Menuju konten utama

Belajar Merobohkan Gedung Jangkung

Penghancuran gedung bertingkat tinggi sering dilakukan di sejumlah kota modern. Metodenya sangat beragam mulai dari yang paling sederhana hingga sangat rumit. Gedung-gedung tinggi ini umumnya dihancurkan untuk diremajakan menjadi sebuah bangunan baru yang lebih megah.

Belajar Merobohkan Gedung Jangkung
Warga menyaksikan sebuah gedung tua yang bagian depannya mengalami roboh di Bintaro,Tangerang Selatan, Banten. ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal

tirto.id - “Dirobohin?”

“Bukan dirobohin, itu roboh,”

“Untunglah nggak pernah dipakai.”

Percakapan beberapa orang di YouTube beberapa bulan lalu menampilkan gambar video mengerikan sebuah gumpalan debu putih seperti cawan jamur yang menutupi bagian dasar bangunan bertingkat tinggi berwarna putih yang nampak belum selesai dibangun. Itulah gedung mangkrak Menara Panin di Bintaro Sektor 7 Tangerang Selatan (Tangsel) mendadak ambruk sebagian pada Kamis siang, 2 Juni 2016 lalu, yang sebelumnya ada kegiatan pembongkaran secara manual oleh pekerja.

Berselang lima bulan, gedung 21 lantai yang dibangun pada 1995 ini akan dirobohkan secara resmi oleh pihak Bank Panin selaku pemilik setelah mendapat persetujuan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel, Banten. Penghancuran gedung ini sempat molor dari rencana semula 4 Oktober menjadi 14 Oktober 2016. Kegiatan penghancuran gedung Menara Panin diklaim sebagai yang pertama di Indonesia untuk sebuah bangunan bertingkat tinggi, melibatkan ahli dan sesuai aturan.

“Bisa dibilang, kami (Pemkot) yang pertama kali merobohkan gedung secara resmi di Indonesia," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Tata Kota, Bangunan, dan Permukiman Kota Tangerang Selatan Edi Malonda dikutip dari kompas.

Berdasarkan data emporis.com, dari seluruh kategori gedung bertingkat di Jakarta yang menjadi pemilik gedung tinggi terbanyak di Indonesia, tercatat ada 1.128 unit gedung bertingkat yang sudah jadi maupun masih tahap rencana, dari tinggi 8 meter hingga 289 meter. Tercatat belum ada yang statusnya sudah dirobohkan.

Bangunan gedung bertingkat di Indonesia umumnya relatif berusia masih muda. Gedung Sarinah di Jalan Thamrin, salah satu bangunan tingkat tinggi tertua yang ada di Jakarta dan Indonesia, diresmikan 15 Augustus 1966 dan kini masih tetap berdiri kokoh.

Sedangkan di beberapa kota seperti di Amerika Serikat (AS) sudah terbiasa dengan penghancuran gedung bertingkat yang dianggap sudah uzur, termasuk yang sudah berusia 50 tahun ke atas karena terkait umur ekonomis sebuah bangunan.

Metode Merobohkan

Ada beberapa cara untuk merobohkan bangunan tinggi yang pernah digunakan. Penentuan metode tergantung dari pertimbangan lama waktu proses merobohkan, biaya, kondisi fisik bangunan, lingkungan sekitarnya, dan faktor keamanan. Metode yang paling sederhana yaitu dengan excavator berukuran besar, yang dijuluki “Twinkle Toes”, sebuah alat berat khusus yang memiliki “belalai” yang menjulang ke atas mampu meruntuhkan satu per satu lantai sebuah bangunan tinggi dari atas.

Metode sederhana lainnya dengan cara bola ayun atau wrecking ball. Teknik ini sudah ada sejak tahun 1950-1960. Metode bola akhirnya kurang umum digunakan saat ini, sejalan perkembangan teknik baru lainnya. Teknik lainnya dengan ledakan, baik menggunakan dinamit atau bahan peledak lainnya untuk menghancurkan struktur utama sebuah gedung.

Dengan teknik ini, gedung yang awalnya berdiri kokoh bisa runtuh seketika dengan dampak yang kecil. Sayangnya persiapan untuk survei struktur bangunan hingga eksekusi penghancuran bisa memakan waktu sekitar 6 bulan. Ini belum termasuk proses pengangkutan material bangunan yang telah runtuh hingga sekitar 2 bulan, tergantung dengan luas gedung.

Cara lain yang lebih modern, yaitu dengan penggunaan sistem hidrolik yang dikontrol melalui komputer. Satu per satu lantai bagian bawah bangunan dihancurkan, tapi tetap ditopang oleh tiang-tiang hidrolik yang bisa diturunkan. Setelah dibersihkan bagian lantai yang sudah dirobohkan, maka lantai berikutnya diturunkan lalu dihancurkan dan seterusnya. Teknik rumit ini dipakai oleh perusahaan konstruksi Jepang, Kajima Corporation, saat merobohkan dua gedung perkantoran di Tokyo pada 2008.

Teknik yang rumit lainnya ditempuh dengan cara menurunkan struktur bagunan lantai bagian atas ke bawah secara bertahap. Setiap dua lantai teratas diturunkan dalam beberapa hari. Teknik ini pernah dipakai oleh perusahaan Jepang Taisei Corporation untuk merobohkan Akasaka Prince Hotel pada 2011. Metode merobohkan dengan cara ini dianggap cukup bersih, menekan 90 persen sebaran debu dibanding metode konvensional dengan ledakan.

Sepanjang perkembangan dunia sipil bangunan tinggi, tercatat beberapa torehan penghancuran gedung-gedung pencakar langit yang sukses. Di Amerika Serikat misalnya, Singer Building di New York yang berdiri pada 1908 dengan tinggi 187 meter, sempat dinobatkan tertinggi di dunia pada awal abad-20. Setelah berumur 60 tahun gedung ini dirobohkan karena dianggap tak ekonomis. Perobohan yang dilakukan pada 1968, kegiatan menghancurkan gedung bertingkat tertinggi yang pernah dilakukan oleh manusia. Kini lokasi gedung Singer Building sudah berdiri gedung baru dengan nama One Liberty Plaza dengan tinggi 226 meter.

Meski ada yang sukses, beberapa perobohan gedung bertingkat di dunia justru berakhir dengan kegagalan atau tak maksimal. Misalnya dailymail menulis kegagalan terjadi di Merseyside, Inggris, sebanyak enam tower apartemen gagal dirobohkan dengan 3 kali upaya peledakan pada April 2016. Kejadian serupa juga terjadi di Glasgow, Skotlandia. Seperti ditulis BBC, dua dari enam bangunan Red Roads flat yang direncanakan dirobohkan dengan bom, masih berdiri tegak. Dampak yang paling terasa adalah masyarakat sekitar gedung, harus terganggu tak bisa pulang ke rumah mereka masing-masing karena menunggu proses perobohan yang tak tuntas.

Dari hasil investigasi yang dikeluarkan bulan lalu, kegagalan ini karena pihak kontraktor perobohan gedung, salah mengestimasi kekuatan baja yang terpasang oleh bangunan yang berdiri sejak 1960-an itu. Pada gambar rancangan bangunan, ukuran komponen baja di gedung tersebut jauh lebih kecil dari yang sebenarnya terpasang di gedung. Diperkirakan kegiatan membereskan puing-puing 6 tower tersebut selesai baru tahun depan.

Bagaimana dengan Menara Panin di Bintaro? Pengalaman negara lain bisa jadi pelajaran, karena tak semua proses merobohkan gedung berujung sukses. Apapun metodenya, mulai 14 Oktober jadi pembuktian apakah gedung tinggi mangkrak belasan tahun itu berhasil dirobohkan dengan mulus atau sebaliknya. Indonesia memang masih belajar, butuh persiapan, dan pengalaman untuk urusan merobohkan gedung bertingkat tinggi.

Baca juga artikel terkait GEDUNG atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti