Menuju konten utama

Bencana Huawei: Dicerai Google, Diputus Kongsi oleh ARM Pula

ARM adalah fondasi dunia mobile hari ini.

Bencana Huawei: Dicerai Google, Diputus Kongsi oleh ARM Pula
PT Huawei Tech Investment di Shenzhen, Guangdong. FOTO/huawei.com

tirto.id - Diceraikan oleh Google itu satu masalah, tapi pegat dengan ARM adalah hal yang lebih pelik lagi.

ARM Holdings, perusahaan asal Inggris yang dimiliki entitas Jepang dan memiliki beberapa pusat riset di Amerika Serikat itu, memutuskan untuk mengikuti keputusan presiden Donald Trump ihwal pelarangan “musuh asing” melakukan bisnis telekomunikasi di AS.

Dilansir BBC, para karyawan ARM diinstruksikan untuk menghentikan segala kontrak, dukungan teknis, dan menghentikan segala perjanjian yang telah disepakati. Dalam memo internal yang beredar, meskipun ARM adalah perusahaan Cambridge, Inggris, ARM mengklaim bahwa beberapa teknologinya "lahir di AS".

“ARM mematuhi pembatasan dagang terbaru yang ditetapkan oleh pemerintah AS dan sedang melakukan pembicaraan dengan pemerintah AS terkait kepatuhan kami,” urai juru bicara ARM kepada The Verge.

Richard Windsor, dalam tulisannya di Forbes, secara tersirat menyebut kebijakan ARM memperparah—dan bahkan memperburuk—situasi Huawei selepas apa yang diputuskan Google. “Teknologi ARM adalah pusat dan bagian fundamental dalam dunia perangkat, baik itu ponsel, PC, maupun data center,” katanya.

ARM memang sepenting itu. Pada 2016, SoftBank, konglomerasi asal Jepang di bawah kendali Masayoshi Son, membeli ARM Holdings dengan angka tukar yang tak main-main: $32 miliar. Son, dalam pengumuman pembelian ARM, mengatakan “ARM adalah perusahaan yang saya kagumi dalam 10 tahun terakhir. Saya sangat menghargai perusahaan ini dan melihat masa depan yang baik pada ARM.”

Mengapa Son, memanfaatkan sebagian dana likuiditas dari kepemilikan Alibaba, mau membeli mahal ARM? Menurut Son, salah satu alasannya ialah ARM memiliki posisi unik di teknologi, yakni menjadi fondasi bagi mobile, enterprise, hingga Internet of Things.

Son tak salah. Sebagaimana diwartakan Wired, sekitar 95 persen ponsel pintar menggunakan chip berbasis ARM. Menurut data yang Statista, ada 2,53 miliar ponsel pintar di dunia. Artinya, ARM mentenagai 2,4 miliar di antaranya.

Tapi, mengapa bisa?

Pada akhir dekade 1970-an, lahir startup bernama Acorn Computers di Inggris. Sebagaimana Apple di AS, Acorn awalnya menjual komputer utuh bagi masyarakat. Acorn System 1 merupakan portofolio pertama mereka. Namun, peruntungan Acorn baru terjadi pada 1981. Kala itu, lembaga penyiaran Inggris BBC butuh komputer yang memenuhi kebutuhan mereka.

Lahirlah Atom yang menjawab kebutuhan BBC. Komputer berprosesor 1 MHz dengan ROM dan RAM sebesar 12 kilobita. BBC suka. Dan pemerintah Inggris, yang ingin rakyatnya melek komputer, kemudian menjadikan Atom sebagai komputer nasional. Atas subsidi yang diberikan, 80 persen sekolah yang ada di Inggris menggunakan komputer ciptaan Acorn.

Sialnya, sebagaimana diwartakan The Guardian, meskipun sukses, Acorn tetaplah perusahaan kecil. Untuk memperluas skala bisnis, Acorn butuh bantuan perusahaan lain. Khususnya untuk memenuhi permintaan prosesor. Ini berbahaya.

Stephen Furber, yang kemudian menjadi manajer desain Acorn, mencetuskan ide penciptaan prosesor sendiri pada Hermann Hauser, co-founder Acorn Computers, terinspirasi dari kerja dua orang peneliti asal University of California, AS, yang sukses mencipta desain baru prosesor, yang sederhana dan efisien bernama reduced instruction set computing atau RISC.

Seiring waktu, Acorn akhirnya melahirkan ARM alias Advanced RISC Machine.

Pada 1985, Acorn memperkenalkan ARM pertamanya. Sebuah prosesor yang diciptakan menggunakan pabrikan 3 mikrometer memanfaatkan teknologi VLSI. Dalam tubuh si prosesor, tersemat 25 ribu transistor. Transistor merupakan alat semikonduktor yang dipakai mengatur jumlah aliran arus listrik atau sirkuit pemutus listrik. Transistor juga berguna sebagai penguat, stabilisasi, dan modulasi sinyal elektromagnetik.

Pada 1990, bekerjasama dengan Apple, prosesor ARM terpasang pada Newton, cikal-bakal iPad. Sayangnya, prosesor buatan Acorn ini berbeda dengan prosesor yang diperkenalkan Intel.

ARM merupakan prosesor berbasis RISC. R dalam “RISC” adalah reduce, artinya, prosesor yang mengusung konsep ini mengurangi jumlah set instruksi komputer. Selain RISC, ada prosesor berbasis CISC alias complex instruction set computer. Berkebalikan dengan RISC, CISI memiliki set instruksi yang sangat banyak.

Dalam dunia prosesor, set instruksi merupakan serangkaian kemampuan yang dimiliki. Sayangnya, banyak-sedikitnya memiliki plus dan minus. Semakin banyak instruksi yang dimiliki membuat prosesor tidak bisa terlalu kencang. Jika ingin kencang, perlu energi yang cukup besar.

Set instruksi yang kecil, di sisi lain, mampu membuat sub-kemampuan prosesor dimaksimalkan. Lagi-lagi, pada prosesor yang set instruksinya banyak, sub-kemampuan bisa dimaksimalkan dengan memanfaatkan energi yang besar.

Sialnya, kala itu, ponsel pintar masih sebatas mimpi belaka. Tidak ada kebutuhan menggunakan perangkat yang hemat daya. Atas monopoli Microsoft (Windows) dan Intel alias Wintel, ARM terpinggirkan.

Prosesor ARM dipandang sebelah mata. Hanya digunakan pada feature phone, kalkulator, dan perangkat-perangkat “bodoh” lainnya. Dan ini membuat Acorn terpecah. Acorn Computers akhirnya memerdekakan ARM menjadi perusahaan tersendiri.

Infografik ARM Holdings

Infografik ARM Holdings. tirto.id/Quita

Namun, kesialan ARM punya titik akhir. Bekerjasama dengan Apple, teknologi ARM digunakan pada prosesor Samsung 32 bit RISC ARM, prosesor yang tersemat pada iPhone 1st Generation, yang dirilis 2007 lampau. Karena iPhone sukses merevolusi dunia ponsel pintar, ARM kebagian getahnya.

ARM tidak memproduksi prosesor. Ia, dalam berbisnis, punya dua jalan. Pertama, melisensi desain ARM. Perusahaan yang membeli desain, tinggal “mencetaknya” di pabrik-pabrik mereka. Kedua, ARM melisensikan arsitektur-nya, atau inti dari desain ARM.

Pilihan kedua membedakan ARM dengan Intel. Dengan hanya membeli arsitektur ARM, perusahaan bisa menciptakan prosesor yang sesuai kebutuhan mereka. Dari sini, lahirlah prosesor Qualcomm Snapdragon, Apple Ax, Samsung Exynos, hingga Huawei Kirin.

Nama prosesor yang disebut terakhir terancam hidupnya atas kebijakan Trump. Karena, sebagaimana diungkap Geoff Blaber dari firma analisis pasar CCS Insight, “ARM adalah fondasi desain chip ponsel pintar Huawei.” Bukan hanya itu, ARM adalah fondasi dunia mobile hari ini.

Baca juga artikel terkait HUAWEI atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Maulida Sri Handayani