon disulfida sejak pabrik beroperasi pada November 2017, tetapi temuan tim independen dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Sukoharjo menguatkan apa yang dikatakan Bambang Hesti Wahyudi. Survei yang dikerjakan Muhammadiyah mendapati sumber bau berasal dari karbon disulfida yang belum dikelola secara maksimal oleh PT RUM.

Survei itu menemukan masih banyak proses penyerapan karbon disulfida dalam produksi serat rayon PT RUM yang terbuang ke udara. Gas beracun itu pula yang kemudian dihirup warga sekitar pabrik hingga menyebabkan gangguan sistem pernafasan, sesak, mual, dan pusing.

“Jika terpapar dengan konsentrasi lebih tinggi dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan penyakit lebih serius hingga menyebabkan kematian,” tulis temuan Muhammadiyah yang dirilis pada 18 Februari 2018, yang dokumennya dipegang redaksi Tirto.

Penyelidikan Muhammadiyah Sukoharjo menemukan ada limbah cair melewati ambang baku mutu. Limbah produksi PT RUM ini dibuang ke sungai Gupit dan bermuara ke sungai Bengawan Solo.

Temuan lain soal dampak serius terhadap warga soal limbah udara PT RUM. Setidaknya 28 warga di dua dusun mengalami infeksi saluran pernapasan (ISPA) berat, 72 warga menderita ISPA ringan, 56 dispepsia (gangguan saluran pencernaan) dan setidaknya seorang warga terserang dermatitis alias radang kulit. Gejala-gejala ini akibat polusi udara dan air.

“Untuk memutuskan apakah hal tersebut adalah karena limbah PT RUM dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut,” tulis dokumen itu.

Wiwoho Aji Santoso, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Sukoharjo, mengatakan PT RUM mengakui dari 11 poin hasil survei oleh para peneliti dari Universitas Muhammadiyah Sukoharjo, hanya dua poin yang diakui PT RUM bahwa perusahaan tidak memenuhi standar lingkungan.

Ia mengatakan Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya memakai hasil temuan Muhammadiyah itu sebagai sandaran surat sanksi menghentikan operasional PT RUM untuk sementara waktu.

Hario Ngadiyono, sama seperti Presiden Direktur PT RUM Pramono, membantah temuan itu; bahwa sumber bau bukan dari limbah udara karbon disulfida, melainkan hidrogen sulfida yang menguarkan bau seperti belerang. Perusahaan memang telah memprediksi bakal membuang limbah udara yang berdampak terhadap warga sekitar ketika beroperasi, katanya. Namun, setelah PT RUM mendapatkan sanksi dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo, perusahaan kini mengatasinya dengan mendatangkan alat pengolahan limbah udara dari Cina.

“Namanya pabrik baru, tidak sekaligus ini, lho,” ujar Hario.

Meski mendapat teguran dari Pemkab Sukoharjo, sejak akhir September PT RUM kembali beroperasi untuk uji coba mesin produksi dan pengolahan limbah.

Sutarno Ari Suwarno dari Masyarakat Peduli Lingkungan Sukoharjo mengatakan warga kembali mencium bau "kayak tangki septik". Bahkan, hingga awal Oktober lalu, warga yang tak kuasa mencium bau memilih mengungsi ke Gedung PKK Kecamatan Nguter.

Satu kejadian salah seorang warga yang baru melahirkan terpaksa mengungsi ke Balai Desa Pengkol, cerita Sutarno.

“PT RUM melanggar janji, sampai saat ini masih produksi,” ujarnya.

Baca juga artikel terkait LIMBAH PT RUM atau tulisan lainnya dari Arbi Sumandoyo

tirto.id - Hukum
Reporter: Arbi Sumandoyo & Dipna Videlia Putsanra
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam