Menuju konten utama

Betapa Sulitnya Mengadaptasi Dune ke Layar Lebar

Dune, "kitab suci"-nya sci-fi, telah beberapa kali coba diadaptasi ke layar lebar dan semuanya gagal. Apakah akan terulang di percobaan terkini?

Betapa Sulitnya Mengadaptasi Dune ke Layar Lebar
Film Dune. Foto/https://www.warnerbros.com/

tirto.id - Dune, novel karya Frank Herbert, telah terjual paling tidak 12 juta kopi di seluruh dunia. Pengaruhnya di ranah science fiction tidak main-main. Sedikit bukti: seri sci-fi terpopuler dunia Star Wars lahir salah satunya karena novel itu, begitu pula Nausicaä of the Valley of the Wind karya Hayao Miyazaki, Star Trek, dan Futurama. Ini belum termasuk produk budaya populer dari lingkup berbeda seperti gim, musik, dan lain sebagainya.

Dengan reputasi sekaliber itu, wajar saja jika adaptasinya ke layar lebar sangat diantisipasi publik.

Film pertama yang berangkat dari Dune mulai dikerjakan pada 1970-an dan tak pernah rampung. Film pertama Dune baru rilis pada 1985 atau ketika Star Wars telah merampungkan trilogi pertamanya. Sementara miniseries-nya baru muncul pada 2000 di Sci-Fi Channel (kini Syfy).

Apa yang membuat Dune demikian lama untuk diangkat ke layar lebar? Mengapa ia bisa kedahuluan oleh judul-judul yang terinspirasi olehnya?

Andrew Nagy, Chief Innovation Officer Cinemablend, salah satu situs hiburan populer, memberikan jawaban singkat dan cepat: Buku-buku ini padat, rumit, dan sulit untuk diadaptasi. Ia mengatakan "buku-buku" lantaran selain judul pertama, Dune, ada belasan buku lagi yang mengikutinya.

Epos antariksa yang dipublikasikan pada 1965 tebalnya mencapai 412 halaman. Dalam beberapa versi bahkan menembus 700. Plotnya tidak sekadar ihwal suatu petualangan, di mana sang protagonis menemukan motifnya, berlatih keras, bertemu cacing raksasa, perang besar melawan si jahat, pew pew bzzz tembak-tembakan di antariksa, si jahat kalah, dan selesai.

Penulis fiksi ilmiah Rajan Khanna berujar bahwa Dune bisa saja disederhanakan menjadi kisah arketipe seperti di atas, tetapi, "adalah detail-detailnya yang membuatnya spesial, membuat Dune menonjol." Merangkum plot dengan pelbagai detail, menjalin dan tetap tampak membuatnya bisa dimengerti ke dalam film berdurasi dua jam, adalah kemustahilan.

Sedari awal Dune membombardir para pembacanya dengan istilah dan nama-nama asing seperti Gom Jabbar dan Kwisatz Haderach yang baru dijelaskan di penghujung buku. Ini belum termasuk berbagai tema, backstory, kalimat-kalimat yang sering kali diucapkan dalam hati, nama-nama asing lagi, dan seterusnya.

David Lynch setidaknya mencoba, itu yang saya pikirkan ketika menonton adaptasi pertama Dune ke layar lebar. Lynch setidaknya mencoba memadatkan materi seluas itu ke dalam dua jam lebih sedikit.

Sebelum Dune karya Lynch, upaya adaptasi lain yang layak dikenang dilakukan oleh Alejandro Jodorowsky. Ia mengumpulkan nama-nama besar dari berbagai disiplin demi membawa kisah ini ke layar lebar untuk pertama kalinya. Dan gagal.

Jodorowsky's Dune

Andai upaya Jodorowsky terealisasi, kita bisa mengantisipasi keanehan yang sama dengan Dune-nya Lynch, kalau bukan lebih aneh lagi.

Ia adalah orang yang film panjang debutnya dilarang tayang di Meksiko. Ini orang yang menulis film macam El Topo (1970). Ini orang yang menulis, memproduseri, menyutradarai, sekaligus membintangi The Holy Mountain (1973), film populer di Italia pada masanya yang hanya kalah dari James Bond.

Orang ini ingin para penonton filmnya giting selayaknya memakai LSD.

Kegagalan membuat Dune bahkan pantas difilmkan, terlebih jika kegagalan itu seperti yang dialami Jodorowsky dkk. Dalam dokumenter berjudul Jodorowsky's Dune (2013) bikinan Frank Pavich, kita melihat sang sutradara asal Cile tidak melihat Dune sebagai suatu entitas yang maha sulit difilmkan. Kitab sucinya sci-fi itu bakal diangkat ke dalam film yang, menurut Jodorowsky, "adalah nabi, adalah kedatangan tuhan."

Selain kesakralan, kita tahu ia sedang menyiapkan kegilaan. Bersama produser Michel Seydoux, langkah pertama dia adalah mengumpulkan para "spiritual warriors".

Jean Giraud alias Moebius, salah satu komikus paling berpengaruh yang pernah ada di planet ini, dipilih menjadi kesatria spiritual pertama. Tugas superhuman (begitu Jodorowsky menyebutnya) ini membangun storyboard sekaligus menjadi "kamera" untuk menyoroti dunia Dune. Sementara kapal-kapal ruang angkasa bakal didesain Chris Foss (kelak mendesain kapal-kapal antariksa di Guardians of the Galaxy pertama). Sementara David Carradine didapuk menjadi aktor pertama; ia bakal memerankan Duke Leto.

Jodorowsky terbang dari kota ke kota, dari benua ke benua. Dia menawari Pink Floyd yang sedang merekam Dark Side of the Moon untuk mengisi musik. Dia juga mengajak pionir musik zeuhl dari Prancis, Magma. Dua nama yang tepat belaka untuk proyek ambisius ini.

Salvador Dali lantas diajak untuk memerankan Emperor. Sang seniman legendaris setuju asalkan menjadi aktor termahal Hollywood. Dari Dali, sang sutradara dikenalkan pada HR Giger. Menurut Jodorowsky, tidak ada yang lebih tepat ketimbang Giger untuk menggambarkan planet dan karakter villain bergaya gotik.

Nama terakhir ini kelak dikenal sebagai pembuat ilustrasi sampul-sampul album band seperti Magma, Triptykon, mendesain stand mic Jonathan Davis (KoRn) yang ikonik, dan tentunya bertanggung jawab menjadi perupa alien dan segala rupanya dalam seri Alien yang masyhur.

Douglas Trumbull, yang menukangi special effect untuk 2001: A Space Odyssey (1968), juga sempat didekati sampai Jodorowsky merasa ia terlalu teknikal dan kurang spiritual untuk menjadi seorang spiritual warrior. Trumbull lantas diganti dengan Dan O'Bannon yang saat itu baru menuntaskan komedi kosmik Dark Star.

Tak puas sampai di situ, Jodorowsky mengajak Mick Jagger dan Orson Welles sebagai aktor.

Ia pun mengutus anaknya sendiri yang baru berusia 12 tahun, Brontis Jodorowsky, untuk berlatih bela diri enam jam setiap hari selama dua tahun demi memerankan protagonis Dune, Paul Atreides. Andai latihan keras dan intensif itu bermuara pada Dune bapaknya dirilis, kita mungkin saja bakal mendapati rivalitas yang terus diperpanjang dan dibesar-besarkan antara dua jagoan kosmos Brontis sebagai Paul Atreides dan Mark Hamill (Luke Skywalker).

"Film paling penting dalam sejarah umat manusia," begitu Jodorowsky menyebut Dune yang bakal ia bangun. Dia menceritakan dengan mata berbinar soal long shot yang menampilkan seluruh semesta Dune rekaannya. Dengan storyboard dan ilustrasi Moebius, Foss, dan Giger bergulir di sela-sela film, penonton dibawa membayangkan betapa gilanya Dune yang ini. Lalu diiringi musik-musik dari Pink Floyd dan Magma.

Andai ia terjadi. Tapi Hollywood menginginkan film yang "satu setengah jam", bukan 12 atau 20 jam seperti yang diinginkan Jodorowsky. Deretan studio, termasuk Walt Disney, menolak.

Bagi Michel Seydoux, sisi malu-maluin Jodorowsky-lah yang membuat proyek ini mentok di hadapan studio-studio Hollywood. El Topo dan The Holy Mountain dalam filmografi sang sutradara sama sekali tidak membantu, kalau bukan membuat situasi lebih buruk. "Semuanya sudah baik, selain sutradaranya," ujar Seydoux.

Jodorowsky's Dune menghadirkan salah satu contoh terbaik untuk perkataan "dunia belum siap". Dokumenter yang apik... sampai Jodorowsky, yang saat itu berusia 84 tahun, menganalogikan proses pembuatan karya dengan perkosaan--analogi yang buruk sekali.

Infografik mengadakan dune ke layar lebar

Infografik mengadakan dune ke layar lebar. tirto.id/Quita

Upaya Terkini

Kita tinggalkan dulu Jodorowsky dengan analogi buruknya. Kembali ke hari ini, trailer untuk Dune terbaru yang digarap Denis Villeneuve terlihat bukan main megah. Kendati warnanya tampak "dingin", lebih menyerupai Arrival ketimbang Dune-nya Lynch, ia menghadirkan harapan untuk film yang mampu membangkitkan apa yang ada dalam novelnya. Atau setidaknya jadi tontonan yang spektakuler.

"Sejujurnya, ini adalah hal tersulit yang pernah aku lakukan dalam hidupku,” kata Villeneuve soal penggarapan Dune.

Villeneuve menyatakan ia tak akan setuju memegang proyek ini jika hanya diizinkan membuat satu film. Sebuah langkah antisipasi dan persiapan yang patut. "Ini adalah buku yang membahas politik, agama, ekologi, spiritualitas—dan dengan banyak karakter. Aku pikir itu sebabnya ini sangat sulit."

Setidaknya, studio hari-hari ini berani meloloskan proyek film Dune yang layak dari segi durasi. Meski bukan 12 atau 20 jam, atau tidak/belum dijadikan serial TV—format yang masuk akal untuk memaparkan semesta Dune.

Setidaknya, Hollywood yakin telah menemukan tangan-tangan yang tepat. Keyakinan yang sangat mungkin didasari dari tak terealisasinya proyek Jodorowsky bersama para kesatria spiritualnya dan gagalnya Lynch merangkum Dune dalam dua jam. Keyakinan yang terbayar dengan meraih pendapatan hingga 36,8 juta dolar AS pada hari pertama debut di 7.819 layar di 24 negara.

Baca juga artikel terkait DUNE atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Film
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Rio Apinino