Menuju konten utama

Berdaya-upaya "Memurnikan" Arema

Tidak ada lagi embel-embel Cronus di belakang nama Arema untuk kompetisi 2017 mendatang. Tim Singo Edan kini punya panggilan baru: Arema FC.

Berdaya-upaya
Aremania, Suporter Arema. ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana/foc/16.

tirto.id - Dipilihnya nama Arema FC bukan hanya keputusan sepihak dari manajemen klub semata. Suporter tim Singo Edan atau Aremania secara langsung dilibatkan dalam prosesi pemilihan nama baru yang paling tepat untuk runner-up kompetisi Indonesia Soccer Championship A (ISC A) 2016 ini.

Polling dilakukan dengan memakai aplikasi online bernama Arema Access yang bisa diakses lewat gadget berbasis Android. Pemungutan suara yang dilangsungkan selama 15 hari pun disambut sangat antusias oleh puluhan ribu pendukungnya. Sebagai bukti, lebih dari 50.000 suara turut ambil bagian dalam proses tersebut.

Hasil survei membuktikan, Arema FC menang dengan memperoleh 37.684 suara atau sekitar 59 persen dari total pemilih. Nama Arema FC mengalahkan kandidat lainnya yakni Arema Malang yang hanya dipilih oleh 41 persen suara.

Dengan demikian, segala cerita tentang Arema Cronus -yang awalnya sempat memantik persepsi miring- resmi ditutup, berganti dengan berwajah baru bernama Arema FC kendati tetap berisikan orang-orang yang kurang lebih sama di jajaran pemangku kebijakan klub.

Usaha Meghidupkan Romantisme

Bukan cuma nama saja yang diganti. Manajemen Arema (Cronus) juga berencana mengubah logo tim Singo Edan, lagi-lagi dengan melibatkan Aremania secara langsung untuk turut berpartisipasi. Sayembara berupa lomba merancang simbol baru pun diadakan dan ditujukan untuk seluruh warga Malang Raya, terlebih bagi Aremania. Boleh jadi, logo anyar nanti akan sama sekali berbeda dengan logo Arema yang dipakai selama ini.

Sejak didirikan pada 1987, simbol Arema sudah tiga kali berubah, yakni pada 1995, 2013, dan 2015. Dua perubahan terakhir terjadi di era Cronus meskipun tidak terlalu frontal. Namun, revisi logo pada 2015 sempat menjadi sorotan karena tulisan “11 Agustus 1987” yang merupakan tanggal lahir Arema dihilangkan, diganti dengan tulisan “Salam Satu Jiwa” yang tidak lain adalah jargon khas Aremania.

Upaya manajemen Arema (Cronus) untuk mengambil hati Aremania masih berlanjut. Usai ISC A 2016, kontrak Milomir Seslija tidak berlanjut meskipun kinerjanya tidak buruk dengan mengantarkan Arema di posisi kedua. Alasannya, pelatih asal Bosnia-Herzegovina itu meminta tambahan nilai kontrak terlalu tinggi meskipun hal tersebut sudah dibantah oleh Milo sendiri.

Sebagai gantinya, rombongan legenda hidup Arema dipanggil pulang ke Malang. Aji Santoso ditunjuk sebagai pelatih kepala dengan didampingi oleh mereka yang juga pernah menjadi idola Aremania pada masanya, seperti Kuncoro, Singgih Pitono, dan Yanuar Hermansyah, serta Joko Susilo yang sudah sejak 2007 turut menukangi Arema.

Orang-orang ini merupakan para pemain yang berperan besar membawa tim Singo Edan merengkuh trofi juara kompetisi Galatama musim 1992/1993. Aji Santoso dan Kuncoro adalah pengisi lini belakang Arema saat itu dengan Yanuar Hermansyah sebagai kipernya.

Aremania tentunya juga tak akan melupakan sosok Singgih Pitono, sang bomber andalan yang menyabet gelar pencetak gol terbanyak Galatama dua musim beruntun. Sementara Joko Susilo alias Gethuk menjadi pelapis untuk Singgih atau tandemnya saat itu, Mecky Tata.

"Ini generasi emas, mereka ini pernah membesarkan Arema. Kami ingin mengembalikan karakter Arema," tandas Manajer Umum Arema FC, Ruddy Widodo, kepada media, Sabtu (24/12/2016) lalu.

Dihadirkannya Aji Santoso dan jajaran legenda hidup Singo Edan tersebut digadang-gadang dapat membangkitkan romantisme manis di kalangan suporter. Aremania pun diharapkan akan semakin merapat ke Arema yang ini meskipun sebenarnya masih ada satu Arema lagi di Malang.

Infografik Kiprah Arema Sebelum Pecah

Solusi Tanpa Rekonsiliasi

Terlalu rumit jika mengulik tentang dualisme yang melanda Arema karena masalahnya yang sangat kompleks. Masing-masing kubu tentunya punya pembenaran sendiri-sendiri yang bahkan menurun hingga ke akar rumput atau ke lingkup pendukungnya.

Yang jelas, sejak kisruh PSSI pada 2012, Arema terbelah dua, yakni Arema Indonesia yang berlaga di Indonesia Premier League (IPL) kala itu serta Arema versi Indonesia Super League (ISL) atau yang beralih-rupa menjadi Arema Cronus dan kini bernama Arema FC.

Ketika PSSI kembali dikuasai oleh kubu La Nyalla Mattalitti, pamor Arema Cronus semakin melambung tinggi. Sebaliknya, Arema Indonesia (Arema IPL) kian tenggelam dan masih kesulitan bangkit hingga saat ini.

Namun, Aremania tampaknya sudah tidak terlalu mempedulikan soal dualisme ini. Mana Arema yang lebih eksis dan tampil di kompetisi yang lebih bergengsi, itu yang mereka dukung. Dan itulah yang sedang dinikmati dan terus dijaga dengan berbagai cara oleh Arema FC saat ini.

Dualisme Arema memang tidak sama persis dengan kasus serupa yang juga sempat dialami oleh Persebaya Surabaya atau Persija Jakarta. Bonek atau The Jakmania tetap mendukung klub yang mereka yakini “asli” bahkan ketika berada dalam titik terendah sekalipun. Sementara Aremania memilih sikap yang berbeda meskipun gejolak di dalamnya juga pasti pernah ada.

Manajemen Arema (Cronus) yang bernaung di Yayasan Arema pun melakukan berbagai usaha di semua sektor untuk menjaga posisi agar tetap di atas angin, termasuk dengan mendirikan perusahaan baru bernama PT. Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia sebagai langkah awal untuk melepaskan diri dari stigma Cronus. Mereka tidak lagi terlalu berkutat pada sisi legalitas yang masih diperebutkan dengan kubu sebelah yakni PT Arema Indonesia.

Selain merangkul Aremania dengan bermacam-macam cara, Arema (Cronus) lebih fokus pada rebranding Arema versi mereka, sekaligus membangkitkan romantisme masa lalu, termasuk dengan mengusung slogan “mengembalikan karakter asli Arema” seperti yang telah dilakukan hingga saat ini.

“Harapannya, di kompetisi 2017 kita sudahi pro-kontra dan fokus mempersiapkan seluruh aspek agar ke depannya Arema bisa lebih baik,” kata Media Officer Klub, Sudarmaji, setelah diputuskannya Arema FC sebagai nama baru tim Singo Edan.

“Hanya ada satu Arema yang bisa mengikuti kompetisi. Karenanya, kami berharap dengan nama yang diputuskan publik ini, ke depannya tidak ada lagi masalah seperti itu (dualisme),” timpal Ruddy Widodo.

Jika gerakan “pemurnian” seperti itu terus-menerus dilakukan secara bertahap, terencana, dan tidak ada hal-hal luar biasa yang terjadi di luar perkiraan, Aremania bisa saja meyakini bahwa Arema FC adalah Arema yang asli. Atau siapa tahu Arema FC memang Arema yang tulen.

Yang pasti, Aremania memang butuh klub yang harus didukung sepenuhnya, Aremania butuh hiburan, dan yang paling penting, Aremania butuh penegasan identitas sebagai salah satu kelompok suporter terbesar di Indonesia, tanpa harus melibatkan diri terlalu dalam di pusaran polemik yang entah kapan akan berakhir.

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Aqwam Fiazmi Hanifan