Menuju konten utama
Kinerja Kepolisian

Berani Ungkap Fakta Polisi Tembak Polisi Jadi Pertaruhan Polri

Publik menilai banyak kejanggalan dalam kasus polisi tembak polisi di rumah jenderal. Pengungkapan fakta secara transparan jadi pertaruhan Polri.

Berani Ungkap Fakta Polisi Tembak Polisi Jadi Pertaruhan Polri
Polisi berjaga di depan rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo pascaperistiwa baku tembak dua ajudannya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022) malam. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

tirto.id - Fakta baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam, Irjen Pol Ferdy Sambo masih belum terkuak. Publik bahkan menilai keterangan polisi tak masuk akal. Misalnya, Bharada E yang diduga menggunakan pistol semi otomatis, Glock 17, ketika melawan Brigpol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau J.

Warganet pun mempertanyakan senjata api yang dipakai oleh Bharada E, sebab Glock 17 biasanya digunakan oleh perwira; sementara E masih tamtama.

Kejanggalan lain ialah dekoder kamera pengawas di pos satpam komplek yang diganti oleh polisi sehari setelah insiden atau Sabtu, 9 Juli 2022. Pergantian kamera pemantau itu pun tak diketahui oleh Ketua RT setempat

Selanjutnya, ada sayatan di tubuh Brigadir J, yang menurut Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan merupakan gesekan proyektil. Meski lima tembakan ke arah Brigadir J, tapi ada tujuh luka tembak. Ramadhan mencontohkan satu peluru diduga mengenai tangannya lantas tembus ke badan, termasuk sayatan.

Sementara menurut kesaksian keluarga Brigadir J, ada memar seperti bekas dianiaya. “Ini yang kami lihat itu ada di dada agak ke kanan atau bahu kanan. Kami tanyakan juga, di mata ada seperti (bekas sayatan) pisau sangkur. Tetapi dari pihak penyidik katanya itu kena dari tembakan yang kena mata, itu goresan dari peluru, jadi tidak ada pakai pisau atau benda tajam," kata kakak kandung Brigadir J, Yuni Hutabarat.

Lalu, rahang almarhum diduga geser, pipi kanan bengkak, mata dan perut lebam, jari kelingking dan jari manisnya patah, serta kaki bengkok yang diduga karena patah.

Hingga kini, sepekan setelah kejadian, Sambo belum dinonaktifkan oleh Polri. Alasan penonaktifan ini, menurut Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso, karena Sambo adalah saksi kunci peristiwa dan agar diperoleh kejelasan motif dari si penembak.

Polisi Telah Jujur?

Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo membentuk tim gabungan guna mengusut kasus ini. Lima jenderal ‘turun gunung’ untuk membuat terang perkara. Wakapolri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono berperan sebagai pengawas tim, sementara Irwasum Komjen Pol Agung Budi Maryoto akan mengetuai tim, lalu diisi oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto, Kabaintelkam Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri, dan Asisten Kapolri bidang Sumber Daya Manusia Irjen Pol Wahyu Widada.

Nantinya Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komnas HAM juga berperan menelusuri perkara. Semua dilakukan agar membuat terang kasus ini dan menghindari isu-isu liar, kata Kapolri Sigit.

Perihal Sambo yang belum dinonaktifkan, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyatakan, semua kembali kepada keputusan si jenderal bintang empat.

“Pengangkatan maupun penonaktifan anggota kepolisian adalah prerogatif Kapolri,” ucap dia saat dihubungi reporter Tirto, Jumat, 15 Juli 2022.

Sebagai informasi, Sambo adalah orang nomor satu dalam penegakan aturan internal Polri, dan dalam insiden ini ia adalah orang paling dekat terkait insiden.

“Secara pribadi pasti akan terkejut dan ini akan mempengaruhi kinerja. Secara organisasi, jelas akan memunculkan ewuh pakewuh yang berujung pada objektifitas dalam penyelidikan padanya, terlepas bahwa dia terlibat atau tidak,” terang Bambang.

Akibatnya akan muncul asumsi pada masyarakat bahwa kepolisian melindunginya dan ini jelas akan menjadi beban bagi tim pencari fakta untuk mengembalikan kepercayaan publik, kata Bambang.

Polisi yang menangani kasus polisi, bisa saja terjadi konflik kepentingan. Pihak penentu yang ‘memvonis’ seseorang sebagai tersangka ialah polisi. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Fachrizal Afandi mencontohkan, di Belanda, jika ada polisi yang terlibat dugaan tindak pidana, maka kejaksaan yang akan menyelidikinya.

Almarhum Nofryansyah, yang polisi klaim sebagai pelaku, malah menjadi korban. “Kita (publik tidak tahu, karena narasi sepihak dari polisi,” kata dia kepada reporter Tirto, Jumat (15/7/2022).

Wartawan yang diintimidasi ketika meliput 100 meter dari rumah Sambo pun ia sebut ‘keanehan’ polisi, ditambah persoalan kamera pengawas. “Janggal, sekelas jenderal, CCTV mati,” kata Fachrizal.

Apakah Indonesia bisa meniru Belanda untuk pengusutan perkara? Yang jelas, kata Fachrizal, secara hukum, harus tetap polisi yang mengusut. Namun selain tim gabungan pencari fakta, Kejaksaan bisa mengirimkan tim dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen, atau bahkan polisi yang secara terbuka meminta bantuan kepada kejaksaan. Persoalan ini makin kompleks lantaran terjadi di kediaman Sambo yang bertugas sebagai ‘polisinya polisi’.

“Kalau tim gabungan isinya adalah semua polisi, ya, sama saja bohong.” Kenapa? Karena bisa saja ada konflik kepentingan dalam penggalian fakta. Bila penyelidikan dan penyidikan kasus penembakan ini lancar, maka semestinya bisa mencapai tahap persidangan. Bila almarhum terbukti sebagai pelaku, maka kasus ditutup karena ia tewas, sebaliknya jika almarhum sebagai korban, maka Bharada E harus diperiksa.

RUMAH DINAS KADIV PROPAM POLRI DIJAGA POLISI

Polisi berjaga di depan rumah dinas Kadiv Propam Polri Irjen Pol Ferdy Sambo pascaperistiwa baku tembak dua ajudannya di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022) malam. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww.

Polisi pun mengautopsi jenazah Nofryansyah sebelum diserahkan kepada keluarganya, kata dia, mestinya autopsi itu membutuhkan persetujuan pihak keluarga. Apalagi jika kepolisian melarang keluarga almarhum melihat kondisi mayat.

Semua itu menambah keraguan publik. Sebab bukan hanya kasus ini saja polisi melarang melihat jenazah. “Kapolri, jika ingin nama institusi kepolisian bersih, maka harus berani mengusut tuntas dan Kadiv Propam ini dinonaktifkan,” tutur Fachrizal.

Fachrizal mengingatkan agar kepolisian transparan dalam mengusut dan menginformasikan temuan ini secara transparan kepada publik. Tak hanya masyarakat awam yang menilai kejanggalan, bahkan setingkat menteri pun menyebut penembakan ini penuh keanehan.

"Kasus ini memang tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja karena banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan, maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya," kata Menko Polhukam Mahfud MD.

Sementara itu, Sekretaris Kompolnas, Benny Mamoto menyatakan, upaya membentuk tim gabungan sebagai bentuk transparansi Korps Bhayangkara. “Langkah ini diharapkan bisa memastikan bahwa proses penyidikan yang dilaksanakan sesuai dengan aturan, objektif. Semua analisis (serta) kesimpulan itu berdasarkan fakta lapangan yang sudah teruji,” kata dia.

Keterujian itu bisa ditempuh melalui investigasi berbasis ilmiah, para ahli, juga mengkroscek kesaksian. Benny berharap semua isu dapat dibuat terang dan dapat dikaitkan dengan temuan di lapangan, sehingga masyarakat bisa mendapatkan informasi akurat, dipercaya, serta dipertanggungjawabkan.

Baca juga artikel terkait POLISI TEMBAK POLISI atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz