Menuju konten utama

Berhentilah Berjalan di Eskalator

Jalan di eskalator? Berdiri tenang lebih aman.

Berhentilah Berjalan di Eskalator
Ilustrasi eskalator. FOTO/istockphoto

tirto.id - Kita mungkin harus berterima kasih kepada Jesse Wilford Reno. Pada tahun 1896, pria lulusan Universitas Lehigh, Pennsylvania itu berhasil merealisasikan pembangunan eskalator pertama di dunia di Old Iron Pier, Coney Island, New York, Amerika Serikat.

Di Indonesia, eskalator pertama dipasang di pusat perbelanjaan Sarinah yang terletak di Jalan Thamrin, Jakarta.

Berkat jasa Reno, kita tak perlu membuang banyak tenaga lagi untuk naik-turun tangga atau kerepotan saat harus menjinjing barang bawaan di gedung-gedung bertingkat. Eskalator kini sangat mudah ditemui, tak hanya di pusat perbelanjaan atau di perkantoran.

Bentuknya pun kini beragam. Ada yang berupa tangga berjalan, ada pula yang berbentuk travelator atau eskalator yang digunakan di jalanan datar.

Kehadiran eskalator sungguh berguna bagi mereka yang tinggal perkotaan, misalnya Jakarta. Jika kita menengok ke Stasiun Tanah Abang saat jam-jam sibuk, eskalatornya selalu penuh dengan pekerja yang dikejar waktu. Sementara itu, Hong Kong mereka memiliki pedestrian eskalator atau eskalator yang digunakan oleh para pejalan kaki.

Efektivitas Eskalator

Menggunakan eskalator tentu bisa mempersingkat waktu tempuh. Namun, bagi manusia yang dituntut hidup serba cepat, naik eskalator dari ujung satu hingga tiba di ujung lainnya saja tidak cukup. Tak jarang kita melihat orang-orang yang berlari di eskalator agar lebih cepat sampai di tujuan.

Eskalator mirip jalan raya yang memiliki jalur cepat dan jalur lambat. Namun, jalur lambat eskalator yang terletak di sebelah kiri digunakan untuk mereka yang berdiri tenang, sedangkan jalur cepat yang berada di sebelah kanan digunakan untuk mereka yang memilih berjalan. Jika melanggar ketentuan itu, maka kuping Anda harus siap-siap menerima tatapan sinis dan hinaan dari pengguna eskalator lainnya.

Namun suatu hari, saat Len Lau, seorang Manajer Area Vauxhall dari London Underground, sebuah jaringan transportasi publik cepat di London, Inggris, sedang berlibur ke Hong Kong, ia melihat orang-orang di Mass Trasit Railway (MTR) di Hong Kong berdiri dengan tenang di kedua sisi eskalator.

Seperti diberitakan The Guardian, pengamatan Lau menggelitik Harrison dan koleganya untuk menguji efisiensi eskalator jika pengguna hanya boleh berdiri tenang di kedua sisi eskalator. Mereka lantas menguji coba rasa penasaran itu di Stasiun Holborn selama tiga minggu pada tahun 2016.

Stasiun Holborn dipilih karena kesibukannya yang luar biasa pada pagi dan sore hari. Bahkan orang mengatakan bahwa stasiun ini berubah menjadi neraka di jam sibuk. Saking banyaknya pengguna, para petugas harus membatasi jumlah orang yang masuk ke tempat ini.

Sebelum memulai observasi, Harrison dan rekan-rekan mengadakan rapat untuk membahas kemungkinan yang terjadi, misalnya penolakan masyarakat. “Berapa tahun kita katakan, ‘berdiri di sebelah kanan’? Ini perilaku yang cukup signifikan untuk diubah,” ungkap Stoneman, salah satu kolega Harrison.

Hasilnya menggembirakan. Berdiri di kedua sisi eskalator mampu mengurangi kemacetan sekitar 30 persen. Sebelumnya, penumpukan manusia selalu terjadi di sisi kanan, sebab hanya 40 persen orang yang menggunakan sisi sebelah kiri (sisi pejalan).

Konsultan di Capgemini Consulting London kemudian mencatat waktu yang digunakan para pengguna untuk menyelesaikan perjalanan di eskalator setinggi 77 kaki itu.

“Mereka menemukan bahwa berjalan menaiki eskalator membutuhkan waktu 26 detik dibandingkan dengan berdiri yang membutuhkan waktu 40 detik,” tulis The New York Times mengutip situs Capgemini.

Ketika jalur berjalan itu dibuka, pengguna yang berdiri harus membuang waktu 138 detik untuk mengantre, sedangkan pada pengguna yang berjalan hanya menghabiskan 46 detik. Ketika kedua jalur hanya digunakan untuk berdiri, maka waktu rata-rata orang mengantre menjadi 59 detik.

Pengguna yang berjalan tentu merasa rugi karena waktu tunggu mereka jadi lebih panjang, tapi ini bermanfaat bagi pengguna lain. Rata-rata jumlah antrean pun menurun. Awalnya, setiap orang harus menunggu 73 orang lain terlebih dahulu sebelum menggunakan eskalator. Setelah menerapkan aturan baru, pengguna hanya perlu menunggu 24 orang.

Dalam esainya di The Conversation, Lesley Strawderman, seorang profesor Teknik Industri dan Sistem dari Mississippi State University, menjelaskan bahwa penggunaan kedua sisi eskalator untuk berdiri lebih menghemat tempat ketimbang membuka jalur untuk berjalan.

"Orang yang berdiri membutuhkan rata-rata tiga kaki persegi (0,3 meter persegi) ruang, sedangkan orang berjalan membutuhkan rata-rata delapan kaki persegi (0,75 meter persegi). Itu berarti ruang terbatas seperti eskalator bisa menampung lebih dari dua kali jumlah orang yang berdiri di jalur berjalan,” ujar Strawderman.

Pertimbangkan Faktor Keamanan

Setahun setelah observasi selesai, Stasiun Holborn menguji coba aturan baru selama enam bulan. New York Times pun mencatat beberapa reaksi pengguna yang kesal terhadap kebijakan baru itu.

“Banyak orang berjalan,” katanya. “Ini soal waktu, bukan?” ujar Andrew Hossack.

Begitu pula dengan Beth Forrester, seorang pengguna yang selalu berjalan di atas eskalator, “Tetapi biasanya saya berjalan, karena rasanya bodoh jika hanya berdiri di sana,” ungkapnya.

Di Hong Kong, negara yang menginspirasi program ini, telah memulai kampanye untuk berhenti berjalan di eskalator pada tahun 2015, setelah melihat Jepang memulai kampanye yang sama.

Seperti diberitakan Washington Post, Badan Urusan Konsumen Jepang mencatat sejak 2011 hingga 2013, terdapat 3.865 orang di Tokyo yang dirawat di rumah sakit karena cedera di eskalator. Beberapa di antaranya mengalami cedera serius hingga kematian. Penyebab cedera pun beragam, misalnya tergelincir atau jatuh karena tidak seimbang.

Infografik Berjalan di Eskalator

Infografik Berjalan di Eskalator. tirto.id/Sabit

Francis Li, kepala operasi Mass Transit Railway (MTR) Hong Kong, mengemukakan hal serupa.

“Dari angka kecelakaan [di eskalator], 43 persen disebabkan orang jatuh karena mereka bergerak atau berjalan di sepanjang eskaltor. Jadi hasil itu menunjukkan mereka akan lebih aman jika berdiri,” ungkap Li kepada South China Morning Post.

Meski banyak orang lebih suka berjalan, Li tetap ngotot menerapkan kebijakan tersebut daripada menyesal di kemudian hari.

“Kami memahami beberapa penumpang terburu-buru dan ingin memotong waktu perjalanan mereka. Tetapi keselamatan adalah yang paling penting,” tuturnya.

Baca juga artikel terkait ESKALATOR atau tulisan lainnya dari Widia Primastika

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Widia Primastika
Editor: Windu Jusuf