Menuju konten utama

Bela Diri dan Catur Kuno yang Dipertandingkan di SEA Games ke-32

Kun Bokator (bela diri), Kun Khmer (bela diri), dan Ouk Chatrang (catur) adalah tiga olahraga kuno yang dimainkan pada SEA Games ke-32 di Kamboja.

Bela Diri dan Catur Kuno yang Dipertandingkan di SEA Games ke-32
Atlet Kun Bokator putra Indonesia Alfadhila Ramadhan bertanding pada nomor seni SEA Games 2023 di Chrouy Changvar Convention Center, Phnom Penh, Kamboja, Kamis (4/5/2023). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.

tirto.id - Kun Bokator adalah bela diri tradisional dari Kamboja yang telah ada selama lebih dari 1700 tahun. Bela diri ini campuran antara seni bela diri, olahraga, dan pertunjukan budaya.

Kun Bokator memiliki banyak gerakan dan teknik yang melibatkan tendangan, pukulan, tangkisan, lemparan, dan penguncian. Beberapa di gerakan dan teknik terinspirasi dari hewan seperti gajah, kera, harimau, dan ular.

Bela diri ini menggunakan seluruh bagian tubuh sebagai senjata, termasuk siku, lutut, kepala, bahkan gigi. Oleh sebab itu, Kun Bokator sangat membutuhkan kekuatan, ketangkasan, dan keseimbangan.

Selain seni bela diri, Kun Bokator juga dianggap sebagai warisan budaya Kamboja. Saat ini, Kun Bokator merupakan salah satu dari 36 cabang olahraga yang dipertandingkan pada SEA Games ke-32 yang berlangsung pada tanggal 5-17 Mei 2023.

Tim Indonesia berhasil menyabet tiga medali emas, lima perak, dan 12 perunggu dari cabang olahraga ini.

Sebagaimana tradisi tuan rumah yang diperbolehkan untuk memasukkan olahraga tradisional, selain Kun Bokator, Kamboja juga mendaftarkan dua olahraga kuno lainnya, yakni Kun Khmer dan Ouk Chaktrang.

Bela Diri yang Nyaris Punah

Kun Bokator umumnya menggunakan kombinasi antara teknik tangan kosong dan senjata tradisional Kamboja. Beberapa senjata tradisional yang digunakan antara lain: tombak, pedang, katapel, tombak kecil, tongkat panjang, dan tongkat pendek.

Selain senjata, Kun Bokator juga mengajarkan teknik-teknik tangan kosong seperti pukulan, tendangan, dan penguncian. Para pendekar Kun Bokator dilatih untuk menggunakan seluruh tubuh mereka, termasuk kaki, tangan, lutut, dan siku, untuk menyerang lawan dan melindungi diri.

Kun Bokator memiliki sejarah yang panjang di Kamboja. Diperkirakan seni bela diri ini telah digunakan oleh para prajurit dan petarung Kekaisaran Khmer pada abad ke-9.

Kerajaan Angkor yang berkuasa di Kamboja sangat memperhatikan pengembangan seni bela diri dan kekuatan fisik para prajuritnya. Kun Bokator dianggap sebagai salah satu seni bela diri terbaik untuk latihan dan persiapan di bidang militer.

Seperti dilansir laman UNESCO, relief yang menggambarkan teknik Kun Bokator pada dinding candi Angkor Bayon di Angkor Thom menjadi bukti sejarah yang sangat berharga dan memberikan gambaran mengenai sejarah bela diri ini.

Beberapa relief di candi ini menggambarkan para prajurit Kamboja, termasuk Raja Jayawarman VII sedang berlatih bela diri. Sang Raja digambarkan bertarung dengan posisi kuda-kuda sembari mengendalikan Dao, pedang pendek khas Khmer, di tangannya.

Candi ini didirikan pada akhir abad ke-12 oleh Raja Jayawarman VII yang juga dikenal sebagai seorang petarung sejati.

Selama kekuasaan Khmer Merah pada tahun 1975, para pendekar Kun Bokator mengalami tekanan dan penganiayaan. Mereka menjadi sasaran penindasan bersama dengan kelompok intelektual dan agama.

Rezim Pol Pot memang memperkenalkan kebijakan “Year Zero”, sebuah simbol untuk memutuskan hubungan dengan masa lalu. Akibatnya, dia memburu dan membunuh para pelaku seni, termasuk para pendekar Kun Bokator, penyanyi, penari, pengrajin, pekerja terampil, orang-orang Cham, hingga orang-orang China.

Dua tahun kemudian, jumlah pendekar menyusut drastis menjadi 500 orang dari 10.000 hingga 13.000 pendekar sebelum tahun 1975.

“Mereka dibunuh atau mati kelaparan,” tukas San Kiem Sean, Grandmaster sekaligus pelestari Kun Bokator.

Para pendekar yang berhasil menyelamatkan diri menyembunyikan kemampuannya hingga akhir 1990-an karena trauma.

Setelah Khmer Merah digulingkan rezim Vietcong pada tahun 1979, pelestarian budaya Kamboja termasuk seni bela diri Kun Bokator masih dibatasi. Para pendekar Kun Bokator seperti San Kim Sean lantas mengajarkannya secara sembunyi-sembunyi.

Hingga warsa 1980-an dan 1990-an, Kun Bokator dianggap asing bagi generasi Kamboja.

Baru pada tahun 2000-an, Kun Bokator mulai bangkit kembali dengan lahirnya perguruan-perguruan di berbagai kota. Semakin diakui sebagai salah satu warisan budaya Kamboja ketika UNESCO menobatkannya sebagai warisan budaya tak benda pada tahun 2017.

Saling Klaim dengan Thailand

Selama perhelatan SEA Games 2023 di Kamboja, cabang bela diri lain yang dipertandingkan sebagai hak istimewa tuan rumah ialah Kun Khmer, olahraga tarung bebas tangan kosong layaknya kick boxing. Namun, Thailand memboikot cabang ini karena mengklaim bahwa bela diri tersebut adalah Muay Thai milik mereka.

Kedua bela diri ini memiliki persamaan dengan menggunakan pukulan, tendangan, siku, lutut, dan lemparan sebagai teknik serangan dan pertahanan. Yang membedakan hanya teknik "klinch" dalam Muay Thai, pengunci tubuh lawan. Sementara teknik ini jarang digunakan dalam Kun Khmer.

Jauh sebelum ada Muay Thai, orang-orang Kamboja percaya bahwa Kun Khmer lebih dulu lahir yang dibuktikan dengan relief-relief di kuil Angkor Wat. Sementara sebagian warga Thailand menuduh pendidikan sejarah yang keliru telah menyesatkan anak-anak muda di Kamboja.

Menurut laporan South China Morning Post, perdebatan mengenai hal ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan semakin masif menjadi ajang adu klaim kedua warga negara di internet.

Kun Khmer dikenal juga dengan sebutan Pradal Serey. Selain seni bela diri, Kun Khmer digunakan dalam pertandingan olahraga yang dikenal sebagai Khmer Boxing. Dalam pertandingan Khmer Boxing, dua petarung berlaga dalam sebuah ring untuk mengalahkan satu sama lain dengan menggunakan teknik-teknik Kun Khmer.

Seperti halnya Kun Bokator, sejarah Kun Khmer dapat ditelusuri hingga ke era Kekaisaran Khmer, yang berlangsung dari abad ke-9 hingga abad ke-15. Pada masa itu, seni bela diri ini dikenal dengan Yutakuhun Khom (cara bertarung orang Khmer) yang digunakan oleh para prajurit untuk melindungi wilayah mereka dan untuk bertarung dalam peperangan.

Pada abad ke-20, Kun Khmer semakin populer di Kamboja terutama setelah Prancis masuk dan menjajah wilayah ini. Yutakuhun Khom yang awalnya terlalu brutal karena bertarung sampai mati, diperhalus menjadi pertandingan olahraga dan pertunjukan oleh orang-orang Prancis.

Namun, selama masa pemerintahan Khmer Merah di Kamboja (1975-1979), praktik seni bela diri dan olahraga, termasuk Kun Khmer, dilarang dan dianggap sebagai "kegiatan boros" oleh rezim Pol Pot.

Setelah jatuhnya Khmer Merah, Kun Khmer kembali bangkit dan kembali mengembangkan bela diri tradisional ini di seluruh Kamboja. Pada tahun 1995, Federasi Kun Khmer Kamboja didirikan untuk mempromosikan dan mempertahankan warisan budaya mereka.

Catur Kuno Khas Kamboja

Satu lagi cabang olahraga kuno yang dipertandingkan di SEA Games kali ini adalah Ouk Chatrang, permainan catur kuno khas Kamboja. Sebagaimana Kun Khmer, Indonesia tidak ikut serta dalam cabang ini.

Permainan Ouk Chatrang memiliki kemiripan dengan permainan Chaturanga di India yang diyakini sebagai akar permainan catur modern. Beberapa teori menyebutkan bahwa pedagang dan peziarah India membawa permainan ini pada abad ke-7 dan 8 Masehi.

Lainnya menyebut bahwa simulasi militer untuk peperangan tentara Kamboja yang melahirkan permainan kuno ini yang elemennya kerap bertema militer, termasuk gajah, kuda, dan prajurit.

Gim ini menggunakan papan dengan kotak 8x8, dan setiap pemain mulai dengan 16 bidak: raja, ratu, dua uskup, dua ksatria, dua benteng, dan delapan pion.

Infografik Kun Bukator

Infografik Kun Bukator. tirto.id/Fuad

Untuk memulai permainan, bidak diatur dalam susunan tertentu, dengan ratu selalu ditempatkan di sebelah kanan raja. Permainan dimenangkan dengan menskakmat raja lawan, yang berarti menjebaknya sehingga tidak bisa lolos dari penangkapan.

Cara lain untuk mengakhiri permainan termasuk kebuntuan ketika pemain tidak memiliki gerakan yang sah tetapi tidak dalam skak atau ketika raja yang terisolasi ditinggalkan di papan saat semua bidak lainnya telah diambil.

Setiap bagian memiliki pola gerakan yang unik, tetapi gerakan raja dan ksatria sama seperti di catur modern. Ratu dapat bergerak satu langkah secara diagonal, tetapi dalam Ouk Chatrang, dia diperbolehkan melompat dua kotak lurus ke depan pada langkah pertamanya.

Uskup bergerak satu kotak di salah satu dari empat arah diagonal, serta lurus ke depan. Pion bergerak satu langkah ke depan dan mengambil satu langkah ke depan secara diagonal.

Ketika sebuah Pion mencapai baris keenam dari sisi papan lawan, ia dapat dipromosikan menjadi ratu.

Pada Ouk Chaktrang, bidak-bidak diatur dalam formasi yang berbeda dengan catur modern. Bidak-bidak ditempatkan pada baris kedua dan ketiga pada setiap sisi, sedangkan pada catur modern, bidak-bidak ditempatkan pada baris pertama dan kedua pada setiap sisi.

Lain itu, pada Ouk Chaktrang, ada beberapa kotak yang dilarang untuk dilewati atau ditempati oleh bidak-bidak tertentu, seperti kotak di sekitar raja. Sedangkan pada catur modern, tidak ada kotak yang dilarang untuk dilewati atau ditempati oleh bidak.

Seiring perkembangan zaman, Ouk Chatrang telah dibuat dalam bentuk digital lewat aplikasi permainan.

Baca juga artikel terkait SEA GAMES 2023 atau tulisan lainnya dari Ali Zaenal

tirto.id - Olahraga
Kontributor: Ali Zaenal
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Irfan Teguh Pribadi