Menuju konten utama

Bermedia Sosial dengan Bijak ala Nukman Luthfie

Nukman Luthfie meninggalkan warisan ihwal bagaimana seharusnya warganet bersosial media.

Bermedia Sosial dengan Bijak ala Nukman Luthfie
Nukman Luthfi. Instagram/@nukman

tirto.id - “The journey of a thousand miles begins with a single step,” tulis Nukman Luthfie di salah satu twitnya.

Nukman Luthfie, pegiat media sosial meninggal pada usia 54 tahun pada Sabtu (12/1) malam di Yogyakarta. Pria kelahiran 24 September 1964 ini memulai "langkah" dari jurusan Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada. Nukman populer sebagai sosok yang selalu mengingatkan masyarakat internet untuk berperilaku baik di dunia maya melalui akun Twitter @Nukman.

Di penghujung 2018 lalu misalnya, ia mencoba mendompleng frasa yang tengah populer di tengah masyarakat “sekedar mengingatkan,” Nukman, melalui akun Twitternya itu, menyatakan bahwa media sosial punya dua sisi: baik dan buruk. Ia bilang “media sosial itu banyak manfaatnya, terutama untuk ekspresi diri. Di sisi lain, media sosial juga bisa berdampak negatif, terutama mengganggu waktu tidur yang bisa merusak produktivitas kita, takut ketinggalan info dan perundungan.”

Sebagai pegiat media sosial, Nukman merupakan pribadi yang percaya bahwa media sosial, meskipun memiliki sisi buruk, juga memiliki nilai positif yang bisa dioptimalkan bagi semua orang. Dalam buku Situs Gaul, Gak Cuma Buat Ngibul (2009) yang ditulis Merry Magdalena, Nukman sempat menanggapi soal wacana pelarangan membuka media sosial di jam-jam kerja merupakan hal yang aneh.

Katanya, “beda lho, antara mengakses Facebook di kantor dengan di rumah. Kalau di kantor, atmosfernya atmosfer kerja, jadi mereka akan mem-posting hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan-termotivasi untuk membicarakan masalah kerja. Akhirnya situs jejaring sosial bisa memberikan efek bagus bagi pekerjaan mereka.”

Pelarangan mengakses media sosial oleh kantor, akan membuat perusahaan kehilangan semua potensi yang dimiliki para karyawan.

Untuk mendapatkan manfaat sebaik-baiknya dari media sosial, ada hal dasar yang mesti dilakukan para pelakunya. Dalam biografi singkatnya di Twitter, Nukman dengan gamblang menyebut bahwa “media sosial itu jendela kecil untuk menafsir siapa kita.” Itulah pesan dari Nukman buat siapapun yang hidup di media sosial.

Banjir Informasi di Media Sosial

Inti media sosial, menurut Nukman, “adalah untuk meningkatkan kehidupan sosial manusia. Ini terjadi lantaran kini orang-orang, khususnya yang tinggal di kota-kota besar, cenderung individualistis karena tidak memiliki banyak waktu untuk bersosialisasi. Kehadiran media sosial, memampukan kembali manusia untuk merebut kembali kehidupan sosialnya.

Sayangnya, media sosial jadi sarang hoaks, dan orang-orang di dalamnya masuk dalam gelombang hoaks. Dalam “Hoax Distribution Through Digital Platforms in Indonesia 2018” laporan atas survei yang dilakukan pada 2.032 orang di Indonesia yang dilakukan DailySocial, Facebook menempati urutan teratas sebagai media sosial sumber informasi warga internet Indonesia pada 2018.

Secara menyeluruh, 53,25 persen responden mengaku sering menerima hoaks melalui media sosial. Facebook sebagai media sosial utama dalam memperoleh informasi, platform tak heran jadi "sarang" hoaks. Sebanyak 81,25 persen responden sebagai medium utama sebagai sumber hoaks.

infografik nukman luthfie

infografik nukman luthfie

Alasan hoaks berkembang di media sosial adalah kebiasaan pengguna yang tidak membaca konten yang diunggah/dibagikan secara keseluruhan. Dalam survei DailySocial itu, 4,48 persen responden mengaku hanya membaca judul. Juga tercatat, 22,39 persen responden bahkan tidak punya niatan untuk membaca konten yang diunggah/dibagikan.

Dalam “Menyaring Informasi di Media Sosial” judil tulisannya di Tirto, Nukman menyebut bahwa hari ini masyarakat maya mengalami “banjir informasi.” Katanya, “informasi kini menjadi barang murah, mudah didapat.” Informasi datang tak hanya ketika masyarakat membutuhkan, tetapi “mereka (informasi) data sendiri melalui media sosial.”

Informasi-informasi yang datang dari media sosial umumnya merupakan informasi perorangan. Informasi yang bukan lahir dari rahim jurnalisme karena ketiadaan kaidah-kaidah jurnalistik. Nukman, mengingatkan ada beberapa yang perlu diperhatikan pada era “banjir informasi” ini. Ia menyerukan warga internet sudah sepantasnya tidak hanya membaca judul, tetapi juga membaca isi informasi secara keseluruhan.

Judul-judul informasi seperti berita di media online cenderung bombastis, dan mementingkan “klik”, alih-alih merepresentasikan isi informasi banyak beredar. Judul dibuat dengan “seprovokatif mungkin” agar menarik. Selain tak hanya membaca judul, Nukman pun mengingatkan agar warga internet selalu cek dan ricek, mengikuti akun-akun terpercaya, dan memanfaatkan fitur penyaringan di media sosial.

Sikap Nukman yang rajin memberikan nasihat-nasihat soal bermedia sosial tak datang dengan otomatis. Selepas bergelut di dunia jurnalistik mulai dari Media Indonesia, Majalah Prospek, hingga SWA, Nukman berlabuh ke PT Agrakom Multicitra Siberkom. Itulah perusahaan yang menaungi Detik.com, pelopor berita online di Indonesia. Ilmu-ilmu soal berinternet ria, ia peroleh.

Selepas di Detik, Nukman mendirikan Virtual Consulting, firma pemasaran digital. Dan karena melihat besarnya sumbangsih warga Indonesia pada aktivitas internet dunia, Nukman kemudian mendirikan Jualio, platform jual-beli maya.

Dalam dunia maya Indonesia, cukup banyak yang telah ia dirikan. Selain Jualio, Nukman melahirkan PortalHR.com hingga Musikkamu.com.

Keberadaan @Nukman merupakan “langkah kecil” bagi pria asal Jawa Tengah itu memberikan pengaruh-pengaruh positif pada dunia internet Indonesia. Selamat Jalan Mas Nukman.

Baca juga artikel terkait NUKMAN LUTHFIE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Humaniora
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Suhendra