Menuju konten utama

Benjamin Netanyahu: Kisah Anak Sejarawan Yahudi & Kontroversinya

Berdasarkan biografinya, Benjamin Netanyahu adalah anak sejarawan Yahudi, ia merintis karier di militer dan pernah jadi Perdana Menteri Israel termuda.

Benjamin Netanyahu: Kisah Anak Sejarawan Yahudi & Kontroversinya
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengeluarkan pernyataan di Kementerian Pertahanan Israel di Tel Aviv, Israel, Senin, 27 Juli 2020. AP / Tal Shahar, Yediot Ahronot, Pool

tirto.id - Nama Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu tengah menjadi sorotan, terlebih setelah konflik Israel dan Palestina muncul kembali. Ia sempat menyerukan untuk terus menyerang kelompok militan Palestina, Hamas setelah keduanya saling serang di Jalur Gaza. Lantas, siapa Benjamin Netanyahu sebenarnya? Bagaimana kiprahnya di dunia politik?

Seperti dilansir laman Biography, Benjamin adalah anak dari sejarawan Yahudi terkenal bernama Benzion Netanyahu. Ia lahir di Tel Aviv, Israel tanggal 21 Oktober 1949 dan dibesarkan di Yerusalem. Kendati demikian, nyaris sebagian besar masa remajanya Benjamin habiskan di daerah Philadelphia, Amerika Serikat, tempat ayahnya menjadi sejarawan sekaligus profesor.

Berbeda dari ayahnya, Benjamin justru merintis kariernya di dunia militer Israel pada tahun 1967. Ia pernah bergabung dengan pasukan operasi khusus yang menyelamatkan pesawat yang dibajak di bandara Tel Aviv pada tahun 1972.

Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Amerika Serikat, kemudian mendapatkan gelar di bidang arsitektur dan administrasi bisnis dari Massachusetts Institute of Technology. Setelah mendengar kabar kematian saudara tertuanya, Jonathan, yang terbunuh saat membebaskan sandera dari pesawat Air France yang dibajak di Urganda, ia pun kembali ke Israel.

Benjamin mendirikan Jonathan Institute yang mensponsori tentang terorisme dan menjadi sangat terlibat dalam upaya kontraterorisme internasional. Di sini karier politiknya mulai terlihat.

Menjadi Perdana Menteri Israel Termuda

Sebelum terpilih menjadi anggota Knesset (parlemen Israel) dari partai sayap kanan Likud, Benjamin memegang beberapa posisi duta besar. Ia pernah menjadi duta besar Israel di Washington (1982-1984) dan menjadi duta besar Israel untuk PBB (1984-1988). Saat bertugas di PBB, Benjamin sering memimpin kampanye untuk mendeklarasikan arsip PBB tentang kejahatan perang Nazi.

Ia juga pernah menjabat sebagai wakil menteri luar negeri (1988-1991) dan menjadi wakil menteri di kabinet koalisi Perdana Menteri Yitzhak Shamir (1991-1992). Pada tahun 1993, ia terpilih menjadi Ketua Partai Likud untuk menggantikan posisi Yitzhak Shamir.

Laman Britannica mencatat, namanya mulai mencuat setelah menentang perjanjian damai antara Israel-Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Ia juga menentang penarikan pasukan Israel dari wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.

Dalam pemilihan 29 Mei 1996, Benjamin bertarung melawan Perdana Menteri Shimon Peres dari Partai Buruh. Ia pun menang dengan selisih sekitar 1 persen atas Shimon dan ini adalah pemilihan perdana menteri pertama yang dipilih secara langsung. Benjamin pun menjadi perdana menteri termuda dalam sejarah Israel.

Infografik SC Serangan Israel Ke Palestina

Infografik SC Serangan Israel Ke Palestina. tirto.id/Fuad

Kontroversi

Saat pertama kali menjabat sebagai perdana menteri, kerusuhan mulai terjadi, ditambah lagi memburuknya hubungan dengan Suriah. Benjamin membuat keputusan untuk membuka terowongan di dekat Masjid Al-Aqsa. Hal ini memicu kemarahan warga Palestina dan memicu konflik. Kendati demikian, Benjamin yang pernah menentang perjanjian damai akhirnya setuju menarik pasukan dari sebagian besar kota Hebron, Tepi Barat.

Meskipun mendapat tekanan dari partai koalisinya, Benjamin terus mengumumkan niatnya untuk mendirikan pemukiman baru Yahudi di tanah yang diklaim oleh Palestina. Dia juga menurunkan jumlah tanah yang akan diserahkan kepada Palestina selama masa penarikan tentara Israel dari Tepi Barat.

Namun demikian, pada tahun 1998, Benjamin dan Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser Arafat membicarakan kesepakatan damai dengan syarat 40 persen wilayah Tepi Barat berada dalam kendali Palestina.

Kesepakatan damai itu ditentang oleh kelompok sayap kanan di Israel, bahkan beberapa faksi dalam koalisi pemerintah Benjamin memilih mundur. Pada tahun 1998, Knesset membubarkan pemerintah dan menjadwalkan pemilihan umum baru pada Mei 1999.

Kampanye pemilihan kembali Benjamin pun terhalang oleh sayap kanan, bahkan posisi Benjamin sebagai Ketua Partai Likud digantikan oleh Ariel Sharon. Karena tidak memenuhi syarat, Benjamin gagal mencalonkan diri sebagai perdana menteri dan Ariel Sharon terpilih dalam posisi itu. Namun, Benjamin tetap mendapat posisi sebagai menteri luar negeri (2002–2003) dan menteri keuangan (2003–2005).

Singkat cerita, Benjamin pun terpilih kembali menjadi perdana menteri dalam Pemilu Februari 2009 ketika ia memegang posisi Ketua partai Likud dan ia dilantik menjadi perdana menteri untuk kedua kalinya pada 31 Maret 2009.

Baca juga artikel terkait BENJAMIN NETANYAHU atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Politik
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Iswara N Raditya