Menuju konten utama

BI Kembali Rintis Pasar Surat Berharga Komersial

Bank Indonesia akan kembali merintis pasar surat berharga komersial (SBK) untuk menambah pos pendanaan jangka pendek selain kredit perbankan.

BI Kembali Rintis Pasar Surat Berharga Komersial
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Mirza Adityaswara.. ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin.

tirto.id - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Mirza Adityaswara, menegaskan komitmen BI untuk membangkitkan kembali pasar Surat Berharga Komersial (Commercial Paper/SBK). Upaya ini ditempuh untuk memperkaya pos pendanaan jangka pendek dari pasar uang selain kredit perbankan.

Peraturan BI tentang penerbitan dan perdagangan SBK sebelumnya hanya mengatur SBK apabila dilakukan melalui bank umum di Indonesia. Sementara itu, belum ada ketentuan yang mengatur penerbitan dan perdagangan SBK bagi korporasi dan lembaga keuangan non bank yang tidak melalui bank umum.

Mirza mengatakan, SBK secara historis sudah ada sejak sebelum 1998, namun jumlahnya masih sedikit. Krisis ekonomi 1998, imbuhnya, selanjutnya membuat pasar SBK terhenti sama sekali.

"Saat itu, bank menawarkan commercial paper nasabahnya, tapi yang menawarkan hanya bank dan pada saat itu peraturan yang ada dari BI itu tahun 1995 peraturannya," ujar Mirza saat Seminar Surat Berharga Komersial di Gedung BI, Jakarta, Senin, (24/10/2016).

Oleh karena itu, lanjut Mirza, bank sentral menilai pengaturan SBK eksisting tahun 1995 tersebut perlu disesuaikan dengan kondisi terkini. Pengaturan dan pengawasan SBK juga diperlukan untuk meningkatkan tata kelola pasar SBK, sehingga akan memberikan confidence bagi investor untuk berinvestasi pada instrumen SBK.

Mirza menuturkan, ada sekitar Rp300 triliun - Rp350 triliun likuiditas dalam negeri yang kembali ke BI. Ia berharap dana tersebut dapat kembali ke sistem atau dimanfaatkan secara optimal untuk pendanaan jangka pendek di pasar uang.

"Jadi bagi kami ironi kalau kita lihat negeri ini masih butuh pendanaan dari luar negeri tapi masih ada pendanaan yang kembali ke BI," kata Mirza.

Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI Nanang Hendarsah mengatakan tingkat kepercayaan terhadap SBK masih rendah di mana masih ada kekhawatiran bahwa kejadian pada krisis 1998 akan kembali terulang. Peran lembaga rating dalam memberikan keyakinan pada investor juga masih belum optimal.

"Hal tersebut pada gilirannya turut memengaruhi keputusan investasi dari penanam dana, dan pada akhirnya memengaruhi likuiditas pasar SBK domestik," ujar Nanang.

Selain itu, lanjut Nanang, instrumen SBK juga dianggap korporasi kurang familiar di pasar keuangan domestik, sehingga jarang digunakan. Penerbitan SBK yang pernah dilakukan salah satu BUMN pada 2005-2006, lebih banyak sebagai alternatif dari rencana penerbitan obligasi yang gagal karena pasarnya kurang mendukung.

"Tujuan pengaturan pasar SBK yaitu membangun pasar SBK yang kredibel yang dapat meningkatkan kepercayaan issuers (penerbit) dan investor, sehingga pasar SBK menjadi sumber pembiayaan yang efektif dan efisien serta mendukung kestabilan makro serta meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait SURAT BERHARGA

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Penulis: Putu Agung Nara Indra
Editor: Putu Agung Nara Indra