Menuju konten utama

Benarkah Pepsi Hengkang dari Indonesia Gara-gara Sawit?

Pernah berselisih dengan IndoAgri, perusahaan sawit Grup Salim, di tahun 2019. Benarkah berhentinya kerjasama Pepsi dan Indofood hanya semata urusan "komersial"?

Benarkah Pepsi Hengkang dari Indonesia Gara-gara Sawit?
Bintang ilklan Pepsi, Kendal Jenner. FOTO/pepsico.com

tirto.id - Hilang dari peredaran dalam beberapa bulan terakhir, Pepsi ternyata benar-benar hengkang dari Indonesia.

Kerja sama PepsiCo Inc dengan PT Anugerah Indofood Beverage Makmur (AIBM)—cucu usaha salim Grup—lewat perjanjian Exclusive Bottling Agreement (EBA) resmi berakhir per tanggal 10 Oktober mendatang.

Corporate Secretary Indofood, Gideon A Putro, menyampaikan bahwa kedua pihak sepakat untuk tak melanjutkan kolaborasi yang telah berlangsung selama 5 tahun tersebut.

"AIBM dan PepsiCo telah sepakat untuk tidak melanjutkan jangka waktu EBA karena alasan komersial," jelas Gideon dalam surat resmi yang diunggah di keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Jumat malam (4/10/2019).

Sayangnya, Gideon tidak memberikan penjelasan lebih lanjut soal alasan komersial yang dimaksud. Yang jelas, berakhirnya kerja sama tidak berdampak material terhadap pendapatan perseroan.

Tak adanya kejelasan terkait kerja sama tersebut membuat sejumlah pihak berspekulasi soal perselisihan (dispute) yang sempat terjadi antara Pepsi dan Indofood.

Semua bermula dari investigasi lembaga non-pemerintah, Rainforest Action Network (RAN), tentang dugaan pelanggaran hak-hak buruh di perkebunan sawit IndoAgri milik Salim Grup di Provinsi Sumatera Utara, pada tahun 2016.

Dugaan tersebut kemudian terbukti setelah panel Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO) melakukan penelusuran ke PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (Lonsum)—anak usaha IndoAgri.

Namun, desakan RSPO agar Lonsum menyusun action plan atas "pelanggaran" yang dilakukan Lonsum tak ditanggapi dengan serius.

Pada Januari 2019, ketika sertifikat keberlanjutan Lonsum ditangguhkan, IndoAgri justru memilih mundur dari RSPO dan hanya mengacu pada sertifikasi sawit berkelanjutan yang dilakukan pemerintah Indonesia (ISPO).

Dilansir dari The Grocer, juru bicara PepsiCo menyesalkan keputusan emiten sawit Salim Group tersebut.

Pepsi menegaskan sikapnya untuk mendukung RSPO dan mendesak IndoAgri menyusun action plan untuk membenahi permasalahan di kebun kelapa sawit mereka.

"Ini tidak dapat diterima dan tidak konsisten dengan kebijakan dan komitmen kami tentang minyak sawit berkelanjutan," kata juru bicara PepsiCo.

Lewat keterangan resminya pada September 2018, Pepsi juga menyampaikan bahwa perusahaan patungannya di Indonesia telah menghentikan kerjasama dengan IndoAgri sejak 2017.

"Perusahaan Patungan Indonesia kami berhenti mengambil suplai dari IndoAgri pada Januari 2017 dan PepsiCo melakukan moratorium untuk mendapatkan semua minyak kelapa sawit dari IndoAgri selama tahun 2018," tulis manajemen PepsiCo.

Disorot Pemegang Saham Pepsi

Pada 17 April 2019, Lembaga pemantau komitmen korporasi terhadap lingkungan dan kemanusiaan, Sumofus, merekomendasikan Pepsi mengakhiri semua kerja samanya dengan emiten-emiten Grup Salim, termasuk Indofood.

Sumofus, yang juga memegang sejumlah saham publik Pepsi, menyebut bahwa perusahaan tertinggal dari Nestle, salah satu kompetitornya, karena tak banyak menggubris persoalan sawit milik dalam Grup Salim.

Nestle memang menjadi salah satu korporasi besar yang menarik diri cukup awal. Pada September 2018, mereka menghentikan kerja sama dengan IndoAgri selaku pemasok minyak sawit.

Sama seperti Pepsi, Nestle juga menyampaikan bahwa penghentian kerja sama dengan Grup Salim dilandasi alasan "komersial". Namun demikian, perusahaan tersebut menegaskan komitmenya untuk menggunakan suplai minyak sawit berkelanjutan.

“Pepsi belum juga mengakhiri joint venture-nya,” ucap Lisa Lindsley perwakilan SumOfUs dalam surat resminya di laman Komisi sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC).

Sikap CEO Pepsi, Ramon Laguarta, yang mengabaikan keterkaitan Pepsi dengan konflik itu pun dinilai turut menurunkan standar para direksi.

SumOfUs karena itu sempat menyurati pemegang saham lain untuk menunjuk pimpinan anggota direksi independen guna memulihkan reputasi perusahaan, meski akhirnya usulan ini ditolak.

“PepsiCo menghadapi risiko reputasi karena persoalan perkebunan kelapa sawit milik rekan Jointventure di Indonesia,” terang Lisa.

Pepsi akan Kembali ke Indonesia?

Soal dugaan polemik sawit, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Abdul Rochim mengatakan bahwa ia akan mencoba membicarakan hal itu dengan Pepsi.

Belum lagi, ia yakin standar Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) cukup mumpuni dan perusahaan di dalam negeri pun harus mematuhi itu.

“Mengenai [sawit] ini mungkin juga akan dibicarakan kepada PepsiCo. Tapi kalau memang sudah menyinggung ranah bisnis, kami tidak bisa membantu banyak,” ucap Abdul, Kamis lalu (3/10/2019).

Triyono Pridjosoesilo, Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan Indonesia (ASRIM) meyakiini bawha Pepsi tak akan hilang selamanya dari pasar Indonesia lantaran bisnis minuman berkarbonasi di Indonesia masih berpotensi tumbuh.

Berdasarkan catatan ASRIM, minuman berkarbonasi mengalami pertumbuhan 3 persen-4 persen per Juni 2019. Angka itu melebihi rata-rata pertumbuhan industri minuman siap saji di Indonesia yang terjebak dalam kondisi stagnan.

"Jadi potensinya masih besar,” jelas Triyono kepada Tirto melalui sambungan telepon.

Sehingga, bisa dipastikan hengkangnya Pepsi dari Indonesia akan diisi oleh merek lain bisa berupa pemain lama ataupun pemain baru di industri minuman berkarbonasi. “Karena ini merupakan sebuah opportunity [peluang] bisnis,” jelas Triyono.

Sementara melalui keterangan resminya, manajemen Pepsi memberi sinyal akan segera kembali ke Indonesia.

"PepsiCo berharap dapat kembali ke pasar Indonesia dengan merek minumannya yang terkenal, termasuk Pepsi, Mirinda, 7UP dan Mtn Dew di masa depan," ungkap penjelasan resmi manajemen PepsiCo yang diterima Tirto.

Baca juga artikel terkait PEPSI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana