Menuju konten utama

Benarkah Penumpang Pesawat Beralih ke Moda Angkutan Lain?

Jumlah penumpang pesawat sepanjang Januari 2019 anjlok hingga 13 persen menjadi 6,66 juta penumpang.

Benarkah Penumpang Pesawat Beralih ke Moda Angkutan Lain?
Sejumlah penumpang antre memasuki pesawat di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, Senin (18/5/15). ANTARA FOTO/Anis Efizudin

tirto.id - Akhir pekan lalu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengklaim adanya pergeseran minat pengguna angkutan umum sepanjang Januari 2019. Menurut BPS, pengguna pesawat udara kini beralih ke moda angkutan umum lainnya.

“Secara umum memang ada peralihan, apalagi terdapat Tol Trans Jawa yang menghubungkan tol dari Jakarta ke Surabaya, ini membuka peluang masyarakat beralih,” kata Yunita Rusanti, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS seperti dilaporkan Tirto.

Menurut Yunita, penumpang pesawat kini beralih ke moda transportasi lain, di antaranya kapal laut dan kereta api. Asumsi itu diambil lantaran jumlah penumpang kapal laut dan kereta api yang terus meningkat.

Berdasarkan data BPS, jumlah penumpang kapal laut dan kereta api masing-masing tumbuh 1,31 persen dan 1,17 persen sepanjang Januari 2019. Sebaliknya, jumlah penumpang pesawat anjlok hingga 13 persen.

Lantas, apakah benar ada peralihan dari transportasi udara ke transportasi laut dan kereta api ?

Argumen adanya peralihan moda transportasi juga tampak lemah jika melihat data BPS pada Januari 2019. Jumlah penumpang pesawat tercatat anjlok, akan tetapi penumpang yang diangkut kapal laut dan kereta api juga tidak bagus-bagus amat.

Penumpang yang diangkut kapal laut misalnya. Pada Januari 2018, penumpang kapal laut naik 36 persen ketimbang realisasi Januari 2017. Namun pada Januari 2019, penumpang kapal laut hanya tumbuh 1,31 persen.

Kondisi yang sama juga terjadi di kereta api. Pada Januari 2018, penumpang kereta api naik 12 persen dari realisasi Januari 2017. Namun pada Januari 2019, pertumbuhan penumpang kereta api melambat dengan hanya tumbuh 1,17 persen.

“Peralihan mungkin ada, namun tidak signifikan. Saya pikir sekarang ini orang lebih memilih menunda perjalanan, apalagi menjelang pemilu,” tutur Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno, kepada Tirto.

Data pembanding lain adalah dari moda transportasi darat bus. Kementerian Perhubungan mengakui, ada peningkatan jumlah pengguna bus. Sayangnya, Kemenhub belum bisa menyampaikan angkanya karena masih dalam perhitungan.

“Sekarang kita lihat masyarakat mulai banyak menggunakan bus. Misal, Jakarta ke Solo tadinya naik pesawat sekarang banyak yang memakai bus,” tutur Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi seperti dilaporkan Tirto.

Hal berbeda disampaikan Ikatan Pengusaha Otobus Muda Indonesia (IPOMI). Ketua IPOMI Kurnia Lesani Adnan mengungkapkan bahwa tingkat okupansi bus antar kota antar provinsi (AKAP) pada awal tahun ini cukup baik ketimbang periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya. Namun, hal itu bukan karena perpindahan penumpang pesawat ke bus.

“Biasanya okupansi pada hari kerja itu 30 persen. Sekarang sudah naik menjadi 60 persen. Ini bukan karena penumpang pesawat yang beralih ke bus, justru lebih banyak penumpang kereta api yang beralih ke bus,” katanya kepada Tirto.

Alasannya sederhana. Waktu tempuh bus AKAP saat ini kurang lebih sama dengan kereta api seiring dengan kehadiran jalan tol baru seperti Tol Trans Jawa. Penumpang kereta api pun mulai beralih ke bus.

Sementara untuk penumpang pesawat, tidak menutup kemungkinan jika ada yang beralih ke bus, terutama jika masih dalam satu pulau. Meski begitu, secara umum porsinya tidak begitu signifikan, masih lebih banyak penumpang kereta api yang berpindah ke bus.

Infografik Pengguna Angkutan Umum

Infografik Pengguna Angkutan Umum

Anomali Penumpang Angkutan Udara

Tahun 2018 memang bisa disebut sebagai tahun yang kurang bagus bagi maskapai penerbangan. Betapa tidak, jumlah penumpang pesawat hanya naik 5,35 persen. Padahal, pada tahun sebelumnya, jumlah penumpang pesawat tumbuh 11 persen.

Pertumbuhan 5,35 persen ini juga bahkan dianggap anomali, menurut Indonesian National Air Carriers Association (INACA). Pasalnya, pertumbuhan jumlah penumpang biasanya dua kali lipat atau lebih dari pertumbuhan ekonomi.

Misal, jika pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen, maka jumlah penumpang pesawat akan tumbuh sebesar 10 persen. Ini juga sejalan dengan data BPS, di mana rata-rata pertumbuhan penumpang pesawat 2013-2017 mencapai 11 persen setiap tahunnya.

Direktur Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati menilai kenaikan jumlah penumpang pesawat yang hampir sama dengan pertumbuhan ekonomi bisa dikatakan sebuah anomali.

“Padahal, banyak bandara baru yang diresmikan pemerintah pada tahun lalu. Terminal baru juga banyak dibangun. Tapi pengguna angkutan udara tumbuh tipis. Memang ada anomali,” tuturnya kepada Tirto.

Kondisi anomali itu kemudian bertambah parah pada awal tahun ini. Jumlah penumpang pesawat sepanjang Januari 2019 anjlok hingga 13 persen menjadi 6,66 juta penumpang dari periode yang sama tahun lalu sebanyak 7,61 juta penumpang.

Tentunya, banyak faktor yang membuat jumlah penumpang pesawat menurun. Namun untuk Januari 2019, penyebab utama penumpang anjlok disebabkan harga tiket yang mahal, dan diterapkannya bagasi berbayar.

Meningkatnya biaya perjalanan pesawat bisa saja membuat penumpang beralih ke moda transportasi lainnya. Namun asumsi ini agaknya tidak terlalu akurat mengingat kinerja kapal laut dan kereta api juga sebenarnya tidak begitu bagus.

Saat ini, masyarakat justru cenderung lebih memilih menunda perjalanan ketimbang berpindah-pindah dari satu moda transportasi ke moda transportasi lainnya.

Baca juga artikel terkait MASKAPAI PENERBANGAN atau tulisan lainnya dari Ringkang Gumiwang

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Ringkang Gumiwang
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti