Menuju konten utama

Belajar dari Kasus Pelecehan Seksual oleh Tenaga Medis

Seorang wanita dilecehkan secara seksual oleh perawat laki-laki. Jangan ragu bertindak dan bersuara seperti wanita ini jika ada sinyalemen serupa terjadi.

Belajar dari Kasus Pelecehan Seksual oleh Tenaga Medis
Ilustrasi pelecehan seksual oleh tenaga medis. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Seorang perempuan berteriak histeris pada laki-laki di depannya. Tangannya terlilit infus, menandakan ia masih dalam perawatan medis. Laki-laki itu, diduga telah melakukan pelecehan seksual saat ia berada di bawah pengaruh obat bius.

Gambaran itu ada dalam sebuah video yang viral. Dari video tersebut, seorang perawat laki-laki disebut menggerayangi payudara sang perempuan sebanyak 2-3 kali. Ketika itu, korban baru saja menyelesaikan operasi kandungan dan kesadarannya belum pulih sepenuhnya.

Belakangan, diketahui kejadian tersebut berlangsung di National Hospital Surabaya. Pasca-kejadian, menurut suaminya, korban mengalami stres berat. Sang suami sekaligus kuasa hukumnya, Yudi Wibowo Sukinto, telah melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polrestabes Surabaya.

“Sebelum saya laporkan, polisi sudah lebih dulu mendatangi National Hospital untuk menyelidiki,” katanya seperti dikutip Antara.

Sementara itu, pihak rumah sakit membenarkan pelecehan seksual yang terjadi di tanggal 24 Januari itu. Mereka memberikan sanksi tegas pada pelanggaran etika yang telah dilakukan petugas medisnya. Perawat tersebut juga telah dipecat secara tidak terhormat sesaat setelah kejadian.

“Selanjutnya kami menyerahkan penyelesaiannya pada aturan hukum dan disiplin tenaga kesehatan,” ujar Jenny Firsariana, Manajer National Hospital Surabaya dalam keterangan persnya.

Kerapkali rasa percaya pasien dan kewenangan tenaga medis memberi perawatan disalahgunakan tenaga medis nakal. Mereka justru memanfaatkan kondisi tersebut sebagai peluang melakukan pelecehan ke pasiennya. Tak hanya perawat, di Amerika baru-baru ini juga terjadi kasus serupa pada seorang dokter dan pasiennya.

Seorang mantan dokter tim senam Amerika, Larry Nassar terbukti bersalah karena melecehkan 156 atlet senam putri dari tahun 1998 sampai 2015. Di antara beberapa korbannya adalah peraih emas Olimpiade 2012 London: Aly Raisman, McKayla Maroney, dan Gabby Douglas. Pada April 2017 lalu, izin prakteknya telah dicabut, kini ia terancam hukuman 40 tahun penjara.

Salah seorang korban, Rachael Denhollander dari Louisville, Kentucky, menyatakan Nassar telah melakukan pelecehan seksual pada tahun 2000, saat ia berusia 15 tahun. Ketika itu Denhollander mengalami cedera punggung dan mendapat perawatan di klinik olahraga Nassar. Namun, saat perawatan, Nassar memasukkan tangannya ke vagina dan anus Denhollander tanpa sarung.

Di waktu lain, ia juga melepas bra, memijat payudara Denhollander, dan terlihat “ereksi”. Selama bertahun-tahun, Nassar menggunakan kewenangannya untuk mengelabui para korban. Meyakinkan mereka bahwa dialah satu-satunya orang yang mampu menyembuhkan mereka dari cidera dengan cara tersebut.

Batasan Kontak Fisik Tenaga Medis

Penyalahgunaan wewenang sebagai cara melakukan pelecehan seksual ternyata berkali-kali terjadi. Cherrie A Galletly dalam Medical Journal of Australia (MJA) tahun 2004, mengemukakan 3-10 persen dokter mengaku pernah melakukan hubungan seksual dengan pasien. Di Australia, survei yang melibatkan psikiater laki-laki mengemukakan 7,6 persen responden pernah melakukan kontak erotis kepada pasien selama atau setelah terapi usai.

Pelecehan seksual pada pasien oleh tenaga medis tak berbatas gender, tak hanya dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Penelitian Carol Nadelson dan Malkah T. Notman di tahun 2002 menunjukkannya. Pelecehan ada yang dilakukan oleh laki-laki terhadap laki-laki, juga oleh terapis perempuan kepada pasien perempuan.

Sayangnya, tak banyak kasus pelecehan seksual yang diungkap ke publik dan dilaporkan ke pihak berwenang. Kebanyakan korban merasa malu dan takut tak dipercaya saat mengungkap kejadian yang dialaminya. Akibatnya, banyak dari mereka yang harus menanggung rasa bersalah berkepanjangan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma.

Korban juga berisiko mengembangkan perilaku konsumsi alkohol dan narkoba untuk menghilangkan stres. Bahkan ada pula yang berniat bunuh diri karenanya. Pada jangka panjang, mereka jadi sulit percaya tenaga medis sehingga membahayakan kesehatan di masa mendatang.

infografik pelecehan seks tenaga medis

Rod Moser, PA, PhD, seorang asisten dokter profesional, mengamini bahwa terdapat batasan yang abu-abu antara pelecehan berkedok pemeriksaan dengan pemeriksaan sesuai prosedur. Pasalnya, banyak pasien tidak mengetahui di tingkat mana mereka masih bisa dikatakan “aman” dalam pemeriksaan.

Di sisi lain, tenaga medis juga seringkali tak menjelaskan secara gamblang tindakan medis yang mereka lakukan. Akibatnya, bisa terjadi salah persepsi. Ia menyarankan perlunya penjelasan untuk setiap tindakan medis. Jika dokter melakukan pemeriksaan payudara untuk menganalisis keluarnya darah, ia perlu menjelaskan alasan menekan payudara pasien.

“Jika Anda tidak memberi tahu mereka, maka Anda dalam masalah besar!”

Sementara itu, untuk mengantisipasi kesalahpahaman dan menjaga pasien dari pelecehan. Dewan Medis Selandia Baru menetapkan perilaku-perilaku yang digolongkan sebagai pelecehan seksual oleh tenaga medis.

Pertama, kelalaian seksual yang mengacu pada ungkapan atau isyarat tak sopan terkait privasi pasien, serta meremehkan pasien secara seksual.

Kedua, sentuhan terhadap pasien yang tidak tepat dan bersifat sensual. Kategori ini termasuk mencium, menyentuh payudara atau alat kelamin tidak sesuai pemeriksaan fisik, atau melakukan pemeriksaan pelvis (panggul) tanpa sarung tangan.

Ketiga, pelanggaran seksual melibatkan segala hubungan seksual antara pasien dan tenaga medis.

Jika pasien menemukan tanda-tanda tersebut saat pemeriksaan, ditambah tenaga medis tak menjelaskan maksud tindakan medisnya, pasien perlu bereaksi agar tak terjadi aktivitas pelecehan lebih jauh. Melaporkannya kepada pihak yang berwajib juga adalah hal yang penting untuk dilakukan. Pelecehan seksual, terjadi di mana pun, adalah laku kriminal.

Baca juga artikel terkait RUMAH SAKIT atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani