Menuju konten utama

Berebut Dukungan Keluarga Gus Dur

Jokowi, Prabowo, dan Sandiaga sempat mengunjungi Sinta Nuriyah Wahid, istri Gus Dur. Suara Gusdurian masih diperlukan untuk memenangi Pilpres 2019.

Berebut Dukungan Keluarga Gus Dur
Bakal Calon Presiden Prabowo Subianto (kiri) mencium tangan istri almarhum Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid (kanan) saat berkunjung ke rumah keluarga Gus Dur di Ciganjur, Jakarta, Kamis (13/9). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww/18.

tirto.id - Dua pasangan calon presiden 2019 tengah berebut simpati dari Gusdurian, pengagum almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Perembutan itu tampak dari kedatangan masing-masing calon ke kediaman almarhum Gus Dur.

Joko Widodo merupakan Bakal Capres yang pertama datang. Jokowi mengunjungi Sinta Nuriyah Wahid, istri mendiang Presiden Republik Indonesia ke-4, Jumat 7 September 2018.

Tiga hari setelahnya, Senin 10 September 2018, giliran Bakal Cawapres Sandiaga Uno mengunjungi Sinta Nuriyah. Lalu, Kamis (13/9/2018), giliran Prabowo Subianto yang mengunjungi mantan ibu negara pertama era reformasi tersebut.

Kedatangan Jokowi ke kediaman mendiang Gus Dur, disebut juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding sebagai upaya mendapatkan dukungan.

“Dukungan semua, sangat kami harapkan tanpa membedakan siapa pun, termasuk dari Gusdurian,” kata Karding kepada reporter Tirto, Jumat (14/9/2018).

Karding berharap Gusdurian dapat mendukung Jokowi, lantaran kedua tokoh punya kesamaan visi-misi. Karding memberi contoh poros maritim, ekonomi berpihak kepada rakyat kecil, serta inklusifitas dalam beragama dan bernegara sebagai kesamaan visi-misi itu.

“Tapi sekali lagi terserah beliau-beliau,” kata Karding.

Senada dengan Karding, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani juga mengakui kedatangan Prabowo dan Sandiaga ke kediaman Sinta Nuriyah untuk meminta dukungan. Namun, keduanya tak menyampaikannya secara langsung saat bertemu Sinta.

“Saya kira Gusdurian, Nahdliyin kemudian kaum santri dalam hal memberikan dukungan sangat berarti karena perjuangan perlu dukungan dari semua pihak,” kata Muzani di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (14/9/2018).

Dukungan Gusdurian Masih Penting

Peneliti dari The Political Literacy Adi Prayitno menilai kedatangan dua pasangan calon ke rumah almarhum Gus Dur menandakan dukungan Gusdurian penting pada Pilpres 2019. “Ini menyangkut magnet elektoral. Gus Dur masih dianggap sebagai ikon politik Indonesia,” kata Adi kepada reporter Tirto.

Menurut Adi, dukungan Gusdurian dan keluarga Gus Dur bisa memberikan legitimasi kepada kandidat capres-cawapres bahwa mereka berpihak kepada semua kalangan dan etnis di Indonesia. Ini terkait dengan kondisi Indonesia yang masih rentan polarisasi identitas.

Tak hanya itu, Adi menyebut, Gusdurian mewakili kelompok Nahdlatul Ulama (NU) baik secara kultural maupun struktural. “NU itu ya kalau mau jujur irisan terbesarnya adalah irisan Gus Dur. Hanya Gus Dur yang pantas disebut sebagai NU kultural dan NU struktural. Kalau sekarang kan NU struktural dan kultural cukup terbelah. Nah dalam belahan ini banyak yang merindukan sosok Gus Dur,” kata Adi.

Terkait siapa yang akan didukung Gusdurian, Adi memprediksi Jokowi akan lebih mungkin didukung. Ini karena di internal pendukung Prabowo terdapat kelompok yang selama ini berseberangan dengan ide-ide Gus Dur dan NU, seperti PKS.

“Kalau pun dukung Prabowo tentu akan membuat saling benturan. Nah di Jokowi mungkin lebih bisa masuk karena selama ini mayoritas pendukungnya juga suka menyuarakan keberagaman,” kata Adi.

Infografik Tunggal kebijakan Populer Era Gus Dur

Analisis serupa disampaikan Direktur Alvara Research Centre Hasanudin Ali. Ia menilai dukungan Gusdurian penting untuk kedua pasangan kandidat. Soal siapa yang akan didukung, Hasanudin berbeda dengan Adi. Ia menilai peluang dukungan Gusdurian lebih besar ke kubu Prabowo.

“Ya memang secara struktur kan memang Gusdurian berbeda dengan NU struktur. Jadi Gusdurian lebih ke NU kultur, sementara Kiai Ma'ruf mewakili NU struktur. Itu yang masih memungkinkan berpindah,” kata Hasanudin kepada reporter Tirto.

Analisis ini, kata Hasanudin, tak lepas dari kultur politik NU yang cenderung selalu berusaha masuk di semua kubu dan menjadi penyeimbang. Ia sanksi akan terjadi benturan jika Gusdurian mendukung Prabowo-Sandi.

“Saya yakin tidak sampai berbenturan dengan PKS atau kelompok lain yang berseberangan secara ide dengan Gusdurian. Karena pasti ada saluran-saluran yang berbeda untuk mereka dalam bergerak mendukung,” kata Hasanudin.

Lagi pula, kata Hasanudin, kubu Prabowo-Sandiaga memang lebih membutuhkan dukungan Gusdurian karena memang tidak ada representasi NU di dalamnya. Sementara, suara nahdliyin menurutnya masih menjadi salah satu elemen penting dalam konteks elektoral di negeri ini.

“Basis Gusdurian itu di Jawa pedesaan. Seperti di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di sana suara Prabowo-Sandiaga masih kurang ketimbang Jokowi-Ma'ruf,” kata Hasanudin.

Lantas bagaimana suara Gusdurian? Saat dihubungi terkait kemungkinan sikap di Pilpres 2019, Koordinator Gusdurian DKI Jakarta, Suraji enggan berkomentar. “Saya enggak berani, tanya saja ke Mbak Alissa kalau soal begini,” kata dia kepada reporter Tirto.

Saat dihubungi melalui telepon, Alissa Wahid tidak merespons. Pesan singkat yang kami kirim melalui aplikasi WhatsApp, hanya dibaca saja. Sama dengan Alissa, Yenny Wahid juga tak memberi respons meski awalnya sempat kami telepon. Asisten Yenny meminta kami mengirim pesan singkat, tapi hingga berita ini ditulis, pesan tersebut tidak dibalas.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Mufti Sholih