Menuju konten utama

Benarkah Perempuan Bermata Minus Tak Bisa Bersalin Normal?

Mitos soal ini kerap dibicarakan dan membikin waswas wanita dengan penglihatan rabun jauh.

Benarkah Perempuan Bermata Minus Tak Bisa Bersalin Normal?
Ilustrasi melahirkan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - "Mata saya minus, bisakah melahirkan dengan normal?”

Pertanyaan tersebut seringkali terlontar pada ibu hamil dengan kelainan mata rabun jauh (miopi). Selama ini, kabar burung mengatakan orang-orang yang memiliki miopi hanya bisa melahirkan dengan cara caesar.

Kelainan mata miopi diakibatkan oleh jarak bola mata yang terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu besar. Akibatnya, fokus cahaya jatuh di titik depan retina sehingga menyebabkan objek jauh terlihat buram. Semakin tinggi minus yang diderita seseorang, maka jarak bola matanya semakin panjang.

Kondisi itu menyebabkan retina yang membungkus bola mata merenggang sehingga terjadi penurunan sirkulasi darah serta penipisan pada retina, terutama retina perifer. Kondisi ini meningkatkan risiko retina berlubang atau robek, atau dinamakan degenerasi retina lattice.

Aktivitas mengejan saat bersalin normal dikhawatirkan membuat robekan retina semakin lebar dan menyebabkan lepasnya retina dari jaringan penopang (ablasio retina). Akibatnya dapat membikin kebutaan. Namun menurut dr. Gitalisa Andayani SpM, para ibu hamil dengan mata minus tak perlu merisaukan hal tersebut.

Tidak semua penderita miopi memiliki degenerasi retina lattice, sehingga tidak semua perempuan dengan mata minus harus bersalin sesar. Ibu hamil dengan degenerasi lattice sekalipun tidak dilarang untuk bersalin normal selama tidak mengeluhkan titik-titik hitam atau serabut melayang dalam lapang pandang mata (floaters), kilat (flashes), dan tidak memiliki anggota keluarga dengan riwayat ablasio retina.

“Di kalangan dokter mata, hal ini dianggap sebagai mitos. Jika ibu hamil memiliki degenerasi perifer, baru kita lebih hati-hati mengawasi,” paparnya kepada Tirto.

Dr. dr. Ali Sungkar, Sp.OG-KFM, dokter ahli kandungan, kebidanan, dan fetomaternal sempat menyarankan para ibu hamil untuk kontrol kesehatan mata. Dengan begitu, mereka akan mendapat penanganan kelainan mata sebelum persalinan. Terutama jika ditemukan kelainan berupa ablasio retina.

“Selain itu, ikutlah kelas prenatal agar bisa mempersiapkan persalinan, termasuk cara mengejan dengan benar,” ujarnya, dalam sebuah acara bertajuk "Kehamilan untuk Generasi yang Lebih Sehat".

Tidak ada batasan minus yang baku sebagai syarat memeriksakan mata ke dokter. Namun, lanjut Gita, takaran minus 5 ke atas sudah dikategorikan tinggi dan bisa dipertimbangkan pemeriksaan retina sebelum melahirkan. Semakin tinggi minus yang diderita, risiko ablasi juga akan semakin besar.

Para ibu hamil dengan kondisi robekan/penipisan retina sejatinya juga tetap bisa melahirkan normal. Laman JEC, rumah sakit khusus mata, menyatakan kondisi tersebut dapat diatasi dengan operasi guna mengembalikan retina ke posisi semula. Cara yang lazim dilakukan adalah mematri robekan retina menggunakan laser (cryotherapy).

Selain laser, dokter juga bisa melakukan scleral buckle, atau meletakkan gelang yang lentur di seputar bola mata. Tujuannya untuk mengembalikan kekuatan menarik retina. Cara selanjutnya adalah dengan memasukkan gas khusus ke dalam rongga vitreus agar retina yang lepas terdorong kembali ke posisi semula. Terakhir, mengganti vitreus yang mengakibatkan penarikan retina, dengan gas atau minyak silikon.

Penelitian oleh Landau, dkk telah mengonfirmasi tindakan tersebut aman dilakukan sebagai jalan keluar untuk melakukan persalinan vaginal. Pengamatan peneliti pada 10 perempuan yang memiliki riwayat ablasi retina menyimpulkan mereka dapat melahirkan secara normal dan tidak mengalami perubahan retina (kembali menipis) selepas dilakukan tindakan medis.

“Jadi jangan menyamaratakan semua perempuan minus tidak boleh melahirkan normal,” tukasnya.

Infografik Melahirkan dengan mata minus

Perubahan pada Mata Selama Kehamilan

Selama kehamilan, perempuan akan mengalami perubahan-perubahan dalam tubuhnya, termasuk produksi hormon. Dari laman Eye Clinic, Pusat Oftalmologi dan klinik mata di Yunani dan Eropa, kondisi ini ternyata juga berpengaruh pada penglihatan selama kehamilan. Meski kebanyakan akan kembali normal setelah melewati persalinan.

Beberapa gangguan penglihatan saat hamil diantaranya mempengaruhi kelengkungan dan ketebalan kornea. Perubahan ini bisa membikin ibu hamil kesulitan memakai lensa kontak dan meningkatkan risiko infeksi atau cidera mata. Selama hamil, ketajaman visual kemungkinan akan berkurang karena perubahan hormon, atau bisa jadi karena diabetes pada ibu hamil (gestasional).

Penderita diabetes dapat mengalami komplikasi karena insulin tak bisa lagi menahan kadar gula darah yang tinggi. Akibatnya, pembuluh-pembuluh darah di tubuh pecah dan bisa menyasar pada otak, jantung, hati, ginjal, pembuluh darah arteri, maupun pembuluh darah pada retina mata.

Selanjutnya adalah fotofobia, atau sakit kepala karena perubahan hormonal yang menyebabkan kepekaan terhadap cahaya. Retinopati serosa sentral atau kelainan pada retina, sering dilaporkan pada trimester tiga dan akan berangsur pulih beberapa bulan setelah persalinan. Ada pula penglihatan buram akibat pre-eklampsia dan eklamsia pada penderita hipertensi.

Sebanyak 10 persen perempuan dengan eklampsia dapat mengalami edema di retina, detasemen serosa, dan neuritis optik iskemik akut. Namun, semua kondisi ini akan membaik dalam jangka waktu 1 hingga 2 minggu setelah tekanan darah turun atau setelah persalinan.

Jadi, bagi Anda yang sedang dalam masa kehamilan, selain berkonsultasi ke dokter kandungan. Ada baiknya juga periksakan kesehatan penglihatan untuk meminimalkan risiko kemunduran penglihatan.

Baca juga artikel terkait RABUN JAUH atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani