Menuju konten utama

Benarkah Virus Corona Lebih Rentan ke Laki-Laki daripada Perempuan?

Apakah benar virus Corona lebih rentan terhadap laki-laki daripada perempuan?

Benarkah Virus Corona Lebih Rentan ke Laki-Laki daripada Perempuan?
Petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) memindai suhu tubuh (thermoscan) anak buah kapal (ABK) Nong Lyla dari negara China menggunakan alat termometer di yang berlabuh di pelabuhan IPC Panjang, Bandar Lampung, Lampung, Selasa (29/1/2020). ANTARA FOTO/Ardiansyah/foc.

tirto.id - Merebaknya wabah virus Corona dari Cina ke seluruh dunia, menyebabkan munculnya berbagai informasi mengenai jenis baru virus corona atau 2019-nCoV, salah satunya virus ini lebih banyak menyerang pria ketimbang perempuan. Benarkah ini?

"71 persen pada laki-laki ketimbang perempuan," ujar Ahli pulmonologi dari Rumah Sakit Universitas Indonesia, Dr. Raden Rara Diah Handayani dalam media briefing di Depok, Selasa (4/2/2020), sebagaimana dilansir Antara.

Lebih lanjut, dokter spesialis mikrobiologi RSUI, dr. R. Fera Ibrahim mengatakan hal ini berhubungan dengan jumlah reseptor ACE2 yang lebih banyak pada pria dibandingkan wanita.

"Virus akan menginfeksi sel, masuk lalu mereplikasi. Untuk masuk ke sel ada reseptor. (Jenis baru) corona mirip SARS, ada reseptor yang namanya ACE2. Reseptor ini ada di nasofaring hingga otak. Tapi yang paling banyak di sel epitel paru sehingga tampak seperti infeksi saluran napas dan diare," papar Fera.

Penelitian yang dilakukan saat kasus SARS terjadi, menunjukkan reseptor ACE2 lebih banyak pada laki-laki ketimbang perempuan.

"Ada yang meneliti di zaman SARS (mewabah), ternyata reseptor ACE2 banyaknya di laki-laki, lebih banyak pada ras Asia dibandingkan kulit putih dan hitam," kata Fera.

Karena mirip dengan SARS, virus corona juga bisa bertahan selama enam hari di udara dingin apalagi ada protein tertentu yang membuatnya bertahan lebih lama.

Namun, virus ini bisa dilumpuhkan salah satunya melalui pemanasan pada suhu sekitar 56 derajat Celcius selama 30 menit.

Selain laki-laki, 2019-nCoV juga disebut lebih rentan menginfeksi orang lanjut usia ketimbang orang muda. Mengenai hal ini Diah mengatakan, semua orang berisiko.

"Semua orang berisiko. Usia (yang dilaporkan) 19 bulan paling muda, sampai usia 89 tahun (paling tua). Pasien meninggal dunia rata-rata usia 40-50 tahun," kata dia.

Diah memaparkan, total kasus akibat virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina itu meningkat dari 14.557 kasus pada 2 Februari 2020 menjadi 20.626 kasus pada hari ini.

Dilansir dari South China Morning Post, menurut sebuah penelitian pada 99 pasien yang terdiri dari 67 pria dan 32 wanita yang dirawat di rumah sakit Wuhan dari 1 hingga 20 Januari, ditemukan bahwa hampir setengah dari mereka terinfeksi dalam kelompok, meskipun otoritas kesehatan Cina hanya mengkonfirmasi bahwa kasus sedang ditularkan antara manusia sejak 21 Januari.

"Kami mengamati lebih banyak pria daripada wanita dalam 99 kasus infeksi 2019-nCoV. Mers-CoV dan Sars-CoV juga ditemukan menginfeksi lebih banyak laki-laki daripada perempuan," kata penelitian itu, merujuk pada sindrom pernapasan Timur Tengah dan sindrom pernafasan akut yang parah, yang juga merupakan coronavirus.

"Berkurangnya kerentanan perempuan terhadap infeksi virus dapat dikaitkan dengan perlindungan dari kromosom X dan hormon seks, yang memainkan peran penting dalam kekebalan bawaan dan adaptif," katanya.

Setengah dari pasien juga memiliki penyakit kronis lainnya seperti masalah jantung atau diabetes, kata para peneliti.

Mereka mengatakan tingkat kematian dari 99 kasus adalah 11 persen. Itu sebanding dengan penelitian sebelumnya oleh dokter dari rumah sakit yang sama dan ilmuwan Cina lainnya berdasarkan 41 pasien, yang menempatkan angka kematian pada 15 persen.

Studi terbaru menemukan bahwa 49 persen pasien terinfeksi dalam kelompok dan terpapar ke Pasar Makanan Laut Huanan, yang diyakini sebagai sumber wabah.

Kebanyakan dari mereka adalah penjual dan pembersih di pasar, dan dua adalah pembeli. Tetapi penelitian ini tidak mengidentifikasi bagaimana pasien lain terinfeksi.

Studi ini dilakukan oleh tim ilmuwan Cina, sebagian besar dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Cina.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Yandri Daniel Damaledo

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Yandri Daniel Damaledo
Editor: Agung DH