Menuju konten utama

Bertaruh Nyawa di Zona Merah COVID-19: Kisah dari Dalam Wisma Atlet

Inilah kisah-kisah dari garis depan pertempuran lawan COVID-19, yang dituturkan para perawat di Wisma Atlet Jakarta.

Bertaruh Nyawa di Zona Merah COVID-19: Kisah dari Dalam Wisma Atlet
Suasana ruangan High Care Unit (HCU) RS Darurat COVID-19 Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Timur, Rabu (22/4/2020). Anggraini Charisma/relawan COVID-19.

tirto.id - "Tiiittt.. Tiiitt.. Tiiitt..."

Suara mesin monitor pasien itu memenuhi ruangan High Care Unit (HCU) Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Di sana pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD) yang dianggap membaik namun masih perlu pengawasan khusus dirawat.

Semula tempat ini adalah hunian sementara atlet Asian Games dan Asian Para Games 2018, namun sejak 23 Maret lalu disulap jadi fasilitas medis karena terbatasnya ruang perawatan untuk pasien COVID-19 di rumah sakit Jakarta. Kini, per Selasa 28 April pukul 8 pagi, RS itu menangani 824 pasien positif, 57 orang dalam pemantauan (ODP), dan 56 pasien dalam pengawasan (PDP).

Ibu kota jadi episentrum penularan COVID-19: dari 9.096 kasus secara nasional per 27 April, nyaris separuhnya atau 3.835 berada di sini.

Jumlah kasus yang terus meningkat, ditambah adanya kebijakan pelambatan aktivitas warga lewat pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang berlaku efektif sejak 10 April dan diperpanjang hingga 22 Mei sejak 24 April, menjadikan rumah sakit lebih padat daripada jalanan.

Subuh itu situasi RSD Wisma Atlet lengang. Sebagian perawat dan dokter jaga tertidur dengan posisi duduk. Ada yang lelap di kursi roda pasien yang tak terpakai, ada pula yang di kursi kantor. Mereka kerap tersentak karena posisi tidur membuat kepala tak bisa dikontrol dan memberat. Setiap itu terjadi mereka akan bergegas menyiagakan kembali posisi duduk. Alat Pelindung Diri (APD) selalu melekat pada tubuh: dari mulai baju hazmat, pelindung wajah, kacamata goggles, penutup rambut, masker, sarung tangan, hingga sepatu bot.

Di hadapan para petugas medis ini tempat tidur berjajar rapi dan sebagian besar tak ditempati pasien. Mereka dapat sejenak tidur karena pasti tak ada pasien baru atau terbangun di waktu sela seperti ini.

Seorang perawat bernama Anggraini Charisma yang sedang giliran jaga merekam momen sunyi ini. "Gantian jaga, mas. Kalo tidur semua, bahaya. Khawatir ada apa-apa," kata Anggraini kepada reporter Tirto, Senin (20/4/2020).

Perempuan berusia 25 tahun itu menjadi relawan yang diseleksi Kementerian Kesehatan (Kemkes). Ia ditugaskan di Wisma Atlet sejak 4 April lalu, persisnya di HCU lantai 2 tower 7. Terkadang HCU juga diisi para pasien dari IGD.

"Di HCU RS Darurat COVID-19, kami menyebutnya sebagai IGD kedua. Karena di saat ruang IGD penuh, pasien-pasien tersebut dipindah sementara ke sini," ujarnya.

View this post on Instagram

Suara Relawan Covid19 Tiara Siahaaan (Balige -Sumut) Sesakk, sakitt,panas,haus lapar pengen Bak dan Bab harus ditahan selama 10 Jam. Dari mulai pemakaian alat APD sudah mulai terasa karena berlapis lapiss, ketika selesai dinas dan siap disterilkan baru membuka APD dan bisa bernapass legah, dapat minum dan bebas ke kamar kecil. Lelah aku, kupikir ini mudah gampang ternyata aku salah. Kalian yg blm merasakan atau tidak akan pernah merasakan seperti kami bakalan anggab sepele. Tidak mudah, benar benar nyawa itu diujung tanduk. Mau mengeluh tapi tdk tau kemana, hanya doa yg selalu ku ucapkan dalam hati. Tuhan Yesus aku haus :( tp aku harus berjalan keruangan pasien dengan APD yg sangat berat kurasa. Tapi setelah kerja semua selesai. Lelahku terbayar ketika melihat semua pasien Covid19 tersenyum tidak menyerah dan semangattt selama dlm perawatan. Buat semua yg ada di luar, aku harap semua harus sehat dan jangan sampai terpapar dengan virus ini kalau kalian tidak mau terpisah dengan keluarga dan sayang sama keluarga. Tidak kenapa kami seperti ini hanya demi kebaikan kita semua Horass ๐Ÿ’™ . . . . . . . #putraputribatak#naposobatakinternasional#naposobatakindonesia#visitsumut#sumutasik#xploresumut#forumbatak#indonesia#captiontiara

A post shared by Tiara Siahaan AMKep (@tiararshn) on

Hapus Stigma Perawat COVID-19

Achmad Imron melayani pasien dari beragam negara, mulai dari Arab Saudi, Sri Lanka, Nigeria, hingga India. Seluruh pasien mendapatkan perlakuan yang sama. Imron bercerita kalau pasien-pasien ini kerap meminta masakan dari negara asal mereka, yang untungnya dapat dipenuhi oleh tim gizi RSD Wisma Atlet.

Ia berinteraksi dengan pasien-pasien ini pakai bahasa Inggris. Tapi "kalau ada yang tidak bisa, saya panggil rekan saya yang bisa bahasa mereka."

Saat berbincang dengan pasien, ia kerap menyelipkan dukungan psikis: bahwa mereka bisa sembuh. Seorang pasien yang pernah ia rawat dan sekarang sudah sembuh adalah Andrea Dian Indria Sari Setiawan, seorang aktris.

"Saya merawat Mbak Andrea sampai akhirnya dinyatakan negatif COVID-19," katanya.

View this post on Instagram

Hii Sedikit berbagi lagi melalui foto2 kemarin . Ini foto beberapa teman2 tenaga medis yg membantu proses penyembuhan ku : Slide 1: Dr Jerry & team medis RSAL Minthoharjo. Slide 2: Dr Rohmat, Dr Nia & mas Imron ( perawat ) wisma atlet . Masih banyak lagi sebenernya Dokter, team medis & relawan lainnya.( yg ga Ada di foto ini)๐Ÿ™ . Mereka ga brenti sampe d situ , karna mreka terus โ€œberperangโ€ sampai pandemi ini berakhir . . . HEBAT BGT MREKA ! Gimana ga hebat , di saat kita smua dianjurkan diam di rumah agar terhindar dari virus ini , mreka2 justru mengorbankan waktu , tenaga ,pikiran , bahkan nyawa jadi taruhannya hanya untuk menyembuhkan pasien covid-19 ( bahkan banyak diantara mereka Volunteers / sukarelawan ! ) . . Oleh karna itu , salah satu tujuan ku memposting foto ini adalah untuk memberikan dukungan baik doa & support ( +bantuan scara nyata ( sumbangan APD / MASKER / Lain ) Dan sebisa mungkin kita melawan STIGMA yg beredar , bahwa tenaga media adalah org2 penyebar virus ! NO!! MREKA JUSTRU PEJUANG ! GARDA PERTAMA ! Yg juga butuh perhatian extra . Kita smua harus paham betul , musuh kita adalah VIRUSNYA ..bukan tenaga medis . Hargai mereka Cintain mereka Dukung mereka . . Bersama2 kita bisa saling membantu Bersama2 kita bisa memenangkan โ€œperangโ€ ini #StaySafe #staystrong

A post shared by AndreaDian (@andreadianbimo) on

Hormat untuk Perawat

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengatakan para perawat bisa meninggal dunia karena buruknya kualitas dan tipisnya stok APD, serta pasien yang tak jujur telah mengidap COVID-19.

Hingga kini, terdapat 16 perawat yang tutup usia karena melawan virus mematikan itu.

11 perawat di antaranya bekerja di rumah sakit non rujukan. Terbanyak berada di Jakarta (7 perawat), Jawa Tengah (3), Banten, dan Jawa Timur (2). Sedangkan dari RS rujukan COVID-19, terdapat dua perawat yang meninggal di tempat Menkes Terawan pernah bekerja, RSPAD Gatot Subroto dan RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Ketua Satgas COVID-19 DPP PPNI Jajat Sudrajat mengatakan saat meninggal, sebagian perawat ini masih berstatus PDP alias belum ketahuan positif COVID-19 atau tidak. "Baik yang belum keluar swab-nya maupun tidak sempat di-swab karena keburu meninggal," tuturnya.

Sementara jumlah perawat yang dinyatakan positif dan masih berjuang untuk sembuh tidak jelas. Pemerintah tidak memberikan data spesifik soal itu setiap kali memperbarui informasi pasien positif. Namun World Health Organization (WHO) pernah mengatakan per 7 April lalu ada lebih dari 3.000 perawat di seluruh dunia dinyatakan positif COVID-19.

Atas semua dedikasi tersebut, pada 7 April lalu, bertepatan dengan hari kesehatan dunia, WHO memberikan apresiasi setinggi langit kepada perawat.