Menuju konten utama

BEM SI Menanggapi Solusi Jokowi soal Uji Materi UU Ciptaker ke MK

Aliansi BEM SI menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo agar masyarakat melakukan uji materi jika tak sepakat dengan UU Cipta Kerja.

BEM SI Menanggapi Solusi Jokowi soal Uji Materi UU Ciptaker ke MK
Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi menyampaikan tuntutan kepada anggota DPR terpilih periode 2019-2024 saat unjuk rasa di sekitar Gedung DPR-RI, Selasa (1/10/2019). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia menilai pernyataan Presiden Joko Widodo agar masyarakat melakukan uji materi jika tak sepakat dengan UU Cipta Kerja, mengabaikan persoalan sebenarnya. BEM SI menilai Jokowi hanya memuluskan kepentingan sebagian pihak yang diuntungkan oleh UU tersebut.

“Meminta rakyat untuk melakukan uji materi ke MK di tengah penolakan dari berbagai elemen adalah sebuah bukti bahwa Presiden tidak mengakomodir kepentingan rakyat,” ucap Koordinator Pusat Aliansi BEM SI Remy Hastian dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/10/2020).

Remy menjelaskan sejak awal UU itu disahkan, perilaku pemerintah dan DPR tidak bisa dibenarkan. Pasalnya, UU disahkan secara terburu-buru dan hasilnya adalah produk hukum yang cacat formil.

Aksi dan unjuk rasa yang muncul di berbagai wilayah Indonesia idealnya membuat Presiden dan jajaran pemerintah sadar. Bahkan jika perlu mengambil langkah konkret ketimbang menyuruh masyarakat melakukan uji materi.

“Seharusnya Presiden mengambil sikap dengan membatalkan UU Cipta Kerja karena ia memiliki kewenangan besar dalam hal tersebut,” ucap Remy.

Ia juga mempersoalkan langkah Presiden yang memilih menjauh dari Aksi Tolak Omnibus Law. Sebaliknya Presiden malah pergi pada kegiatan lain saat mahasiswa ingin bertemu di Istana Merdeka.

Di sisi lain, aksi yang berjalan malah direspons dengan tindakan represif aparat. Remy menyatakan demonstrasi merupakan hak warga negara dalam kebebasan berpendapat, tetapi di lapangan mereka direspons dengan tembakan gas air mata dan “pengamanan” aksi massa yang notabene adalah penangkapan.

Remy juga menegaskan kalau kerusakan fasilitas umum yang terjadi merupakan tindakan orang yang tidak bertanggung jawab. Hal itu juga lain dari hasil konsolidasi nasional aksi yang dilakukan pada 8 Oktober 2020 yang adalah aksi damai.

“Dampak kerusakan hingga pembakaran yang terjadi di berbagai fasilitas polri dan pemerintah bukan merupakan ulah dari massa aksi yang masih terkoordinir, melainkan ada pihak lain yang mencoba memprovokasi aksi damai yang dilakukan,” ucap Remy.

Baca juga artikel terkait UU CIPTA KERJA atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri