Menuju konten utama

BI Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global jadi 3,5%

Pemulihan ekonomi global terus berlanjut meski lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia.

BI Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global jadi 3,5%
Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan keterangan mengenai hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (21/11/2019). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nz

tirto.id - Bank Indonesia (BI) merevisi pertumbuhan ekonomi global dari 4,4 persen menjadi 3,5 persen di 2022. Revisi ke bawah ini seiring dengan tren pemulihan ekonomi global yang masih menunjukkan tren melambat.

"Bank Indonesia merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2022 menjadi 3,5 persen," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2022, Selasa (19/4/2022).

Perry mengatakan, pemulihan ekonomi global akan terus berlanjut meski lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari ketegangan geopolitik Ukraina-Rusia yang berdampak terhadap transaksi perdagangan hingga kenaikan harga komoditas.

"Pertumbuhan ekonomi seperti Eropa dan Amerika Serikat, Jepang dan India juga diperkirakan lebih rendah dari proyeksi sebelumnya dengan perkembangan tersebut," jelas dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, pemulihan ekonomi global akan mengalami tekanan dari proyeksi awal sebelumnya. Kondisi ini tidak terlepas akibat situasi geopolitik terjadi di Ukraina.

“Ekspektasi yang tadinya positif terhadap pemulihan ekonomi global seiring meredanya COVID-19 tertahan atau mengalami tekanan karena eskalasi dari kondisi perang yang terjadi di Ukraina," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2022, Rabu (13/4/2022).

Sri Mulyani menambahkan, pemberlakuan sanksi dari Amerika Serikat (AS), Eropa, dan G7 terhadap Rusia telah menyebabkan gangguan rantai pasok. Hal ini mengganggu volume perdagangan dan prospek pertumbuhan ekonomi global.

Di samping itu, lanjut Sri Mulyani, perang di Ukraina telah memicu kenaikan harga komoditas pangan, energi, dan logam sehingga mendorong kenaikan inflasi. Di sisi lain kenaikan inflasi juga menciptakan tantangan bagi normalisasi kebijakan moneter di negara maju.

“Meskipun demikian, sejumlah risiko perlambatan berasal dari kondisi global berpotensi mempengaruhi inflasi dan kinerja perekonomian," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait PEMULIHAN EKONOMI GLOBAL atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Fahreza Rizky