Menuju konten utama

BI Turunkan Suku Bunga Acuan 25 Bps Jadi 5% di Oktober 2019

Penyaluran kredit melambat dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) masih rendah, BI tutunkan lagi suku bunga acuan.

BI Turunkan Suku Bunga Acuan 25 Bps Jadi 5% di Oktober 2019
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) berbincang dengan para Deputi Gubernur BI sebelum memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (22/8/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/pd.

tirto.id - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 23-24 Oktober 2019 memutuskan untuk menurunkan kembali BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 5,00 persen..

"Suku bunga Deposit Facility juga turun sebesar 25 bps menjadi 4,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (24/10/2019)

Perry memaparkan penurunan suku bunga tersebut dilakukan lantaran pembiayaan ekonomi perlu ditingkatkan baik dari perbankan dan pasar modal.

Sebab, belakangan, pertumbuhan kredit mengalami perlambatan dari 9,58 year on year (yoy) pada Juli menjadi 8,59 yoy pada Agustus 2019.

"Kredit yang belum tumbuh secara kuat dipengaruhi oleh terbatasnya permintaan kredit terutama korporasi," tutur Perry.

Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga mengalami perlambatan, yakni menjadi 7,26 persen yoy di bulan Agustus, dari posisi 8,04 persen di bulan Juli lalu.

Adapun rasio kecukupan modal di perbankan masih tinggi, yakni 23,48 persen; dan NPL tetap rendah 2,6 persen gross atau 1,2 persen nett. kinerja korporasi termasuk go public juga baik.

Kebijakan tersebut, kata Perry, konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dan imbal hasil investasi keuangan domestik yang tetap menarik, serta sebagai langkah pre-emptive lanjutan untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah perlambatan ekonomi global.

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi dunia makin lambat, meskipun ketidakpastian pasar keuangan sedikit mereda pasca kesepakatan dagang AS dan Tiongkok Oktober 2019.

Pelemahan ekonomi global dipengaruhi oleh berlanjutnya penurunan volume perdagangan akibat ketegangan hubungan dagang AS-Tiongkok serta berkurangnya kegiatan produksi di banyak negara.

Perekonomian AS tumbuh melambat akibat menurunnya keyakinan pelaku ekonomi dipicu melambatnya ekspor, yang kemudian berkontribusi pada berkurangnya investasi nonresidensial dan konsumsi rumah tangga

Perkembangan yang sama juga terjadi di perekonomian Eropa, Jepang, Tiongkok, dan India. Kondisi ini kemudian berdampak pada kembali menurunnya harga minyak dan komoditas global, yang kemudian menyebabkan tetap lemahnya tekanan inflasi.

Berbagai negara merespons perkembangan ini dengan melonggarkan kebijakan moneter dan memberikan stimulus fiskal. Sementara itu, sedikit meredanya ketidakpastian pasar keuangan global mendorong aliran masuk modal ke negara berkembang.

"Ke depan, berbagai ketidakpastian dari ketegangan hubungan dagang AS dan Tiongkok serta risiko geopolitik lain tetap dicermati karena dapat memengaruhi upaya mendorong pertumbuhan ekonomi domestik dan menjaga arus masuk modal asing sebagai penopang stabilitas eksternal," tutur Perry.

Kebijakan penurunan suku bungan juga didukung strategi operasi moneter yang terus diperkuat untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif.

"Kebijakan makroprudensial tetap akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit perbankan dan memperluas pembiayaan bagi perekonomian," sambungnya.

Kebijakan sistem pembayaran dan kebijakan pendalaman pasar keuangan juga terus diperkuat guna mendukung pertumbuhan ekonomi.

"Ke depan, Bank Indonesia akan mencermati perkembangan ekonomi domestik dan global dalam memanfaatkan ruang bauran kebijakan yang akomodatif untuk menjaga tetap terkendalinya inflasi dan stabilitas eksternal serta turut mendorong momentum pertumbuhan ekonomi, terang Perry.

Koordinasi Bank Indonesia dengan Pemerintah dan otoritas terkait terus diperkuat guna mempertahankan stabilitas ekonomi, mendorong permintaan domestik, serta meningkatkan ekspor, pariwisata, dan aliran masuk modal asing, termasuk Penanaman Modal Asing (PMA).

Baca juga artikel terkait SUKU BUNGA ACUAN atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Gilang Ramadhan