Menuju konten utama

Berbagai 'Dosa' Mendag Agus Suparmanto Sebelum Dicopot Jokowi

Terdapat banyak kelemahan selama Mendag Agus Suparmanto menjabat. Salah satunya terkait impor.

Berbagai 'Dosa' Mendag Agus Suparmanto Sebelum Dicopot Jokowi
Menteri Perdagangan Agus Suparmanto (kedua kanan) bersama Bupati Sleman Sri Purnomo (kanan) berbincang dengan pedagang di Pasar Gentan, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (2/7/2020). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/NZ.

tirto.id - Agus Suparmanto resmi dicopot sebagai Menteri Perdagangan oleh Presiden Joko Widodo di kabinet Indonesia Maju. Agus digantikan Muhammad Lutfi yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), 14 Februari–20 Oktober 2014.

Pencopotan Agus dapat dimengerti dengan mempertimbangkan rekam jejaknya selama satu tahun lebih genap menjabat.

April 2020 lalu, Direktur Utama Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso pernah mengeluhkan adanya hambatan izin impor sejumlah bahan pokok seperti gula, bawang putih, sampai daging merah. Imbasnya, harga komoditas tersebut naik.

Buwas menduga ada kesengajaan sehingga sejumlah pihak dapat menimbun di tengah kelangkaan pasokan.

Buwas mencontohkan impor bawang putih yang izinnya sudah diajukan sejak Desember 2019 tetapi tak kunjung terbit hingga kasus pertama COVID-19 pertama kali muncul di Indonesia. Izin impor baru dibebaskan Kemendag pada 23 Maret 2020.

Daging kerbau pun demikian. Izin impor sudah diajukan Bulog sejak Januari 2020 tetapi tak kunjung terbit hingga negara pemasok seperti India menerapkan lockdown April 2020. Imbasnya, impor semakin sulit dilakukan.

Komoditas terakhir yang dikeluhkan Buwas adalah gula. Izin impor gula sudah diajukan sejak November 2019 tetapi izin tak kunjung terbit hingga empat bulan. Pada Maret 2020, Buwas mengaku sampai perlu memaksa Kemendag melakukannya.

Masyarakat jelas menjadi korban imbas keterlambatan izin impor. Sebabnya terjadi kenaikan harga sebagaimana tercatat dalam Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS). Harga rata-rata bawang putih nasional di pasar tradisional naik hingga mencapai Rp55.700/kg (11 Februari) dan konsisten di atas Rp40 ribu sampai 27 April, padahal harga eceran tertinggi (HET) Rp32.500/kg.

Gula juga sama. Harga rata-rata nasional pernah menyentuh titik tertinggi Rp18.400/kg pada 24 April 2020, padahal HET Rp12.500/kg.

Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) juga pernah mengkritik Kemendag karena menerbitkan izin impor gula yang pasokannya masuk jelang musim giling akhir Mei dan awal Juni 2020. Menurut Data BPS, impor malah tetap tinggi selama periode itu dengan jumlah 565 juta ton dan 883,92 juta ton. Impor baru turun pada Agustus menjadi 385 juta ton.

Dalam keterangan tertulis, Selasa (9/6/2020), APTRI mengatakan harga gula tingkat petani di Jawa anjlok hingga menyentuh Rp10.800/kg dari posisi Rp12.500-13.000/kg pada posisi bulan puasa, padahal biaya produksi mereka berkisar Rp12.772/kg.

Kebijakan lain yang dipersoalkan selama era Agus juga mencakup pembiaran lonjakan ekspor masker yang tak wajar hingga mencapai 74,7 juta dolar AS, naik 3.385,43% dari Januari 2020 dan naik 60.973,72% dari Februari 2019.

Gara-gara kenaikan ekspor masker ini, sejumlah wilayah mengalami kelangkaan, termasuk DKI Jakarta. Sebuah masker merek Sensi meroket dari Rp24 ribu/boks menjadi Rp200 ribu/boks. Masker N95 yang paling ampuh menyaring partikel virus dibandrol Rp1,5 juta/boks, padahal biasanya Rp400 ribu/boks.

Belakangan, Agus mengeluarkan pembatasan ekspor meski agak terlambat pada Maret 2020, usai masyarakat dilanda kepanikan menyusul kasus pertama COVID-19.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan semua permasalahan Agus seharusnya bisa menjadi pelajaran bagi Lutfi. Menurutnya Lutfi harus mampu mengatur impor dengan cermat. Jika komoditas tersebut memang belum bisa diproduksi di dalam negeri, sudah sewajarnya impor dilakukan jauh-jauh hari agar tidak menimbulkan gejolak harga. Jika komoditas itu masih bisa diproduksi dalam negeri, Mendag harus mampu menjaga agar pasokan tidak datang saat panen--yang dapat mengganggu harga domestik.

Di sisi lain, impor juga harus mempertimbangkan perlindungan produk dalam negeri. Tauhid bilang sejumlah industri dalam negeri mulai kewalahan menghadapi derasnya barang impor. Hal ini terjadi pada komoditas sepeda sampai alat kesehatan alat pelindung diri (APD) yang dikeluhkan pengusaha tekstil.

Menurut data BPS, selama pandemi impor sepeda selama Januari-November sudah naik 10% dari posisi yang sama di 2019. Sekitar 94,06% berasal dari Cina yang menurut produsen turut memukul penjualan dalam negeri karena harganya jauh lebih murah. Sementara impor APD sempat diduga menjadi penyebab oversupply. Per 9 Juni 2020 saja, ada potensi kelebihan pasokan 356,6 juta potong APD dan 13,2 juta pakaian bedah hingga Desember 2020.

Menurut Tauhid, Lutfi punya PR besar untuk segera membereskan koordinasi dan integrasi data kebutuhan dan pasokan dalam negeri dengan kementerian teknis. Tujuannya agar tak terjadi oversupply maupun kekurangan. Ia menyarankan Kemendag memaksimalkan kewenangannya terutama mengendalikan impor dari hambatan non tarif.

“Memang harus membangun sistem antara harga, demand, dan pasokan. Jadi pengambilan keputusan tepat,” ucap Tauhid kepada reporter Tirto, Rabu (23/12/2020).

Muhammad Lutfi menyatakan dirinya akan memastikan arus barang berjalan dengan baik dan memulihkan daya beli. Dia juga bilang akan berupaya produk Indonesia memiliki daya saing. Target Lutfi bahkan lebih luas. Ia ingin Indonesia dapat meningkatkan ekspor dan produk domestik sanggup berkompetisi di luar negeri.

“Dan ini merupakan agenda utama yang saya laksanakan pada waktu yang singkat ini,” ucap Lufti kepada wartawan di Istana Presiden, Rabu.

Baca juga artikel terkait MENDAG AGUS SUPARMANTO atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Politik
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Rio Apinino