Menuju konten utama

Benarkah COVID-19 Varian India yang Ganas Sudah Masuk Indonesia?

Apakah varian COVID-19 yang ganas dari India sudah masuk Indonesia? Resminya masih diteliti, tapi mungkin sudah berdasarkan beberapa alasan.

Benarkah COVID-19 Varian India yang Ganas Sudah Masuk Indonesia?
Kremasi masal korban tewas akibat terinfeksi virus corona (COVID-19), terlihat di sebuah lapangan krematorium di New Delhi, India, Kamis (22/4/2021). Gambar diambil menggunakan drone. ANTARA FOTO/REUTERS/Danish Siddiqui/FOC/djo

tirto.id - COVID-19 mengganas di India, menyebabkan gelombang kasus dan kematian melonjak. Oleh para epidemiolog situasi itu disebut tsunami COVID-19. Para warga di sana melakukan eksodus ke berbagai negara termasuk Indonesia, dan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengonfirmasi varian dari negara itu juga sudah masuk ke sini.

"Ada 10 orang yang sudah terkena virus tersebut," kata Budi dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin (26/4/2021).

Ia tak merinci varian COVID-19 apa yang masuk. Namun di India, varian yang mendominasi adalah B1617, kemudian ada juga B117.

B1617 merupakan varian baru yang pertama kali ditemukan di India, sementara B117 adalah varian yang pertama kali ditemukan di Inggris pada akhir 2020 dan telah menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia, varian tersebut terkonfirmasi masuk sejak awal 2021.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan varian yang dimaksud Menkes Budi adalah B117, bukan B1617 yang diperkirakan lebih ganas dan jauh lebih mudah menular.

Namun kekhawatiran masuknya B1617 semakin meningkat setelah adanya 127 warga India yang eksodus ke Indonesia dan 12 di antaranya dinyatakan positif COVID-19. Kini Kemenkes mengidentifikasi intensif untuk mengetahui apakah mereka membawa B1617 atau tidak.

"Kami sedang melakukan whole genome sequencing (pengurutan keseluruhan genom) dari sejumlah warga negara India yang terkonfirmasi positif COVID-19. Baru mungkin Jumat (30/4/2021) ya [hasilnya]," katanya melalui pesan singkat, Selasa (27/4/2021) pagi, dikutip dari Antara.

Whole genome sequencing dilakukan di laboratorium jaringan Kemenkes dan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN). Salah satunya di laboratorium milik Lembaga Biologi Molekuler (LBM ) Eijkman di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN. LBM Eijkman sudah melakukan 368 whole genome sequencing dari total nasional 1.191 hingga akhir Maret 2021.

Kepala LBM Eijkman Amin Subandrio mengatakan varian dominan yang ditemukan adalah varian lama yang telah menyebar, yakni D416G yang ada di 90 persen lebih isolat yang diperiksa. "Kalau B1617 yang dari India itu belum terdeteksi di Indonesia," ujar Amin kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Selasa.

Namun demikian, memang setelah diketahui adanya ratusan WNA India yang masuk ke Indonesia, identifikasi terhadap varian tersebut sedang diintensifkan. Salah satu upaya yang bisa dilakukan, kata Amin, adalah dengan melihat gejala dan perjalanan penyakit seseorang. Misalnya, orang dengan penyakit yang gejalanya berat tapi tes PCR-nya negatif, justru harus dilakukan whole genome sequencing. Kemudian, apabila ada orang yang sudah melakukan vaksinasi dua kali tapi masih terkena COVID-19, itu juga perlu untuk diperiksa.

Sebabnya adalah varian B1617 disinyalir "dapat lolos dari antibodi" sehingga dimungkinkan menginfeksi orang yang sudah divaksin, kata Amin.

Kemungkinan Sudah Masuk

Ketua Terpilih Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (IAKMI) Dedi Supratman menduga B1617 sudah masuk ke Indonesia, hanya saja belum terdeteksi. Alasannya karena kapasitas genome sequencing terbatas--sebagaimana dijelaskan Amin Subandrio bahwa pemeriksaan hanya dilakukan pada orang dengan kriteria tertentu.

"Beberapa pakar berpikir begitu, saya juga melihat kemungkinan itu bisa saja terjadi. Jadi mau tidak mau harus meningkatkan pengawasan itu sendiri," kata Dedi kepada reporter Tirto, Selasa.

Alasan lain, kebijakan karantina di Indonesia semakin hari justru semakin kendor. Berdasarkan Surat Edaran Satgas Penanganan COVID-19 No. 8 tahun 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional Pada Masa Pandemi COVID-19, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing yang tiba di Indonesia, hanya perlu melakukan karantina selama 5 hari. Menurut Dedi, idealnya adalah 14 hari sesuai dengan masa inkubasi virus.

Hasilnya, banyak warga positif COVID-19 yang lolos dari karantina. Sebelumnya, 62 WN India dievakuasi dari Hotel Ibis, Menteng, Jakarta dan sembilan orang di antaranya diketahui positif COVID-19.

Selain itu, pemerintah pun kedodoran di aspek pengawasan. Seorang WNI berinisial JDI berhasil masuk ke Indonesia dari India tanpa menjalani proses karantina setelah menyogok Rp6,5 juta ke dua pekerja bandara.

"Artinya, ada yang tidak sungguh-sungguh menerapkan protokol. Dan ini sangat berbahaya," kata Dedi.

Karenanya Dedi berharap pemerintah kembali memperketat pintu masuk ke Indonesia, salah satunya mewajibkan karantina 14 hari dan memastikan kebijakan di perbatasan dilakukan dengan baik untuk mencegah masuknya varian baru ke Indonesia. Selain itu, masyarakat juga diminta terus waspada dengan selalu memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan.

"Belajar dari India, mereka merasa percaya diri karena sudah divaksin dan lain sebagainya. Indonesia pun jangan merasa terlalu percaya diri dan melonggarkan protokol kesehatan," kata dia.

Baca juga artikel terkait VARIAN CORONA TERBARU atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi & Mohammad Bernie

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi & Mohammad Bernie
Penulis: Irwan Syambudi & Mohammad Bernie
Editor: Rio Apinino