Menuju konten utama

Beban Subsidi Energi Bengkak, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?

Pemerintah disarankan menyerahkan harga Pertamax dan Pertamax ke atas kepada PT Pertamina (Persero) sesuai keekonomian.

Beban Subsidi Energi Bengkak, Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?
Proses pengisian LPG ke tabung Elpiji 3 kg di Depot LPG Tanjung Priok, Jakarta, Senin (21/5/2018). tirto.id/ANdrey Gromico

tirto.id - Pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi sebesar Rp520 triliun untuk tahun anggaran 2022. Subsidi tersebut diberikan dalam bentuk barang melalui listrik, Bahan Bakar Minyak (BBM), dan LPG 3 Kg.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi menuturkan untuk menekan menggelembungnya subsidi dan kompensasi BBM ada beberapa upaya yang bisa dilakukan pemerintah. Salah satunya menyerahkan harga Pertamax dan Pertamax ke atas kepada PT Pertamina (Persero) itu dilakukan guna menetapkan harganya sesuai keekonomian.

Saat ini harga keekonomian BBM jenis Pertamax atau RON 92 sudah mencapai Rp17.990 per liter. Sementara harga jual masih ditetapkan Rp12.500 sehingga pemerintah menanggung selisih atau subsidi sebesar Rp5.490 setiap liternya.

"Sehingga negara tidak harus membayar kompensasi akibat adanya perbedaan harga ditetapkan dengan harga keekonomian," jelasnya kepada Tirto, Kamis (28/7/2022).

Lebih lanjut, dia mendorong pemerintah agar meminimalisir pembengkakan dengan cara Pertamina melakukan pembatasan penggunaan Pertalite dan Solar. Salah satunya menentukan kriteria yang berhak mendapatkan BBM subsidi tersebut.

"Misalnya saja pengguna Pertalite dan Solar hanya untuk sepeda motor dan Kendaraan angkutan," tandasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tidak menampik, bahwa anggaran subsidi tersebut nantinya akan tetap dinikmati oleh kelompok orang kaya. Sebab hal ini sudah menjadi konsekuensi dari sistem distribusi yang masih terbuka atau tidak tertutup.

"Dengan subsidi mencapai Rp520 triliun, justru akhirnya yang banyak menikmati adalah kelompok yang kaya," katanya di DPR RI, Jakarta, Kamis (30/6/2022).

Bendahara Negara itu mengakui, memang jika menggunakan subsidi barang, risikonya adalah yang mengonsumsi barang itu lah yang menikmati subsidi. Seperti listrik, BBM, LPG selama ini banyak kelompok kaya dibandingkan dengan tidak mampu.

"Itu kemungkinan besar bahwa yang menikmati kelompok yang mampu lebih banyak, itu memang terjadi," ujarnya mengakui.

Aturan Pembatasan Pembelian BBM dan Solar Rampung Agustus

Sementara itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif menuturkan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 yang akan mengatur pembatasan pembelian BBM Pertalite dan Solar rampung dan bisa diterapkan pada Agustus 2022. Revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak itu juga mencakup soal petunjuk teknis pembelian Pertalite.

"(Agustus ini), Insya Allah. Kita harus kerja cepat ini. Item-item-nya sudah ada," katanya dikutip dari Antara, Rabu (27/7/2022).

Namun Arifin tidak mau merinci item-item apa. Dia menuturkan pihaknya telah mengantongi izin prakarsa untuk menginisiasi perbaikan atau revisi peraturan sebelumnya dengan penyesuaian atas kondisi tertentu.

Dia juga memastikan pemerintah terus melakukan pembahasan untuk merespon dan mengantisipasi ancaman krisis energi dan pangan akibat konflik Ukraina dan Rusia. Dia mengklaim pemerintah terus melakukan pembahas untuk mencari solusi cepat dan terbaik untuk mengatasi potensi krisis pangan dan energi. Walaupun dampak potensi krisis energi mulai terasa, dia memastikan pemerintah menjamin ketersediaan pasokan BBM. Tetapi pemerintah menjaga agar pasokan BBM tersalurkan tepat sasaran karena kuotanya terus menipis.

"Selama ini kita selalu menjamin adanya BBM, cuma BBM ini kan harus tepat, tepat sasaran. Memang maksudnya subsidi ini untuk bisa memberikan energi khususnya BBM ini kepada masyarakat yang daya belinya rendah," bebernya.

Baca juga artikel terkait ANGGARAN SUBSIDI ENERGI atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin