Menuju konten utama

Berbagai Mitos di Dunia dalam Tradisi & Sejarah Gerhana Bulan

Dalam sejarah dan tradisi beberapa peradaban di dunia, dikenal berbagai mitos terkait gerhana bulan.

Berbagai Mitos di Dunia dalam Tradisi & Sejarah Gerhana Bulan
Gerhana Bulan. ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

tirto.id - Gerhana bulan merupakan peristiwa alam yang terkadang membuat orang antusias melihatnya. Dalam tradisi dan sejarah manusia di seluruh dunia, muncul beberapa mitos terkait gerhana bulan. Kendati seringkali sulit diterima akal sehat. Namun masih banyak yang meyakini mitos-mitos tersebut, bahkan hingga di era modern seperti sekarang ini.

Di sejumlah daerah di Indonesia, misalnya, terutama di Jawa, mitos yang paling dipercaya mengenai gerhana bulan adalah sosok Batara Kala. Diyakini, gerhana terjadi akibat bulan dimakan oleh Batara Kala sehingga perlu dilakukan ritual tertentu selama fenomena alam itu berlangsung.

Begitu pula dalam tradisi bangsa-bangsa lain di dunia. Gerhana bulan seringkali dikaitkan dengan mitos, legenda, bahkan hal-hal yang berbau mistis. Berikut ini beberapa mitos tentang gerhana bulan:

Bulan Dimakan Batara Kala

Sebagian masyarakat di Jawa percaya bahwa terjadinya gerhana bulan karena ulah Batara Kala atau Kala Rahu. Dikutip dari buku Ensiklopedi Wayang Purwa (1991) yang disusun Suwandono dan kawan-kawan, Batara Kala konon adalah putra dewa namun berwujud raksasa akibat terkena kutukan.

Lantaran kepercayaan itu maka masyarakat harus melakukan sejumlah ritual ketika gerhana bulan berlangsung. Salah satunya adalah membuat suara-suara berisik dengan cara memukul-mukul kentongan ataupun perkakas dapur agar Batara Kala memuntahkan kembali bulan yang dimakannya.

Gerhana bulan juga diyakini bakal berdampak pada perempuan yang sedang mengandung. Maka, selama gerhana bulan terjadi, wanita hamil sebaiknya bersembunyi. Selain itu, perlu juga untuk memasak nasi dan lauk-pauk atau liwetan yang nantinya dimakan bersama-sama. Jika itu tidak dilakukan, maka akan berdampak buruk terhadap ibu dan janin yang dikandungnya.

Sebagian masyarakat Jawa menjaga perkebunan dan peternakan mereka selama gerhana bulan berlangsung. Kebun dan sawah harus terus disirami agar tidak gagal panen. Pohon-pohon yang ditanam harus dipukul-pukul. Ternak tidak boleh tidur sehingga pemilik terus mencambuk hewan piaraan mereka agar tetap terjaga.

Keselamatan Raja Terancam

Orang-orang dari peradaban Mesopotamia juga punya mitos terkait gerhana bulan. Mesopotamia adalah kawasan yang terletak di antara Sungai Tigris dan Eufrat (termasuk wilayah Iran/Babylonia dan Irak/Persia sekarang).

Mereka percaya bahwa gerhana bulan merupakan pertanda akan adanya serangan untuk raja atau pemimpin. Demi keamanan raja, maka akan ditunjuk raja baru untuk sementara yang biasanya diambil dari kalangan rakyat biasa.

Pengganti raja itu akan dilayani sebaik mungkin selama gerhana bulan terjadi supaya sang pengganti memang dikira adalah raja yang sesungguhnya. Sementara itu, raja yang asli akan menyamar dan membaur dengan rakyat kebanyakan.

Menurut E. C. Krupp dalam Sky and Telescope (1997), setelah gerhana bulan berakhir, pengganti raja yang berasal dari kalangan orang biasa itu biasanya akan dilenyapkan, dan raja yang asli kembali menduduki takhta.

Jaguar dan Lolongan Anjing

Jika di Jawa gerhana dikaitkan dengan Batara Kala yang memakan bulan, dalam tradisi Suku Inka di Amerika Selatan juga berlaku kepercayaan yang hampir mirip. Bedanya, orang-orang Inka percaya bahwa menghilangnya bulan sewaktu gerhana disebabkan karena dimakan macan jaguar.

Menurut peneliti Lawrence Livermore Laboratorium Nasional California, David Dearborn, dikutip dari National Geographic (2 November 2013), orang-orang Suku Inka melihat fenomena gerhana bulan sebagai sesuatu yang buruk

Perubahan warna bulan menjadi merah ketika gerhana, sebut Deadborn, dipercaya oleh orang-orang Inka sebagai serangan jaguar terhadap bulan. Tak hanya itu. Mereka juga meyakini bahwa setelah memakan bulan, jaguar gaib itu akan turun ke bumi dan memangsa manusia.

Mitos ini membuat orang-orang Suku Inka ketakutan dan melakukan sejumlah ritual khusus untuk mencegah jaguar turun ke bumi. Mereka bersama-sama melempar tombak ke arah langit atau bulan dengan tujuan untuk menakuti-nakuti jaguar.

Selain itu, lolongan anjing diyakini juga bisa mengusir jaguar. Maka, selama gerhana bulan berlangsung, orang-orang Inka biasanya berusaha sebisa mungkin membuat anjing-anjing peliharaan mereka melolong keras.

Bulan Berdarah

Bagi sebagian orang-orang Indian, tepatnya Suku Hupa, gerhana terjadi karena bulan sedang sakit. Penduduk asli Amerika yang menetap di utara California ini meyakini bahwa bulan sebenarnya adalah sosok laki-laki yang memiliki 20 istri dan punya hewan peliharaan yang cenderung buas, termasuk singa dan ular.

Jika hewan-hewan peliharaan itu kelaparan, demikian tulis Elizabeth Palermo dalam artikelnya di LiveScience (26 September 2015), maka bulan akan diserang hingga berdarah, ini merujuk pada bulan yang berwarna kemerahan saat gerhana. Bulan yang sakit dan mengeluarkan darah perlu disembuhkan.

Mitos tersebut juga menyebutkan bahwa istri-istri bulan akan datang untuk merawat suaminya dengan membersihkan darah dari luka akibat serangan itu. Jika darah sudah dibersihkan, maka bulan akan bersinar terang lagi.

Maka itu, manakala gerhana bulan terjadi, orang-orang Suku Hupa akan mengalunkan mantra, doa, kidung, dan puja-puji yang ditujukan kepada istri-istri bulan agar sang bulan segera sembuh.

Baca juga artikel terkait GERHANA BULAN atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Iswara N Raditya