Menuju konten utama

Benarkah Apple Miskin Inovasi di Bawah Tim Cook?

Di tangan Cook, Apple disebut-sebut miskin inovasi dan tak melahirkan produk yang benar-benar revolusioner.

Benarkah Apple Miskin Inovasi di Bawah Tim Cook?
Apple Store. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Tepat pada akhir 1970-an, Apple sukses bertransformasi dari startup ala kadarnya yang beroperasi di garasi rumah Steve Jobs menjadi perusahaan sungguhan. Apple II, komputer penerus Apple I yang dirancang secara manual oleh Steve Wozniak, adalah biang kesuksesan ini. Apple I laku terjual dari 2.500 unit pada 1977 menjadi 210.000 unit pada akhir 1970-an.

Namun, sebagaimana kisah Aleksander Agung, Jenghis Khan, atau Tutankhamun, Apple sadar tiap kesuksesan pasti ada batasnya.

Maka, sejak akhir 1970-an, Apple mulai bersiasat menciptakan produk baru sebagai penerus Apple II. Pertama, tentu, Apple memilih mengembangkan Apple II lebih lanjut dengan menciptakan Apple III. Sayangnya, sebagaimana tertuang dalam biografi Steve Jobs yang ditulis Walter Isaacson (2011), proses penciptaan Apple III penuh intrik. Di satu sisi, Jobs selalu ngotot ingin membuat komputer ringkas dengan desain ciamik. Di sisi lainnya, para teknisi Apple yang lebih berpihak pada Wozniak menginginkan komputer ala kaum geek--dengan banyak port, dengan banyak peripheral--yang tak bisa mereka lakukan kala membuat Apple II (akibat keegoisan Jobs).

Karena dua kutub ini tak bisa didamaikan, Jobs akhirnya membuka proyek penerus Apple II lain. Dimulai dengan keputusannya merekrut dua teknisi komputer asal Hewlett-Packard (HP) dan seorang mahasiswa doktoral di bidang neurosains bernama Bill Atkinson, Jobs membentuk proyek penciptaan komputer bernama LISA alias "local integrated system architecture", akronim yang disebut-sebut karyawan Apple kala itu sebagai "akronim bodoh" yang dipaksakan oleh Jobs karena ia belum mengakui bahwa Lisa-Brennan Jobs adalah darah dagingnya. Karena Apple kala itu adalah perusahaan yang secara organisasional sangat ruwet, Jef Raskin pun membentuk proyek lain, Macintosh.

Raskin, masih merujuk biografi Jobs, berencana menciptakan "komputer murah bagi masyarakat". Ide ini sesungguhnya adalah visi Steve Jobs dan Steve Wozniak tatkala mendirikan Apple tetapi sangat bertentangan dengan kenyataan saat ini.

Dari ketiga proyek penciptaan penerus Apple II ini, Apple III adalah yang pertama muncul ke publik. Ia dirilis pada musim gugur 1979. Nahas, karena dipengaruhi intrik yang terlalu kuat, Apple III gagal total, baik secara teknis maupun penjualan. Karena keinginan Jobs yang berseberangan dengan kehendak teknisinya, komputer ini berubah menjadi "mesin liar" yang kelak bahkan tidak diakui Apple sendiri. Sementara itu, proyek yang dikepalai Raskin hanya jalan di tempat karena Jobs menghalangi kerja Raskin. Tak tanggung-tanggung, Jobs menghardik Raskin sebagai "pria berkepala sampah yang hanya bisa berteori". Padahal, di luar ide tentang komputer murah, Raskin menginginkan komputer ciptaannya menggunakan graphical user interface (GUI) untuk menggantikan text-based computer.

Raskin berpikir, selain murah, komputer pun harus mudah digunakan agar menarik hati masyarakat. Kemudahan itu ia inginkan karena perusahaan lain, yakni Xerox (melalui lembaga penelitiannya bernama Palo Alto Research Center atau PARC), telah berhasil menciptakan teknologi GUI. Bagi Raskin, andai Apple mau bekerjasama dengan Xerox, ia dapat menciptakan komputer yang mudah digunakan itu.

Yang menarik, dasar dari tindakan Jobs membendung kerja Raskin adalah fakta bahwa ia pun menginginkan GUI tertanam pada LISA. Bahkan, tanpa sepengetahuan Raskin, Jobs telah melangkah jauh: mendekati eksekutif Xerox untuk meminta teknologi GUI. Dimulai dari persetujuan Jobs bagi Xerox untuk berinvestasi pada Apple senilai USD 1 juta (100.000 lembar saham dengan harga per lembar dipatok USD 10), Jobs menukar izin yang diberikannya dengan teknologi milik Xerox. Pada musim panas 1979, izin tersebut berbuah kesuksesan Jobs mengamankan GUI, teknologi yang disebutnya sebagai "tambang emas yang disia-siakan Xerox".

Tak ingin tanggung, Jobs merekrut beberapa teknisi utama Xerox untuk membantu penciptaan LISA, yakni Bob Belleville dan Larry Tesler. Sebelumnya, Jobs menghardik mereka. Ia mengatakan bahwa apa yang mereka lakukan di Xerox "hanya menghasilkan sampah" karena bos Xerox menyia-nyiakan GUI. Dari teknologi yang dibangun Xerox inilah Jobs meluncurkan Apple LISA ke publik pada 19 Januari 1983. Apple LISA menjadi salah satu komputer pertama yang menerapkan konsep GUI. Kelak, konsep ini "dicuri" Bill Gates melalui Windows 1.0 yang dirilis dua tahun kemudian.

(Catatan: Proyek LISA awalnya dikepalai teknisi Apple alumnus HP bernama John Couch, bukan Steve Jobs. Jobs baru benar-benar mengambil alih proyek ini usai mengamankan teknologi GUI dari Xerox. Pada 1982, beberapa bulan sebelum LISA meluncur ke publik, Jobs disingkirkan secara paksa oleh eksekutif Apple dari proyek ini. Meskipun ketika peluncuran Jobs bukan kepala proyek LISA, LISA tetap dianggap karya Jobs. Usai disingkirkan dari LISA, Jobs mengambil alih proyek Macintosh dari Raskin).

Apple LISA, yang namanya kelak diakui Jobs diambil dari Lisa-Brennan Jobs, merevolusi dunia personal computer (PC) melalui konsep GUI. Meski demikian, komputer ini tidak laku karena terlalu mahal, yakni USD 9.995 (setara dengan Rp7 juta dengan kurs rupiah ke dolar pada 1983) atau setara dengan USD 26.580 dengan nilai dolar saat ini (setara dengan lebih dari Rp386,5 juta dengan kurs rupiah ke dolar saat ini).

Merangkum apa yang ditulis Isaacson, Jobs memang ngotot menciptakan LISA. Pasalnya, sejak Apple didirikan hingga sesaat sebelum Apple LISA meluncur ke publik, Apple adalah perusahaan yang berdiri di pundak Wozniak, bukan Jobs. Melalui komputer Apple I dan Apple II yang dirancang Wozniak, Apple terbentuk sebagai perusahaan. Bahkan, tatkala Presiden Apple bernama Mike Sctott melakukan restrukturisasi perusahaan di awal-awal kiprah Apple, Wozniak diberi predikat sebagai Apple #1 ("company number 1") dan Jobs harus ikhlas menerima Apple #2. Padahal, menurut pemikiran Jobs, rancang-desain Apple I dan Apple II yang dibuat Wozniak tidak akan menjadi sesuatu yang "wah" tanpanya. Jobs menilai bahwa Wozniak adalah sosok kekanak-kanakan yang tidak dapat mengubah konsep menjadi produk--persis seperti cercaannya kepada Jef Raskin. Melalui Apple LISA, Jobs ingin mengubah kenyataan ini. Ia ingin menyatakan bahwa Apple adalah perusahaannya, bukan Wozniak.

Tentu, meskipun LISA yang digagas Jobs merevolusi dunia komputer, hingga dekade 1990-an Apple selalu diidentikan dengan Wozniak. Apple merupakan perusaan komputer, yang pondasinya dibangun Wozniak. Dan untuk menghentikan fakta ini, sejak Apple merilis Apple LISA, segala produk yang hendak diciptakan Apple dikendalikan Jobs, seperti aksi ambil-alih proyek Macintosh dari Raskin. Namun, produk yang akhirnya sukses mengidentikan Apple dengan Jobs adalah iPod, yang dirilis Jobs pada 2001.

iPod digagas Jobs karena, merujuk paparan Walt Mossberg di The Wall Street Journal, "komputer telah menjadi produk yang membosankan bagi masyarakat", selain faktor kekesalannya pada Walkman. Jobs tak ingin Apple mati karena berstatus perusahaan komputer. Tak disangka, iPod laku keras--khususnya tatkala Jobs akhirnya meluncurkan iTunes versi Windows. Melalui iPod, Apple berubah haluan dari "perusahaan komputer" ke "digital hub".

Brian Merchant, dalam buku The One Device: The Secret History of the iPhone (2017) mencatat bahwa Jobs sadar bahwa kesuksesan iPod pun akan ada akhirnya. Terlebih, pada tahun yang sama ketika iPod lahir, Nokia sukses melahirkan ponsel pertamanya yang dapat menjalankan berkas MP3, yakni Nokia 5510. Meskipun ponsel tersebut tidak dapat menghasilkan kualitas suara setara iPod dan kapasitas penyimpanannya hanya sebesar 64 megabita, hanya tinggal menunggu waktu ponsel yang benar-benar berkualitas dalam menjalankan musik lahir. Tak ketinggalan, sejak 2003 dunia mengenal Blackberry seri 7000. Maka, dari kesuksesan iPod yang memberikan pundi-pundi berlimpah bagi Apple, Jobs akhirnya merilis iPhone pada 2007 dan akhirnya App Store.

Infografik Apple di Bawah Tim Cook

Infografik Apple di Bawah Tim Cook. tirto.id/Quita

Seperti iPod, iPhone sukses mendefinisikan ulang apa itu ponsel. Bahkan, dalam buku yang ditulisnya, Merchant tak segan-segan mengklaim iPhone sebagai produk paling menguntungkan di planet bumi--selain minyak. Dari rahim iPhone-lah Jobs merilis iPad pada 2010. Juara mutlak di bidang tablet.

Melalui iPod, iPhone, dan iPad, Apple resmi mewujudkan mimpi Steve Jobs, bukan lagi Wozniak. Meskipun lini komputer Apple awalnya identik dengan Wozniak, kenyataannya lalu berubah usai Jobs memilih mengganti inti sistem operasi dari Macintosh (Mac OS klasik atau sistem operasi yang digunakan pada komputer Apple sebelum Mac OSX) ke NeXTSTEP pada 2001. Sistem operasi ini dikembangkan Jobs tatkala mendirikan startup bernama NeXT Computer usai dipecat oleh Apple pada 1985. Dari NeXTSTEP ini pula, lahir iOS dan iPadOS.

Ironisnya, lebih dari sembilan tahun usai Jobs wafat, Apple tetap identik dengan Jobs. Di tangan Tim Cook, Apple seakan jalan di tempat dengan hanya merilis versi mutakhir dari artefak-artefak yang ditinggalkan Jobs. Ini bahkan berlaku pada prosesor Apple M1 yang lahir manakala Cook menjabat CEO Apple. Prosesor yang kini disematkan ke tubuh Mac dan iPad Pro (2021) lahir dari sikap Jobs yang ngotot ngotot mengembangkan prosesor sendiri jelang lahirnya iPhone.

Di tangan Cook, Apple bertransformasi menjadi perusahaan yang menghilangkan port USB dan slot SD card pada lini Mac, melenyapkan colokan 3,5 milimeter (audio jack) dari iPhone dan menggantinya dengan converter yang harganya tidak masuk akal. Praktis, produk-produk baru Apple di bawah Cook hanya berupa aksesoris, yakni Apple Pencil (dirilis pada 2015), AirPods (2016), HomePod (2017), dan AirTags (2021), lengkap dengan segala layanan berlangganan Apple seperti Apple Fitness+, Apple TV+, dan Apple Arcade. Ya, di tangan Cook pula, Apple merilis kartu kredit. Di luar aksesoris dan semua perbaikan yang diperlukan pada sisi gawai, tak ada produk Apple yang benar-benar revolusioner di bawah kepemimpinan Cook.

Dari segala aksesoris yang lahir di era Cook, hanya AirPods yang sukses. Produk yang disanjung sebagai "masa depan dunia nirkabel" (The Verge), “kejutan dari Apple" (Techcrunch), dan “membawa suara yang sangat nyaman ke telinga" (Wired), Cook sukses besar dari idenya melenyapkan colokan 3,5 milimeter. Yonhap News Agency, dalam salah satu laporannya, menegaskan bahwa Apple saat ini menjadi penguasa bisnis true wireless earbuds atau totally wireless headsets. Bersumber dari data firma analisis bisnis Strategy Analytics yang diperoleh Yonhap, Apple sukses menjual 58,7 juta AirPods pada 2019 sehingga menguasai pangsa pasar sebesar 54,4 persen di bisnis ini, mengangkangi produk-produk tiruan dari Samsung dan kawan-kawan.

Baca juga artikel terkait APPLE atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Teknologi
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Windu Jusuf