Menuju konten utama

Belajar dari Gerakan Tolak Pembangunan Bandara di Perancis

Mereka melawan pembangunan bandara. Berkali-kali pemerintah mencoba mengusir, berkali-kali pula mereka berdiri tegak di atas tanah penghidupan.

Belajar dari Gerakan Tolak Pembangunan Bandara di Perancis
Sebuah rambu yang bertulisan "Dilarang ke bandara" digambarkan dalam "ZAD" (zone to defend) di Notre-Dame-des-Landes, di luar kota Nantes, Perancis barat, Rabu, (17/12018). Perdana Menteri Edouard Philippe mengatakan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk tidak membangun bandara di Perancis barat yang pembangunannya tengah berlangsung hampir satu dasawarsa. AP Photo / Mathieu Pattier

tirto.id - April silam di Nantes, Perancis, sebuah bentrokan berskala besar terjadi. Pihak yang terlibat di dalamnya adalah pendukung kelompok ZAD yang berjumlah hampir 7.000 orang dan aparat setempat. Penyebabnya: rencana pembongkaran markas ZAD yang terletak di Notre-Dame-des-Landes.

Mulanya, aksi demonstrasi selama enam hari berturut berjalan lancar. Namun, situasi menjadi rusuh ketika, menurut France24, para demonstran mencoba membuang penghalang jalanan yang dipancangkan polisi di depan "wilayah" mereka. Melihat aksi itu, polisi lantas meluncurkan gas air mata. Kericuhan pun tak terhindarkan.

Dampaknya, ratusan orang mengalami luka-luka (dari kedua kubu) serta 12 demonstran ditangkap dengan tuduhan provokator. Menteri Dalam Negeri Perancis Gérard Collomb mengutuk bentrokan tersebut dan menyebut aksi para pendukung ZAD “kekerasan yang tak bisa ditolerir.”

Meski dianggap biang keladi permasalahan oleh pemerintah Perancis, dukungan tetap mengalir untuk ZAD. Di Washington, misalnya, sekelompok orang yang menamai dirinya "Olympia Commune" menyatakan bahwa ZAD telah melakukan tindakan yang berani.

“[...] kita kirimkan cinta dan solidaritas kita kepada ZAD. Mereka adalah inspirasi bagi para pemberontak dan commune di seluruh dunia.”

Commune, atau komune, merujuk pada sekelompok orang yang saling berbagi kepemilikan dan tanggung jawab di sebuah tempat. Di abad ke-20, kehidupan di komune biasanya diorganisir secara non-hirarkis dan dihidupi melalui aktivitas-aktivitas bertani dan beternak.

Melawan untuk Merdeka

ZAD (Zona d'aménagement différé/à défendre) merupakan kelompok sayap kiri yang tinggal di Notre-Dame-des-Landes. Kelompok ini beranggotakan ratusan orang yang terdiri dari aktivis lingkungan, petani, sampai gelandangan. Banyak pihak memandang aktivitas mereka mirip dengan yang dilakukan sekelompok orang ketika memprotes pembangunan instalasi militer di Greenham Common, Inggris, serta di Larzac, Perancis selatan pada dekade 1970an dan 1980an.

Pada 2008, ZAD pertama kali menginjakkan kaki di Notre-Dame-des-Landes. Pemicunya ialah rencana pembangunan bandara oleh pemerintah Perancis di atas lahan seluas kurang lebih 1.650 hektare tersebut.

Proyek bandara Notre-Dame-des-Landes sendiri sudah digagas 50 tahun silam. Harapannya, setelah selesai dibangun, Notre-Dame-des-Landes bisa jadi pintu gerbang yang menghubungkan penerbangan transatlantik ke Perancis dan wilayah lain di Eropa. Akan tetapi, pada Januari 2018, pemerintah Perancis memutuskan untuk membatalkan rencana pembangunan bandara setelah aksi-aksi pertentangan masif bermunculan.

Namun, bukan berarti masalah selesai. Meski urung membangun bandara, pemerintah Perancis memerintahkan orang-orang ZAD meninggalkan Notre-Dame-des-Landes pada musim semi. Inilah penyebab bentrokan April lalu. Bagi ZAD, Notre-Dame-des-Landes bukan sebatas tanah luas yang pernah jadi simbol ambisi dirgantara Perancis. Ia adalah rumah di mana mereka mendapatkan rasa aman dan kebahagiaan.

“Aku pikir banyak dari mereka yang akan pergi. Tapi, banyak juga yang akan tetap tinggal,” ujar Kevin Faingnaert dalam “Inside This Secretive Commune, Anarchy and Utopia Coexist” yang dimuat di National Geographic. “Mereka yang bertahan ingin melanjutkan eksperimen mereka.”

Pernyataan Faingnaert bukan sembarang pernyataan, mengingat ia punya pengalaman hidup bersama ZAD selama tiga minggu. Menurutnya, ZAD telah menyatu dengan ekosistem yang tumbuh di Notre-Dame-des-Landes. Ketika sudah menyatu, maka rasanya mustahil untuk memaksa mereka menyingkir dari sana.

Bisa dibilang ZAD adalah kelompok yang unik. Perjuangan mereka, selain termanifestasi dalam sikap-sikap politisnya, juga hadir melalui cara hidup alternatif, sederhana, dan tentunya berbau utopis manakala hal tersebut sulit dijumpai di dunia luar yang lebih kompleks.

Orang-orang yang bergabung dengan ZAD merasa bahwa kelompok ini telah menjadi simbol perlawanan terhadap apa yang mereka sebut dengan “penghinaan”: ketimpangan, kapitalisme, globalisasi, hingga penghancuran lingkungan oleh korporasi-korporasi tamak.

Keanggotaan ZAD sendiri bersifat terbuka. Setiap orang dapat tinggal dan bergabung dengan ZAD. Tak ada kesan eksklusif. Tak ada pemimpin yang dituakan. Semua bakal disambut dengan tangan terbuka, bergerak secara komunal, serta berbagi ruang bersama. Faktor keterbukaan inilah yang dinilai jadi salah satu kunci kekuatan eksistensi ZAD selama beberapa tahun terakhir.

Infografik ZAD

Tentu Anda bertanya-tanya apa yang dikerjakan ZAD di Notre-Dame-des-Landes sampai-sampai mereka menolak pindah. Bagi ZAD, sekali lagi, Notre-Dame-des-Landes bukan sebatas tanah yang bakal dijadikan bandara. Ia adalah sumber penghidupan yang memberikan keyakinan kepada orang-orang di dalamnya bahwa hidup tak selamanya menyebalkan.

Dengan prinsip tersebut, maka sudah tentu ZAD memperlakukan Notre-Dame-des-Landes ibarat rumah sendiri. Mereka membuat kebun yang memproduksi daun bawang, gandum, dan kentang serta mengolahnya menjadi makanan sehari-hari hingga menciptakan ladang ternak yang berisikan sapi sampai domba dan kemudian memeras susunya untuk kemudian diperjualbelikan dengan harga terjangkau. Semua dilakukan berdasarkan kesadaran untuk merawat, bukan eksploitasi seperti yang dilakukan musuh mereka bernama kapitalisme.

Tak hanya itu saja, ZAD juga melakoni kegiatan edukatif misalnya menerbitkan surat kabar mingguan (yang isinya rutinitas mereka sehari-hari, ajakan hidup sederhana, sampai propaganda tentang segala keburukan dunia) serta mengudara sesekali waktu lewat stasiun radio amatir.

Ihwal kehidupan di ZAD ini diakui oleh salah satu anggotanya, Marcel Thébault. Di Notre-Dame-des-Landes, Thébault punya kesibukan mengurus ternak. Sebelumnya, ia hanyalah petani kecil biasa yang punya cita-cita tinggal di Perancis barat yang damai, aman, dan tenang sembari membesarkan kedua anaknya bersama sang istri, Sylvie. Tapi, cita-cita tersebut rela ia tinggalkan tatkala menyaksikan roda kapitalisme yang semakin gila.

“Aku cuma petani kecil,” ujarnya kepada Kim Willsher dalam “End of La ZAD? France’s ‘Utopian’ Anti-airport Community Faces Bitter Last Stand” yang dipublikasikan The Guardian. “Prioritasku adalah memelihara ternak. Tapi, aku juga punya kewajiban untuk mempertahankan tanah ini. Dan aku akan terus mempertahankannya dari dunia yang sudah benar-benar gila dengan kapitalisme di mana hanya mereka yang kuat dan punya uang banyak yang jadi pemenangnya.”

Perasaan yang sama juga diungkapkan Sebastian, ahli biologi yang berusia 40 tahun. Sebelum bergabung ZAD, ia bekerja sebagai manajer sebuah proyek ilmiah. Awal kedatangannya di Notre-Dame-des-Landes pada 2012 didasari rasa penasaran. Niatnya hanya tinggal beberapa hari, tapi apa daya Bastian malah kerasan sampai sekarang.

“Orang-orang di sini sedang membangun sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang mengingatkan pada kehidupan sederhana kakek-nenek kita,” kata Bastian yang hari-harinya di sana diisi dengan memelihara 20 ekor sapi, memeras susu, serta membuat keju. “Aku merasa selaras dengan pemikiran semacam itu. Kami bisa menghasilkan apa yang kami butuhkan. Aku sama sekali tidak tergoda untuk kembali ke kehidupan kota.”

Terlepas dari apa yang mereka tawarkan, keberadaan ZAD tak luput dari kritikan. Masyarakat sekitar Notre-Dame-des-Landes, misalnya, menuntut ZAD untuk berlaku sebagaimana masyarakat pada umumnya. Contohnya: membayar pajak. Bagi masyarakat sekitar, tidak adil jika ZAD bisa hidup begitu bebasnya dengan mendirikan rumah, beternak, dan lain sebagainya tanpa harus pusing memikirkan setoran pajak.

“Orang-orang datang kepada saya dan bertanya, ‘Aku harus membayar pajak serta mengajukan perizinan jika hendak membangun sesuatu. Tapi, mengapa mereka [ZAD] tidak melakukan hal demikian?,’” ujar walikota setempat, Jean-Paul Naud pada 2017.

Kritikan lain adalah mengenai aksi-aksi ZAD dalam mempertahankan tanah Notre-Dame-des-Landes yang acapkali diasosiasikan dengan kekerasan. Media Perancis seperti Le Journal du Dimanche menyebutkan bahwa ZAD memiliki persediaan senjata api yang dipersiapkan untuk melawan polisi jika pemerintah mengusir mereka.

Kabar tersebut ditepis anggota ZAD. Anggota bernama Camille menyebut pemberitaan Le Journal sangat menyudutkan, konyol, serta seolah-olah menjadikan ZAD sebagai kelompok ekstemis yang berbahaya. Sedangkan Thébault menegaskan bahwa kabar itu hanyalah akal-akalan media serta politisi guna menghancurkan reputasi ZAD. Mereka tak bisa menerima keberhasilan ZAD membatalkan rencana pembangunan bandara.

Pada akhirnya, di luar segala kontroversi yang lahir, ZAD tak berencana pergi dari ‘rumah’ mereka. Pemerintah boleh saja berkali-kali melancarkan operasi pengusiran—aksi sebelumnya terjadi pada 2012 lewat Opération César ketika 2.000 aparat mencoba mengenyahkan ZAD—namun, mereka akan tetap bertahan di tanah yang mereka hidupi.

Dalam “Creating Autonomies in the ZAD Notre-Dame-des-Landes” disebutkan, ‘okupasi’ Notre-Dame-des-Landes oleh ZAD bermakna luas. Mereka tak sebatas menentang proyek pembangunan bandara, tapi juga menolak dan memerangi sistem kapitalisme yang sudah menyebabkan kesenjangan, kemiskinan, dan kerusakan alam. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin tak tertolong. Oleh karena itu, melalui Notre-Dame-des-Landes, ZAD berupaya menciptakan semesta di mana semua orang bisa hidup merdeka, setara, serta mampu menentukan apa yang ingin mereka capai dan lakukan tanpa harus tunduk pada negara yang berkolaborasi dengan korporasi.

“Orang-orang sangat bahagia tinggal di sana,” papar Faingnaert. “Mereka yang tidak dapat menemukan tempat di masyarakat, bisa menemukannya di ZAD.”

Baca juga artikel terkait KONFLIK atau tulisan lainnya dari M Faisal

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: M Faisal
Editor: Windu Jusuf