Menuju konten utama

Berkas Kasus Paniai Dikembalikan Lagi, Kejaksaan Dinilai Tak Serius

Kejagung lagi-lagi menyetujui berkas kasus Paniai karena dianggap belum memenuhi petunjuk penyidik ​​untuk melengkapi berkas yang diduga disetujui oleh HAM.

Berkas Kasus Paniai Dikembalikan Lagi, Kejaksaan Dinilai Tak Serius
Gedung kejaksaan Agung. FOTO/kejaksaan.go.id

tirto.id - Kejaksaan Agung telah mengembalikan berkas penyelidikan dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa Paniai kepada Komnas HAM. Pengembalian ini merupakan kali kedua dilakukan Kejagung, setelah pada 19 Maret 2020 institusi Adhyaksa ini mengembalikan ke Komnas HAM dengan sejumlah catatan.

"Iya benar sudah dikembalikan lagi ke Komnas HAM tanggal 20 Mei," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono saat dikonfirmasi reporter Tirto, Kamis (28/5/2020).

Hari mengatakan berkas dikembalikan oleh Kejagung karena dianggap belum memenuhi petunjuk penyidik untuk melengkapi berkas dugaan pelanggaran HAM Paniai.

Pengembalian berkas Kasus Paniai ini juga dibenarkan Komisioner Komnas HAM Chairul Anam beberapa hari sebelum Lebaran.

Saat dikonfirmasi reporter Tirto, Kamis (28/5/2020), Anam mengatakan pengembalian berkas tersebut disertai catatan seperti kasus dugaan pelanggaran HAM lain.

Meski begitu, Anam kembali mengingatkan agar kasus Paniai segera diselesaikan. Sebab, kasus Paniai merupakan janji Presiden Joko Widodo terhadap masyarakat Papua.

Ia mengingatkan kejadian Paniai berlangsung tidak lama saat Presiden Joko Widodo datang ke Papua pada tahun 2014 silam dan masyarakat Papua mendengar langsung janji Presiden Jokowi dalam penanganan masalah dugaan pelanggaran HAM Papua.

Selain itu, Papua juga mendapat perhatian serius dari dunia internasional. Sebab, kasus pelanggaran HAM di Papua tidak ditangani dengan optimal dan digolongkan sebagai kasus macet serta pelanggaran hukum sering terjadi di bumi Cenderawasih.

"Seandainya kasus Paniai ini ditangani dengan baik itu akan baik juga bagi penegakan hukum dan membangun kepercayaan masyarakat Papua terhadap Presiden atas janjinya karena presiden datang langsung itu di tanah Papua," kata Anam.

Anam khawatir muncul persepsi negatif di masyarakat tentang kasus Paniai. Sebab, pengembalian berkas Paniai sudah dua kali dengan rentang waktu yang lebih cepat daripada berkas pelanggaran HAM lain seperti kasus Aceh atau kasus Santet.

Anam mengingatkan kasus pelanggaran HAM berat adalah tindak pidana. Oleh karena itu, pengungkapan kejahatan dalam konteks pidana adalah penyidik hingga jaksa bisa langsung meningkatkan ke tahap penyidikan, apalagi jaksa bila berstatus sebagai penyidik bisa menghentikan penyidikan jika tidak cukup bukti.

"Penggunaan kewenangan penyidikan itu bagian penting untuk menunjukkan komitmen keadilan presiden Jokowi untuk menyelesaikan kasus Paniai. Sebaliknya kalau tidak menggunakan penyidikan itu artinya jaksa agung sedang menguji atau menghambat komitmen presiden," kata Anam.

Anam menyarankan Presiden Jokowi mulai menimbang untuk menerbitkan Perppu dengan memberikan kewenangan kepada Komnas HAM sebagai penyidik, bahkan penuntut umum agar kasus pelanggaran HAM bisa diselesaikan dengan baik. Sebab, Anam melihat kasus pelanggaran HAM tidak kunjung selesai bukan akibat teknis hukum, tetapi masalah keinginan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM.

Masalah bolak-baliknya berkas penyelidikan ini, menurut Anam sudah bukan soal teknis hukum, melainkan sudah masuk ranah politik hukum.

"Politik hukum mencerminkan komitmen penyelesaian pelanggaran HAM yang berat ini serius atau nggak. Kami menilai tidak serius," kata Anam.

"Kalau serius gampang kok. Tim penyidikan langsung aja bekerja kalau tidak sesuai atau tidak memenuhi unsur ya SP3 kan gampang. Biar mekanisme yang lain juga jalan gitu," tegas Anam.

Peristiwa Paniai sendiri merupakan kasus kekerasan sipil yang membuat 4 orang berumur 17-18 tahun meninggal dunia akibat luka tembak dan luka tusuk pada 7-8 Desember 2014 lalu. Selain 4 orang meninggal, 21 orang mengalami luka berat akibat penganiayaan.

Komnas HAM kemudian menetapkan kasus Paniai sebagai peristiwa pelanggaran HAM berat pada tanggal 3 Februari 2020. Komnas HAM kemudian mengirimkan berkas penyelidikan kepada Kejaksaan Agung untuk diproses. Namun berkas tersebut dikembalikan Kejaksaan Agung pada 19 Maret 2020 dengan sejumlah catatan. Komnas HAM kemudian mengembalikan kembali berkas tersebut kepada Kejaksaan Agung pada 14 April 2020.

Baca juga artikel terkait PERISTIWA PANIAI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Bayu Septianto