Menuju konten utama

Beda Versi di DPR Soal Kemunculan RUU Penyadapan

Kemunculan RUU tentang penyadapan sempat diasosiasikan dengan usulan atau rekomendasi dari Pansus Angket KPK di DPR. 

Beda Versi di DPR Soal Kemunculan RUU Penyadapan
Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar Sudarsa (kanan) berdiskusi dengan anggota pansus Arteria Dahlan di Ruang Rapat Pansus Hak Angket KPK, Kompleks, Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/10/2017). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat sedang membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang penyadapan sebagai Program Legislasi Nasional Prioritas 2018. Pembahasan ini dilakukan dengan merujuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, yang menyatakan penyadapan harus diatur dengan Undang-Undang.

Menurut Wakil Ketua DPR Fadli Zon pembahasan ini dipicu lantaran belum ada payung hukum yang mengatur soal penyadapan.

“Kami buat agar rule of the game-nya jelas," kata Fadli di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (1/2/2018).

Kemunculan RUU ini sebelumnya sempat diasosiasikan dengan usulan atau rekomendasi dari Panitia Khusus Hak Angket (Pansus Angket) KPK di DPR. Fadli menyebut, Pansus Angket KPK belum memberi rekomendasi dan RUU ini nantinya berlaku buat semua institusi penegak hukum dan bukan hanya KPK.

“Nanti semua lembaga penegak hukum dilibatkan dalam pembahasannya,” kata Fadli.

Bukan Usulan Pansus

Senada dengan Fadli, anggota Komisi III sekaligus anggota Pansus Angket KPK dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi mengatakan pansus tidak merekomendasikan secara khusus adanya Undang-Undang tentang Penyadapan.

"Masalah rekomendasi pansus angket itu hal lain," kata Taufiqulhadi kepada Tirto.

Menurut Taufiqulhadi, pembahasan seputar penyadapan yang dilakukan KPK dalam rapat Pansus Angket KPK merupakan pendalaman kinerja lembaga antikorupsi. KPK disebut tidak pernah melapor kepada Kejaksaan Agung sebelum menyadap.

“Makanya kami dalami,” kata Taufiqulhadi yang pernah satu partai dengan Jaksa Agung M Prasetyo ini.

Taufiqulhadi menyebutkan rekomendasi Pansus Hak Angket KPK menyasar pembenahan KPK secara institusi. Pembenahan yang dimaksudkan antara lain tata kelola keuangan, sumber daya manusia, dan kelembagaan.

"Tiga hal tersebut yang ditunjukkan oleh temuan tim angket KPK," kata Taufiqulhadi.

Beda Versi di PDIP

Pendapat saling berkebalikan muncul di lingkaran PDI Perjuangan. Anggota Komisi III sekaligus anggota Pansus Hak Angket KPK dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu punya pendapat seperti Taufiqulhadi dan Fadli Zon.

Masinton satu pendapat dengan Fadli soal pembahasan RUU Penyadapan merupakan tanggung jawab DPR berkaitan dengan putusan MK dan tidak hanya ditujukan untuk KPK saja.

“Menurut MK, perlu dibuat undang-undang khusus yang mengatur prosedur penyadapan yang dilakukan oleh lembaga yang diberi wewenang melakukan penyadapan," kata Masinton kepada Tirto.

Sebaliknya, Junimart Girsang yang juga anggota Komisi III sekaligus anggota Pansus Hak Angket dari PDIP, berpendapat berbeda. Junimart menyatakan RUU Penyadapan masuk sebagai rekomendasi Pansus Hak Angket KPK.

Diklarifikasi soal perbedaan pendapat ini, Masinton berkilah. Menurutnya, dalam penyusunan rekomendasi Pansus Hak Angket KPK banyak usul yang berkembang.

KPK Siap Beri Usul Pembahasan RUU Penyadapan

Soal pembahasan RUU Penyadapan, pihak KPK mengaku belum diajak membahas oleh DPR. Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK siap memberikan tanggapan bila DPR mengundang mereka menyampaikan sikap resminya.

“Sampai saat ini KPK belum pernah dilibatkan secara formal tentang rencana tersebut,” kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Mulya, Jakarta Selatan, kemarin.

Kewenangan pembuatan Undang-Undang merupakan kewenangan DPR, akan tetapi menurut Febri, lembaga antikorupsi berharap pemberantasan korupsi tidak terganggu dengan upaya pengaturan penyadapan lewat Rancangan Undang-Undang Penyadapan.

Febri menegaskan, KPK menagih komitmen berbagai pihak dalam mendukung pemberantasan korupsi yang tidak dengan ujaran, tetapi dengan tindakan nyata.

Ditanya apa sikap resmi KPK, Febri mengaku akan menelaah terlebih dahulu rancangan Undang-Undang. Penelaahan ini untuk merumuskan sikap yang nantinya disampaikan jika DPR mengundang mereka.

“Akan kami bahas terlebih dahulu di internal," kata Febri.

Konteks RUU Penyadapan

Sebelum wacana soal RUU tentang Penyadapan ramai diperbincangkan, Pansus Angket KPK pernah mempersoalkan kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK pada medio 2017. Ketua Pansus Angket Agun Gunandjar sempat menyinggung soal landasan hukum dari penyadapan KPK yang dianggapnya tak punya landasan.

Pernyataan Agun sempat dibantah Ketua KPK Agus Rahardjo yang menyebut, KPK punya kewenangan buat menyadap dan memiliki standard operating procedure yang ketat dalam menyadap.

“Enggak boleh sembarangan,” kata Agus, Juli 2017.

Penyadapan ini juga masuk dalam UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE. Pada Pasal 31 Ayat 3 disebutkan “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku terhadap intersepsi atau penyadapan yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, atau institusi lainnya yang kewenangannya ditetapkan berdasarkan undang-undang.

Aturan ini kemudian disandingkan dengan putusan MK Nomor 5/PUU-VIII/2010, dan dalam penjelasan UU ITE disebutkan: Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/PUU-VIII/2010, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa kegiatan dan kewenangan penyadapan merupakan hal yang sangat sensitif karena di satu sisi merupakan pembatasan hak asasi manusia, tetapi di sisi lain memiliki aspek kepentingan hukum. Oleh karena itu, pengaturan (regulation) mengenai legalitas penyadapan harus dibentuk dan diformulasikan secara tepat sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Baca juga artikel terkait RUU PENYADAPAN atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi & Andrian Pratama Taher
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih