Menuju konten utama

Benny Wenda: Kemerdekaan Indonesia ke-75, Hari Berkabung bagi Papua

ULMWP tak mengakui kemerdekaan Indonesia. Mereka akan merebut kembali kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri bagi Papua.

Benny Wenda: Kemerdekaan Indonesia ke-75, Hari Berkabung bagi Papua
Ilustrasi Benny Wenda. tirto.id/Sabit

tirto.id - Ketua United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda menegaskan, tak akan ikut merayakan hari kemerdekaan Indonesia. Menurutnya, 15 hingga 17 Agustus adalah hari berkabung bagi Bangsa Papua.

"Di akhir minggu, kami akan memperingati ulang tahun ke-58 negara kami masuk ke Indonesia. Dan menandai satu tahun sejak Pemberontakan Papua yang dipicu oleh serangan rasis dari dinas keamanan Indonesia," kata Benny melalui keterangan tertulisnya kepada reporter Tirto, Rabu (17/8/2020). West Papua merupakan nama yang disematkan Benny jika Papua merdeka dari Indonesia.

Kami, kata Wenda, tak mengakui kemerdekaan Indonesia. Dia akan merebut kembali kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri bagi Papua.

"Pada tanggal 15 Agustus 1962, perundingan rahasia antara pemerintah Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat memutuskan nasib rakyat saya. Tidak ada orang Papua Barat yang diajak berkonsultasi dan referendum yang dijanjikan kepada kami dalam Perjanjian New York 1962 tidak pernah terjadi," ujarnya.

Menurutnya, New York Agreement itu yang menjadi akar dari masalah yang terus berulang: orang-orang Papua yang dibunuh dan aniaya tanpa ada penuntasan proses hukumnya. Maka dari itu, ia menolah perjanjian itu dan "pendudukan ilegal" Indonesia di Papua.

Sebagai gantinya, kata Wenda, kami akan tinggal di rumah dan berkabung atas peringatan pertama Pemberontakan Papua tahun 2019. Pada 17-18 Agustus tahun lalu, asrama mahasiswa Papua di Surabaya dikepung pasukan keamanan Indonesia dan kelompok ormas intoleran.

"Para siswa menjadi sasaran pelecehan ras yang brutal: yang disebut 'monyet' dan 'anjing' dan disuruh 'pulang ke Papua'. Merespons tindakan itu, rakyat West Papua melancarkan pemberontakan terbesar mereka sepanjang dua puluh tahun terakhir. Ratusan ribu orang turun ke jalan untuk memprotes tindakan rasisme dan diskriminasi. Mereka juga menuntut referendum kemerdekaan," terangnya.

Wenda mengingatkan kembali beberapa tindakan represif yang terjadi belakangan ini. Di antaranya seperti penangkapan paksa Sius Ayemi, aktivis West Papua National Authority (WPNA) saat perayaan Hari Adat Sedunia. Pembunuhan, penyiksaan, dan diskriminasi semakin meningkat: dalam bulan ini, tentara dari pangkalan militer baru di desa Tambrauw memukuli desa -desa setempat tanpa alasan selain warna kulit mereka.

"Kami fokus menolak upaya baru Jakarta untuk memaksakan 'Otonomi Khusus Jilid II' pada kami. Kami tidak menginginkan 'otonomi' palsu dan kami hanya akan meningkatkan perjuangan kami untuk penentuan nasib sendiri yang sejati, yang dicapai melalui referendum kemerdekaan yang diawasi secara internasional," ujarnya.

Baca juga artikel terkait PAPUA atau tulisan lainnya dari Dieqy Hasbi Widhana

tirto.id - Politik
Reporter: Dieqy Hasbi Widhana
Penulis: Dieqy Hasbi Widhana
Editor: Gilang Ramadhan