Menuju konten utama

Benarkah Go-Jek Sudah Layak Disebut Decacorn?

Go-Jek disebut-sebut sudah menyandang gelar decacorn. Tapi ada sebuah laporan yang menyatakan sebaliknya.

Benarkah Go-Jek Sudah Layak Disebut Decacorn?
Ratusan pengemudi Go-Jek melakukan unjuk rasa di Alun-Alun Yogyakarta, Jumat (8/3/2019). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/nz.

tirto.id - “Sekarang giliran kami yang mengirimkan karangan bunga digital ini,” cuit @BekrafID, akun Twitter resmi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), pada Go-Jek. “Selamat telah menjadi perusahaan anak bangsa pertama yang menyandang status decacorn!”

Melalui laporan berjudul “The Global Unicorn Club” dari CB Insight, firma analisis bisnis asal New York, Go-Jek didaulat menjadi decacorn alias startup yang memiliki nilai valuasi lebih dari 10 miliar dolar. Pada laporan itu, Go-Jek menduduki posisi ke-19 sebagai startup paling bernilai dari 300 startup yang minimal menyandang gelar unicorn di seluruh dunia.

Sayangnya, kegembiraan masuknya Go-Jek sebagai decacorn sedikit ternoda. Jon Russell, dalam tulisannya di Techcrunch, menyebut bahwa Go-Jek belum masuk menjadi bagian startup decacorn. Alasannya, ia sangsi dengan laporan yang digagas CB Insight itu. Alih-alih bertanya atau meriset langsung ke berbagai startup yang masuk di daftarnya, CB Insight hanya melakukan riset media untuk mengetahui berapa valuasi suatu startup.

Belum 10 Miliar

Pada kasus Go-Jek, sumber internal Techcrunch menyebut bahwa valuasi startup bentukan Nadiem Makarim itu berada “sekitar $10 miliar” pada awal 2019. Angka tersebut terutama didukung suntikan dana baru dari investor. Sebelum 2019, Go-Jek memperoleh dana senilai 1,5 miliar dolar untuk pendanaan Seri E dan 1,2 miliar dolar untuk pendanaan Seri F. Atas pendanaan itu, Russell menyebut bahwa valuasi Go-Jek berada di angka 9,5 miliar dolar. Namun beberapa media menyebut valuasi Go-Jek berada di rentang 9 hingga 10 miliar dolar. Dan batas atas rentang nilai valuasi itu diambil CB Insight sebagai basis data menilai valuasi Go-Jek.

Selain soal kekeliruan mengambil data dari media, Russell juga menyebut ada kejanggalan lain dalam laporan CB Insight itu, yakni yang terkait dengan Grab, pesaing terkuat Go-Jek. Dalam laporan itu, Grab disebut memiliki valuasi sebesar 11 miliar dolar. Padahal valuasi Grab kini berada di angka 14 miliar dolar, yang salah satunya disebabkan oleh suntikan dana baru senilai 1,46 miliar dolar dari SoftBank’s Vision Fund pada awal Maret lalu.

Atas dua kejanggalan itu, Russell berkesimpulan bahwa “Go-Jek suatu saat akan bervaluasi $10 miliar, tetapi bukan sekarang.”

Nila Marita, Chief of Corporate Affairs Gojek Group, tentang simpang-siur apakah Go-Jek telah menjadi decacorn atau belum, mengatakan bahwa pihaknya punya beberapa poin. Pertama, Nila menjelaskan bahwa "valuasi ditentukan oleh investor," bukan pihak Go-Jek. Dan dimasukkannya Go-Jek sebagai decacorn oleh CB Insight merupakan hal biasa saja.

"Kami senang-senang aja ada pihak ketiga yang berkomentar tentang kita. Itu penting, tapi bukan yang terpenting," tegas Nila.

Sementara itu, dalam pemaparan yang dilakukan Nadiem Makarim, Pemimpin Eksekutif Go-Jek, Go-Jek ini telah bertumbuh. Katanya, "kami kini pemain regional, bukan hanya Indonesia."

Nadiem mengklaim Go-Jek telah menjadi aplikasi on-demand dengan active users paling tinggi di Indonesia. Satu setengah kali lipat dibandingkan kompetitor terdekatnya. Lantas, Go-Food telah sukses menjadi yang terbesar di Asia Tenggara atau nomor tiga di dunia.

"Gojekin sudah menjadi kata kerja," tegas Nadiem.

Dalam tulisan Russell itu, secara tersirat ia menyatakan bahwa valuasi belumlah beranjak dari 9,5 miliar dolar (seperti yang dilaporkannya pada awal 2019) karena Go-Jek tidak sedang memperoleh suntikan modal tambahan dari investor. Namun, dalam menentukan nilai valuasi suatu startup, suntikan modal dari investor bukanlah yang utama.

Bila hanya terpaku pada suntikan modal investor, valuasi Go-Jek, yang hingga kini telah didukung 24 investor, hanya akan bernilai 3,1 miliar dolar. Sementara Grab, yang hingga kini telah didukung 40 investor, hanya akan bernilai 8,8 miliar dolar.

Valuasi adalah Kunci

Stéphane Nasser, dalam tulisannya di Tech in Asia, menyebut bahwa startup serupa “kotak spesial.” Kotak tersebut memiliki nilai, dan nilainya akan bertambah manakala dimasukkan “sesuatu.”

“Masukan paten ke dalam kotak dan nilainya meningkat. Tambahkan tim manajemen yang hebat, nilainya akan meningkat pula,” tulis Nasser.

Untuk menentukan valuasi startup ada banyak cara, misalnya, Scorecard Valuation Method. Suatu metode penentuan valuasi yang bermula dengan menentukan nilai dasar startup, lalu menyesuaikan dengan serangkaian kriteria seperti manajemen, size of opportunity, produk dan layanan, sales channels, stage of business, dan beragam kriteria lainnya.

Dalam paper berjudul “Startup Valuation by Venture Capitalist: An Empirical Study,” Tarek Miloud menyebut ada sangat banyak faktor yang menentukan valuasi perusahaan, tak hanya suntikan modal dari investor. Beberapa di antaranya ialah pre-money valuation (valuasi awal yang ditentukan pendiri), founder experience (pengalaman yang dimiliki pendiri di bidang startup yang digeluti), management experience (pengalaman manajemen), profitability (pendapatan yang telah diraih), dan firm age (berapa lama startup telah berdiri).

Untuk menguji dengan mudah seberapa nilai valuasi startup bisa diukur dengan dua faktor: diferensiasi produk/layanan dan nilai pertumbuhan industri yang digeluti startup. Kedua faktor tersebut sangat berhubungan dengan performa sebuah startup.

Infografik Valuasi Startup

undefined

Dengan hanya melihat dua faktor itu, Go-Jek terbilang moncer. Pada diferensiasi produk atau layanan, dengan mengesampingkan startup ride-sharing lokal nan kecil, praktis Go-Jek jadi penguasa pasar bersama Grab. Catatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebut Go-Jek memimpin pasar ride-sharing Indonesia dengan penguasaan pangsa pasar 79,20 persen.

Sementara itu, soal pertumbuhan industri ride-sharing, laporan berjudul “e-Conomy SEA 2018: Southeast Asia’s Internet Economy Hits an Inflection Point” yang dikerjakan Google dan Temasek menyatakan bahwa sektor ride-sharing di Asia Tenggara menunjukkan pertumbuhan positif. Pada 2015 nilainya ada pada angka 2,5 miliar dolar. Tahun lalu nilainya berada di angka 5,7 miliar dolar. Google dan Temasek memprediksi bahwa nilai pasar ini akan menjadi 20 miliar dolar pada 2025.

Lantas, apa guna nilai valuasi bagi startup?

Dalam bisnis, nilai valuasi penting karena nilai tersebut menentukan proporsi saham. Bila ada investor baru yang masuk, misalnya, mereka bisa mengetahui berapa imbalan yang akan mereka peroleh. Selain itu, mengetahui nilai valuasi penting karena dapat menyelaraskan ambisi pengusaha dan investor, membantu menyusun dan memastikan perlakuan yang adil, dan mengurangi sumber konflik antara pengusaha dan investor.

Secara sederhana, Nasser menjelaskan bahwa fungsi valuasi akan terdengar seperti: “Berikan saya $1 juta untuk membuat kotak, dan Anda akan memperoleh X persen dari apapun yang dihasilkan kotak ini.” Nah, seberapa besar X ditentukan dengan dasar nilai valuasi.

Baca juga artikel terkait GOJEK atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Ivan Aulia Ahsan