Menuju konten utama
Pandemi COVID-19

BI Catat Bank Masih Ada SBN Rp500 Triliun untuk Cukupi Likuiditas

Bank Indonesia mengatakan likuiditas perbankan Indonesia masih mencukupi meski perekonomian diterpa oleh pandemi Corona atau COVID-19.

BI Catat Bank Masih Ada SBN Rp500 Triliun untuk Cukupi Likuiditas
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (tengah) bersama Deputi Gubernur Senior Destry Damayanti (kanan) dan Erwin Rijanyo, menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta,Kamis (20/2/2020). ANTARAFOTO/Puspa Perwitasari.

tirto.id - Bank Indonesia (BI) menyebutkan likuiditas perbankan Indonesia masih mencukupi meski perekonomian terdampak pandemi Corona atau COVID-19. BI mencatat jumlah likuiditas untuk keperluan restrukturisasi kredit masih bisa dipenuhi dengan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki perbankan.

“Per 14 Mei 2020 jumlah SBN yang dimiliki bank itu Rp886 triliun. Bank keseluruhan memiliki SBN. Sejalan dengan PP No. 23/2020. Oke, bank untuk pendanaan restrukturisasi kredit SBN direpo-kan ke BI dulu,” ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers virtual, Kamis (28/5/2020).

Perry menjelaskan dari total Rp886 triliun itu memang tidak semua bisa dilakukan pembelian ulang oleh BI atau repo. Pasal 11 PP No. 23 Tahun 2020 mengatur batas SBN yang bisa direpokan tidak boleh sampai sisanya kurang dari 6 persen dari total Dana Pihak Ketiga (DPK).

Dari Rp886 triliun itu, Perry bilang jumlahnya setara 16,4 persen dari total DPK perbankan nasional. Dengan demikian, jika harus disisakan 6 persen, kapasitas SBN yang bisa direpokan mencapai 10,4 persen dari DPK atau Rp563,6 triliunn.

Perry bilang nilai Rp563,6 triliun itu akan menjadi tahap pertama sumber likuiditas yang dipakai perbankan dalam mendanai program restrukturisasi kredit selama pandemi. Jumlah SBN yang sudah direpokan saat ini mencapai Rp43,9 triliun.

“Rp563 triliun kurangin Rp43,6 triliun masih tersedia untuk direpokan ketika BI menyediakan likuiditas,” ucap Perry.

Jika tahap pertama ini masih belum cukup, ia menyebutkan pemerintah baru melakukan intervensi lebih lanjut dengan penempatan dana di bank dalam bentuk deposito. Ia juga memastiakn jumlahnya tidak besar karena sudah diisi dulu dengan kapasitas SBN yang bisa direpokan.

Per 18 Mei 2020, Kemenkeu sudah memasukkan perkiraan angka senilai Rp87,59 triliun tetapi nilainya masih bisa berubah seiring diskusi dengan OJK.

Jika tahap ketiga ini belum cukup, Perry bilang masih ada mekanisme lanjutan yaitu menggunakan Penyangga Likuiditas Makroprudensial atau PLM. Dana ini biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas sehari-hari bagi perbankan.

Bentuknya berupa SBN yang wajib dimiliki bank minimal 6 persen dari DPK. Jika ada 6 persen saja dana PLM, maka setidaknya ada kapasitas Rp330 triliun yang bisa direpokan ke BI untuk menjadi likuiditas.

Perry menambahkan andaikata tiga tahap ini belum cukup, barulah BI mengerahkan skema PLJP/PLJPS yaitu pinjaman likuiditas bisa diajukan ke BI jika SBN yang bisa direpokan sudah hampir habis. PLJP menurut UU No. 2 tahun 2020 hanya diberi bagi bank yang solvable dan sehat serta punya kemampuan membayar kembali.

Menurutnya, penjelasan ini mengklarifikasi kecurigaan berbagai pihak kalau pemerintah bakal mengulangi kesalahan pada krisis sebelumnya karena tetap membuka opsi pinjaman likuiditas.

“Kalau tahap 1-3 tidak cukup baru PLJP bukan tiba-tiba,” ucap Perry.

Baca juga artikel terkait PANDEMI COVID-19 atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri